Harapan Pak Anwar sejatinya sungguh mulia, yaitu tentang iman dan takwa, tapi...
Secara tidak langsung pernyataan tersebut malah menimbulkan kesan negatif terhadap agama tertentu sekaligus menimbulkan segenap hujatan baru.
Bagaimana tidak, secara sekilas, akan muncul orang-orang yang berpikir bahwa, "Masa iya kesalihan beragama ditentukan dari jilbab, seragam, serta atribut lainnya?"
Akhirnya? Ya rusuh lagi di berbagai media. Agama-agama tertentu malah kena hujat. Hemm
Di sisi lain, ketika kewajiban berseragam menurut agama tertentu dicabut, bukan berarti sekolah bakal membolehkan para siswi untuk menggunakan rok mini ketika masuk kelas. Rasanya asumsi seperti itu terlalu naif bagi kita, apalagi bagi para pejabat.
Padahal sejatinya guru-guru agama di sekolah (pasti) menganjurkan, mengajarkan, serta menggaungkan teladan yang baik tentang atribut beragama. Kecuali kalau gurunya memang tak peduli, itu sudah masuk ke bab lain lagi.
Soal kewajiban? Beban tersebut sejatinya sudah ditanggung oleh orangtua. Orangtua wajib membekali anak-anaknya dengan ilmu sesuai dengan agama yang dianutnya. Sedangkan guru agama di sekolah menghadirkan contoh yang baik, lalu sekolah menyediakan layanan terbaik.
Dengan begitu, kan aman sekolah kita. Agama kita pula demikian. Biarpun berbeda keyakinan, masing-masing pelajar berhak mendapat layanan pendidikan yang prima.
Mari Kita Mengakui dan Mensyukuri Keragaman
Tidak sekadar jilbab maupun segenap atribut keagamaan lainnya, masing-masing diri juga harus melek keragaman serta menggaungkan pengakuan dan syukur terhadap setiap perbedaan yang ada.
Mulai dari siswa-siswi terhadap sesamanya, guru dan kepala sekolah terhadap sesama rekan kerja serta kepada anak didik mereka, hingga pemerintah perlu lebih "melek spiritual".
Bagi pemerintah serta pejabat lainnya, sungguh tidak bijaksana jikalau mereka berpikir sempit tentang agama, apalagi sampai menabur terlalu banyak prasangka. Yang ada, nantinya hati semakin sempit dan semakin gelisah ketika melihat perbedaan.