"Sudah, sudah. Tak perlu engkau ungkit masa lalu. Memangnya kamu menyesal ya telah menyelamatkan dan mengajar si belalang batu untuk melompat?"
Seekor semut pekerja tadi menghela napas. Dia tak mau mengingat segunung kebaikan masa lalu. Dia sudah ikhlas.
***
Malam sudah hampir menjelang, akhirnya rombongan semut pekerja pun pulang ke pondok tua. Mereka membawa banyak sekali makanan. Ada yang membawa biji-bijian, remah-remah buah, dan ada pula yang membawa roti sisa makanan manusia.
"Asyik! Makan lagi, makan lagi. yey...." Belalang batu jadi kegirangan setelah melihat begitu banyak makanan. Meski begitu, dia pun tak menyuruh para semut pekerja untuk segera makan. Belalang mulai sok berkuasa dan menjadi pengatur rombongan semut rangrang.
"Hei, tunggu dulu. Demi menjaga stok makanan kita agar tahan lama, maka mulai sekarang seratus ekor semut pekerja yang berbaris paling depan akan aku berikan makanan satu porsi, sedangkan sisanya hanya setengah porsi," tegas belalang batu yang mulai bersikap layaknya raja semut.
"Apa? Kok jadi begini? Kan kami sama-sama kerja?" tegas salah satu semut rangrang yang masih menggendong bangkai cicak kering.
"Iya, begitu. Kalian lelet sih. Jadi semut pekerja itu harus gesit!" pungkas belalang batu seraya melompat-lompat di atas ampas kayu.
Alhasil, ratusan semut rangrang pekerja yang berbaris paling belakang jadi semakin kesal. Mereka sudah lelah. Selama ini, merekalah yang paling setia melayani ratu, serta mengabdi dengan ikhlas.
Sebagian semut rangrang pekerja berbaris di belakang karena beban bawaan mereka berat. Mereka enggan menghalangi semut pekerja lain yang membawa makanan lebih ringan. Dengan begitu, mereka tak khawatir jikalau nanti ratu tiba-tiba lapar.
"Baiklah kalau begitu. Kami akan menerima aturan ini. Tapi, wahai belalang batu, kau harus buktikan dulu bahwa dirimu mampu mengumpulkan makanan. Tidak perlu banyak-banyak. Satu porsi saja. Jikalau engkau bisa, maka kami akan ikut aturanmu."