Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Memangnya Memotivasi Diri Sendiri Benar-benar Sulit, Kah?

27 Maret 2021   16:00 Diperbarui: 27 Maret 2021   16:10 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sulitnya Memotivasi Diri. Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels 

"Ketika rencana dan harapan tenggelam diterjang kenyataan, segenap suara sumbang putus asa memekik hingga berasa memecah gendang telinga." 

Rasanya ungkapan yang tertuang dalam kalimat di atas begitu kental dengan aroma putus asa.

Sebenarnya ungkapan tersebut datang dari diriku sendiri, sih. Tepatnya ketika rencana yang kutata sedemikian rupa kandas, alias tak berjalan seirama dengan harapan. 

Seminggu yang lalu, rencanaku adalah hijrah sementara ke indekos adikku di kota Bengkulu selama 5 hari. 

Jalan tersebut sengaja aku pilih demi memudahkan petualanganku mendapat "accepted" alias acc dari 2 orang penguji proposal penelitian. 

Ditambah lagi, di saat yang berbarengan aku pula masih punya tugas mengajar di Kepahiang, maka mau tidak mau jarak 60 KM harus kutempuh dari indekos adikku ke SD. 

Hampir 2 kali lipat lebih jauh jaraknya. Ketika aku tinggal di Curup, jarak dari tempat tinggalku ke sekolah berkisar 45-47 KM.

Aku kesusahan mengukurnya secara tepat, soalnya spidometer motorku rusak. Di sisi yang sama, aku pula enggan begitu percaya dengan Google Maps. Soalnya beberapa kali aku sempat didustakan. Eh

Meskipun begitu, agaknya motivasiku cukup besar sehingga aku tak begitu peduli dengan jauhnya jarak. Bahkan, lelah maupun gundahnya perjuangan kuliah sambil kerja sudah kuanggap sebagai seperangkat konsekuensi. 

Susah. Benar-benar susah, kok. Beberapa orang temanku yang dulunya masuk kuliah berbarengan denganku sekarang malah tak berkabar. Padahal, aku sempat cuti 1 tahun gegara berbenturan dengan regulasi pemerintah. Aku kita mereka sudah wisuda, tapi ternyata... 

Perjuangan mereka hampir putus di tengah jalan. Mudah-mudahan saja mereka segera mampu memotivasi diri seraya melambungkan semangat. 

Memotivasi Diri Mungkin Terdengar Mudah, tapi... 

Bagi orang sepertiku yang cukup meyakini bahwa motivasi intrinsik lebih dapat menggugah rasa optimis, aku cenderung pilih-pilih dalam mendengar motivasi dari luar. 

Orang lain berkata A, berkisah tentang kesusahan B, dan segenap cerita lainnya belum tentu akan "kumakan" semua. Dalam artian, belum tentu ada dari fenomena tersebut yang bisa menyemangatiku secara khusus. 

Terang saja, orang A tidak sama dengan orang B, juga sebagaimana yang dikatakan Abraham Maslow bahwa motivasi tiap orang berbeda-beda.

Dengan demikian, aku secara pribadi beranggapan bahwa motivasi yang datang dari diri sendiri cenderung mempunyai kekuatan yang lebih besar dibandingkan motivasi eksternal. 

Terkadang motivasi dari luar alias ekstrinsik terdengar begitu "wow" serta mengguncang hasrat diri hingga menghasilkan semangat yang bertumpah ruah. 

Tapi, terkadang justru motivasi dari luar itu sendirilah yang menyebabkan seseorang enggan berjuang lebih. Ujung-ujungnya? Apa yang kemarin menjadi keinginan malah berubah menjadi sekadar angan. 

Maka dari itulah aku mengatakan bahwa memotivasi diri itu cenderung terdengar mudah, dan di sebalik dari kemudahan itu, motivasi yang datang dari dalam diri cenderung lebih kuat sehingga tidak menutup kemungkinan bagi seseorang untuk mendesain rencana penggapaian harapan sedetail mungkin. 

