Jawabannya barangkali sangat sederhana, bahwa kalau saja Nabi Yunus AS langsung dikeluarkan Allah dari perut ikan Nun, maka beliau bakal celaka karena masih berada di dasar laut. Walaupun seketika itu juga Nabi Yunus AS sudah menyadari pesan cintanya Allah.
Tapi, ketika kita tilik lebih dalam, ternyata maksud yang tertuang di sebalik kisah tidaklah sesederhana itu...
***
Salah satu kisah teladan yang selalu bisa kita pelajari dan renungi adalah kisah perjuangannya Nabi Yunus AS.
Secara terang, kisah yang penuh dengan pelajaran ini bisa kita temui pada kalamullah, khususnya pada QS as-Saffat ayat 139-148, QS Yunus ayat 98, hingga QS Al-Anbiya ayat 87-88.
Dikisahkan, Allah telah mengutus Nabi Yunus untuk berdakwah kepada kaum Ninawa di Iraq. Kaum ini merupakan kaum yang sangat keras kepala, mendamba kepercayaan warisan nenek moyang, penyembah berhala, bahkan sering berbuat kejahatan.
Sejatinya Nabi Yunus telah berkali-kali memberi peringatan kepada kaum Ninawa, hanya saja ajaran Nabi Yunus dianggap "baru" dan beliau juga diakui sebagai orang lain karena bukan berasal dari kaum Ninawa.
Gara-gara fakta tersebut, akhirnya segenap ajaran yang disampaikan oleh Nabi Yunus tidak ada satupun yang menggugah hati orang-orang Assyiria di Ninawa. Seketika itu pula beliau merasa putus asa karena tidak ada orang Ninawa yang mau beriman kepada Allah SWT.
Keputusan pun diambil. Pada suatu hari Nabi Yunus bersiap untuk meninggalkan kaum Ninawa sembari menitipkan pesan agar mereka segera bertobat kepada Allah. Jikalau tidak, maka akan segera datang azab Allah. Hal ini diterangkan dalam QS Yunus ayat 98:
"Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu), beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu."
Saat itu, suasana hati Nabi Yunus yang beranjak pergi dari Ninawa sungguh tidak keruan. Ada rasa marah, juga ada rasa putus asa. Sedangkan kaum Ninawa sendiri mulai gelisah seraya ketakutan dengan ancaman dan azab.
Ketika melihat cuaca yang mulai mendung, disertai angin kencang dan gemuruh, kaum Ninawa semakin takut syahdan bertobat seraya mencari Nabi Yunus untuk menyatakan pengampunan kepada Allah.
Sayangnya Nabi Yunus sudah pergi dan sampai di tepi pantai, kemudian menumpang di sebuah kapal yang akan menyeberangi laut.
Ketika perjalanan mengarungi laut dimulai, petaka berupa badai pun terjadi. Kapal yang keberatan penumpang telah sepakat membuang salah seorang penumpang ke laut untuk mengurangi beban.
Dengan izin Allah, terpilihlah Nabi Yunus yang sudah tiga kali tersebut namanya dalam undian dan saat itu pula beliau menjatuhkan dirinya ke laut.
Kemudian, Allah mewahyukan kepada ikan Nun (ikan paus yang besar) untuk menelan Nabi Yunus.
Saat berada di dalam perut ikan Nun, Nabi Yunus hanya melihat kegelapan. Beliau tetap sehat namun seketika itu pula beliau sadar atas kesalahannya yang berputus asa serta meninggalkan kaumnya. Padahal Allah tidak meminta beliau untuk pergi.
Puncak dari kesadaran tersebut, alhasil Nabi Yunus bertobat kepada Allah seraya melantunkan doa sebagaimana yang tertuang dalam QS Al-Anbiya ayat 87:
Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap:Â "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim".
Allah Maha Mendengar, Allah Maha Pengasih, Allah Maha Penyayang, Allah Maha Pengabul Doa. Sontak saja langsung Allah perintahkan ikan Nun untuk menepi dari laut kemudian mengeluarkan Nabi Yunus di tepi pantai.
Saat itu Nabi Yunus keluar dari perut ikan dalam keadaan lemah, lalu Allah tumbuhkan pohon labu sebagai bahan makanan beliau. Sesaat setelahnya, Nabi Yunus diperintahkan untuk kembali kepada kaum Ninawa.
O ya, sejatinya kisah Nabi Yunus ini benar-benar menggugah.
Bahkan, secarik doa Dzun Nuun yang tertuang dalam QS Al-Anbiya ayat 87 juga tertuang dalam hadis riwayat Tirmidzi dan ditegaskan oleh Rasulullah bahwa Sesungguhnya tidaklah seorang muslim berdoa dengannya dalam suatu masalah, melainkan Allah kabulkan baginya.
Meski demikian, di sebalik kisah ini, ada pertanyaan mendasar yang sengaja aku hadirkan untuk kemudian kita renungkan, yaitu:
Mengapa Nabi Yunus Tidak Langsung Dikeluarkan Allah dari Perut Ikan Walaupun Sudah Berhasil Membaca Pesan Cinta-Nya?
Ya, sesaat setelah menatap kegelapan di dalam perut ikan Nun, Nabi Yunus langsung sadar dengan pesan cinta Allah. Nabi Yunus sontak tersadar bahwa dirinya terlampau cepat mendikte hasil, berputus asa, serta meninggalkan kaumnya yang berada dalam keadaan ingkar.
Seketika Nabi Yunus tersadar, seketika itu pula beliau berdoa, namun Allah tidak langsung mengabulkan doa Nabi Yunus saat itu juga. Padahal, bisa saja Nabi Yunus langsung dikirim kembali ke kaum Ninawa dengan izin Allah, kan?
Tapi, ibaratkan sebuah kotak hadiah, tenyata Allah sudah menyiapkan hadiah yang besar di sebalik penderitaan yang sempat dialami oleh Nabi Yunus.
Ya, ketika kita membuka kotak hadiah yang besar, diperlukan tenaga lebih untuk membukanya. Bisa jadi saat itu kita kebanjiran keringat sendiri, bahkan hingga terluka. Meski begitu, di sebalik itu semua, sudah ada hadiah besar yang sudah Allah siapkan.
Apa hadiahnya?
Ya, Nabi Yunus mendapat hadiah besar bahwa kaumnya telah beriman kepada Allah. Rasanya, tiada hadiah lain lagi yang lebih menyenangkan selain bertobatnya suatu kaum bagi seorang Nabi utusan Allah.
Lalu, kembali lagi kita tanyakan, bukankah akan lebih cepat bila Allah keluarkan saja Nabi Yunus dari perut ikan sesaat setelah beliau bertobat?
Benar. Tapi, jika Nabi Yunus cepat-cepat dikeluarkan dari perut ikan, beliau bisa celaka. Hal ini pula berlaku dengan kita.
Begini:
Terkadang kita merasa bahwa cita-cita ini sangat sulit untuk digapai. Terkadang pula kita merasa bahwa diri ini sudah berikhtiar maksimal, beribadah juga maksimal, namun tetap saja apa yang kita inginkan belum kunjung terkabul.
Mengapa begitu?
Jawabannya juga sama dengan pertanyaan pada judul tulisan ini. Bahwa, jikalau Allah mengabulkan doa kita sekarang, bisa saja kita celaka sebagaimana jika Nabi Yunus langsung dikeluarkan dari perut ikan walau beliau masih berada di dasar laut.
Sayangnya, kita tetap tidak tahu kapan doa dan harapan ini dikabulkan oleh Allah, kan?
Maka dari itulah, belajar dari kisah Nabi Yunus, sudah sepatutnya kita sebagai hamba jangan terlampau mendikte hasil, jangan sok tahu terhadap yang terbaik, serta jangan mudah patah arang.
Terhadap apa-apa saja yang terjadi di dunia ini, terkadang kita tidak bisa terlalu menggunakan logika terhadap aturan Allah. Terkadang pula kita terlalu sering terjebak pada teknik beribadah.
Keyakinan, kekhusyukan, keikhlasan, kesabaran, hingga kepasarahan; seringkali kita terjebak kepada logika akal yang sangat terbatas hingga terucaplah kata-kata:
"Kesabaranku sudah habis!"
"Aku sudah cukup ikhlas!"
Gegara hal tersebut, kita lupa dengan "ketulusan" dari sikap yakin, khusyuk, ikhlas, sabar, dan pasrah. Seberapa cerdasnya diri terhadap teori perilaku, jikalau tiada ketulusan, maka kita bakal sulit menjemput pesan cintanya Allah, bukan?
Alhasil, mari kita sama-sama selalu bersyukur serta selalu berprasangka baik kepada Allah. Ikhtiar boleh maksimal, tapi jangan lupa bahwa imannya juga maksimal. Tak perlu mendikte hasil, karena di sebalik kesulitan yang bertumpuk, telah Allah siapkan hadiah yang besar.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H