Memotivasi Diri Mungkin Terdengar Mudah, tapi...Â
Bagi orang sepertiku yang cukup meyakini bahwa motivasi intrinsik lebih dapat menggugah rasa optimis, aku cenderung pilih-pilih dalam mendengar motivasi dari luar.Â
Orang lain berkata A, berkisah tentang kesusahan B, dan segenap cerita lainnya belum tentu akan "kumakan" semua. Dalam artian, belum tentu ada dari fenomena tersebut yang bisa menyemangatiku secara khusus.Â
Terang saja, orang A tidak sama dengan orang B, juga sebagaimana yang dikatakan Abraham Maslow bahwa motivasi tiap orang berbeda-beda.
Dengan demikian, aku secara pribadi beranggapan bahwa motivasi yang datang dari diri sendiri cenderung mempunyai kekuatan yang lebih besar dibandingkan motivasi eksternal.Â
Terkadang motivasi dari luar alias ekstrinsik terdengar begitu "wow" serta mengguncang hasrat diri hingga menghasilkan semangat yang bertumpah ruah.Â
Tapi, terkadang justru motivasi dari luar itu sendirilah yang menyebabkan seseorang enggan berjuang lebih. Ujung-ujungnya? Apa yang kemarin menjadi keinginan malah berubah menjadi sekadar angan.Â
Maka dari itulah aku mengatakan bahwa memotivasi diri itu cenderung terdengar mudah, dan di sebalik dari kemudahan itu, motivasi yang datang dari dalam diri cenderung lebih kuat sehingga tidak menutup kemungkinan bagi seseorang untuk mendesain rencana penggapaian harapan sedetail mungkin.Â
Meski demikian, sebenarnya juga tidak ada yang salah dengan motivasi yang datang dari luar.
Sebagaimana nada-nada optimis yang datang kepadaku sejak 3 tahun lalu, banyak teman menyarankan agar aku melanjutkan studi saja. Terlebih lagi saat itu aku pula masih bekerja sebagai guru honorer, sehingga aku kira peluang menjadi dosen lebih menggiurkan.Â
Gara-gara hal tersebutlah keinginan itu muncul. Dan sebagaimana yang diterangkan oleh George Boeree dalam buku Psikologi Sosial bahwa seseorang yang telah memaknai lingkungan di sekitarnya ketika ia menganggap ada arti penting dan berharga yang didapat dari sana.Â