Meski demikian, sebenarnya juga tidak ada yang salah dengan motivasi yang datang dari luar.

Sebagaimana nada-nada optimis yang datang kepadaku sejak 3 tahun lalu, banyak teman menyarankan agar aku melanjutkan studi saja. Terlebih lagi saat itu aku pula masih bekerja sebagai guru honorer, sehingga aku kira peluang menjadi dosen lebih menggiurkan. 

Gara-gara hal tersebutlah keinginan itu muncul. Dan sebagaimana yang diterangkan oleh George Boeree dalam buku Psikologi Sosial bahwa seseorang yang telah memaknai lingkungan di sekitarnya ketika ia menganggap ada arti penting dan berharga yang didapat dari sana. 

Dengan demikian, dari sanalah kemudian motivasi diri itu menguat. Walaupun dipengaruhi dari luar, tapi seseorang yang sudah memetik makna bakal menyesuaikan keinginan dirinya dengan harapan dari lingkungan. Ya, meskipun diri seseorang tadi sebenarnya tertekan. 

Tapi, sampai di sini, sesungguhnya ada masalah yang menganga. Yaitu, sudah sejauh mana motivasi tadi tertanam dalam lubuk jiwa? Apakah sudah mengakar? Atau, jangan-jangan motivasi sudah lenyap ditelan rasa putus asa?

Memotivasi Diri Sendiri Tidak Sesulit Itu

Rasanya setiap orang ingin dihargai, ingin dianggap ada, bahkan ingin sesekali dilihat bahwa dirinya sedang berjuang. 

Namun, benar kata Maslow bahwa aktualisasi diri tidak semua orang bisa mencapainya. 

Di dalam buku Motivation and Personality bab hierarki kebutuhan Maslow dikatakan bahwa, "A musician must make music, an artist must pain, a poet must write, if he is to be ultimately at peace with himself". 

Demi merengkuh aktualisasi, seseorang perlu berdamai dengan dirinya sendiri serta berjuang sesuai dengan apa "yang ia punya". Tapi kenyatannya, hidup ini begitu kompleks, kan? 

Rencana gagal, gaiss! Foto oleh Tim Gouw dari Pexels
Rencana gagal, gaiss! Foto oleh Tim Gouw dari Pexels

Bahkan rencana yang disusun sedemikian rupa seperti yang kukisahkan tadi saja bisa gagal. Mungkin lebih tepatnya bukan gagal, sih, melainkan jalan perjuangannya yang sedikit diperpanjang. Soalnya, gagal itu kan cuma bagian dari hasil. 

Maka dari itulah, dengan terpaksa harus kukatakan bahwa memotivasi diri sendiri tidaklah sesulit itu. Terkadang, kita tidak memerlukan motivasi yang besar untuk memulai sesuatu. 

Sedangkan yang sulit adalah.... 

Merawat motivasi tersebut.

Seperti kalimat yang kuhadirkan pada awal artikel ini, bukankah kata-kata tersebut berirama putus asa seraya menegaskan bahwa motivasiku segera luntur dan layu? 

Agaknya memang demikian, tapi ketahuilah, kata-kata tersebut hanyalah emosiku sesaat. Hahaha

Semakin ke sini, aku secara pribadi meyakini bahwa hadirnya kegagalan, munculnya berbagai masalah yang menumbangkan segenap rencana rapi dan harapan, semuanya sengaja dihadirkan Tuhan untuk menguji kita, serta meminta diri untuk memperpanjang lembar perjuangan. 

Alhasil, ya sudah. Kalau diri kita sedari awal sudah memiliki motivasi besar untuk menggapai sesuatu, maka tinggal teruskan saja. Toh, buku tulis yang lembaran kertasnya makin banyak maka harganya makin mahal, kan? 

Rasanya perjuangan ini juga begitu. Ya, setidaknya bagi diriku sendiri, sih. Kan motivasi kita beda-beda. Wkwk

Salam. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun