Bukankah niat akan susah sekali muncul tanpa adanya fenomena, gejala, serta peristiwa?
Barangkali begitu, apalagi subjek yang kumaksud di sini adalah siswa SD. Niat belajar siswa akan terus bertumbuh ketika mereka dibiasakan untuk belajar secara rutin, selalu diperhatikan di kala lapang maupun sempit, juga senantiasa dibimbing dengan tingkat kesabaran yang luar biasa.
Hebatnya nanti, ketika siswa sudah niat belajar, apapun akan jadi pelajaran bagi mereka. Masing-masing dari kita mungkin sudah menemukan sendiri refleksi nyatanya di lapangan.
Ketika siswa sudah paham betul tentang bahaya pandemi, mereka senantiasa pakai masker dan bahkan berusaha mengingatkan teman sebelahnya untuk mematuhi protokol kesehatan. Lebih lanjut, mereka bahkan bisa memetik sendiri hikmah mengapa sekolah belum dibuka.
Ketika siswa sudah berniat belajar tentang materi tertentu, biasanya mereka akan banyak tanya, berusaha menjadi sosok yang paling cepat saat mengerjakan latihan, bahkan sering pula menyapa guru di luar kelas sembari menyajikan refleksi materi pelajaran yang dimaksud.
Coba kita bayangkan sendiri, bukankah ini suasana pembelajaran yang hebat? Pastinya, inilah makna terdalam mengapa "segala sesuatu itu" harus berawal dari "niatnya".
Maka dari itulah, terkadang kita tidak perlu terus-terusan berkisah tentang kurikulum pembelajaran dengan seperangkat harapan reformasi dan angan-angan revisinya.
Niat belajar juga perlu direformasi, karena semakin lurus niat belajar, apapun yang terlihat, terdengar, serta yang terasa oleh siswa akan jadi pelajaran. Harapan tetingginya adalah, siswa bisa belajar dari dunia serta berhasil membaca realita dari dunia itu sendiri.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H