Jika setengah-setengah, khawatirnya pemahaman si anak tadi akan sempit dan cenderung ingin menyalahkan amalan orang lain yang berbeda darinya. Bila dibiarkan lama-lama, maka ini bahaya, kan?
Tentu saja. bahkan, sampai hari ini pun masih banyak umat dari kalangan muslim yang berdebat gara-gara sebuah perbedaan. Bukannya kita rujuk dalam satu kesimpulan (kaffah), malah tercerai-berai ingin menang sendiri. (Sedih, akutuh!)
Meski demikian aturannya, kita tetap tidak bisa memungkiri fakta bahwa kadar kedalaman ilmu masing-masing sahabat berbeda. Untuk mengakali perbedaan ini, sudah kewajiban kita untuk terus menuntut ilmu minal lahdi ilal lahdi sembari menghargai perbedaan yang ada.
Keempat, Menanamkan Kecintaan kepada Rasulullah bukan Tugas Guru Agama Saja
Kebetulan saya sendiri adalah seorang guru sederhana yang mengajar mata pelajaran agama di sebuah sekolah dasar. Setelah hampir 4 tahun mengemban amanah guru, saya sering menemukan fenomena bahwa tugas-tugas keagamaan sering dibebankan oleh guru agama saja.
Semisal, ada seorang siswa yang mencuri uang temannya atau kedapatan maling rambutan di rumah tetangga. Atas kejadian ini, biasanya guru mata pelajaran lain cenderung meminta agar siswa tadi segera berhadapan dengan guru agama untuk dinasihati. Padahal, sang guru tadi juga bisa, kan?
Syahdan, ada pula kecenderungan bahwa kegiatan ibadah ala cinta Nabi sering dibanding-bandingkan antara guru agama dengan guru mata pelajaran lain. Hal ini bisa kita amati dalam contoh percakapan berikut:
"Wah, Si A puasa Sunnah, ya?"
"Wajar, kan dia guru Agama!"
"Wah, Si X banyak hafal dalil, ya. Keren!"
"Wow, padahal dia bukan guru Agama loh. Tadinya saya juga mengira bahwa dia guru Agama."
Bagaimana? Percakapan di atas sejatinya merupakan pola pikir yang salah, kan? Tentu saja, karena pada dasarnya tiap-tiap orang berhak menyampaikan perkara yang baik. Terlebih lagi jika perkara itu bermuatan tentang kecintaan terhadap Nabi Muhammad SAW.
Toh, yang mau masuk surga bukan guru agama saja, kan? Bahkan, guru agama pun belum tentu masuk surga. Yang jelas, meningkatkan kadar kecintaan kepada Rasulullah adalah jalan untuk menggapainya.
Terakhir, sebagai insan yang penuh dengan kesalahan, kita perlu terus dan senantiasa berbuat baik. Karena, kita tidak tahu kebaikan mana yang akan mengantarkan kita ke surga.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H