Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

3 Persamaan Kompasiana dengan Gula Aren

8 September 2020   16:30 Diperbarui: 8 September 2020   16:54 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai Kompasianers, rasanya kita tak pernah bosan mengulik dan menilik segala sesuatu yang berhubungan dengan Kompasiana. Entah itu tentang tips dan trik kepenulisan, teman-teman K-ners, K-Rewards, fitur terbaru, admin K, hingga suka duka menulis seluruhnya terus tercurah.

Buktinya? Setiap minggu, topik bahasan tentang Kompasiana selalu hadir di beranda para pembaca.

Terkadang, asal dari tulisan itu ialah dari jari-jari manis para Kompasianer pemula.

Tapi, jangan salah! Terkadang pula, cukup banyak para Kompasianer senior dengan "rela hati" untuk ikut meramaikan suasana.

Alasan mereka macam-macam. Ada Kompasianer yang mengaku kembali "turun gunung", ada Kompasianer yang mendeklarasikan tata cara kepenulisan yang "Kenthir", bahkan banyak pula Kompasianer yang membulatkan niatnya secara murni untuk berbagi.

Jujur saja, aku malah senang dengan kehadiran para Kompasianer berikut dengan keriuhan yang mereka ciptakan.

Bagaimana tidak, kalau media yang mengusung jargon "Beyond Blogging" ini adem-adem saja tanpa diwarnai pro-kontra, maka perwujudan "lebih dari sekedar ngeblog" jadi berasa kurang semangat dan kurang bertekad untuk menghadirkan sesuatu yang lebih bermakna bagi khalayak.

Kompasiana.
Kompasiana.

Maka dari itulah, eksistensi Kompasiana juga akan sangat bergantung dengan sepak terjang para Kompasianers-nya. Tapi, aku tidak akan mengulik lebih dalam tentang Kompasiana. Aku takut tenggelam, soalnya aku tak bisa berenang. Hemm

Di usia 1 tahun 2 bulan "berteduh" di Kompasiana, aku mencoba untuk mencocok-cocokkan Kompasiana dengan Gula Aren. Maksa banget kayaknya, ya! Gak masalah. Kalo gak cocok kan tinggal pilih yang lain. Tapi, kalaupun masih berkukuh hati untuk memilihku, ya silakan! Hohoho

Tercatat di sanubariku, ada 3 persamaan antara Kompasiana dengan Gula Aren yang siap dijulurkan oleh jari-jari manis bin bulat ini. Cuz, disimak aja, ya.

Pertama, Menulis di Kompasiana Sama Halnya dengan Membuat Gula Aren

Menulis adalah proses, dan membuat gula aren juga merupakan sebuah proses. Ini sub-persamaan yang pertama. Sedangkan yang kedua, menurutku satu kata yang cukup mewakili antara Kompasiana dengan gula aren adalah "wajan".

Mengapa kok wajan? Sebagai sebuah media menulis online, Kompasiana adalah tempat "masak" alias wajan bagi semua warga.

Tua, muda, remaja, dewasa, hingga purna sungguh tak ada yang berbeda. Bahkan, mayoritas Kompasianer begitu rendah hati dan memilih untuk "menyembunyikan" gelar akademiknya. Semua terus berusaha "memasak" tulisan dengan bumbu yang sedap, kemudian diposting.

Sama halnya dengan Kompasiana, gula aren pun begitu. Sangatlah susah bila ada orang yang mau membuat gula aren tanpa media yang bernama wajan. Tak percaya? Coba saja masak air nira pakai piring plastik!

Memang, soal jenis wajan yang dipilih untuk media membuat gula aren sungguhlah beragam. Pun dengan media online bertajuk platform blog serupa Kompasiana. Sudah menjadi hak kita untuk memilih "wajan" mana yang mau dipakai untuk "memasak" tulisan.

Kedua, Kompasiana dan Gula Aren Sama-Sama "Manis"

Gula aren kalau dicicip sudah pasti manis. Lha, kalau Kompasiana, apanya yang bisa dicicip? Adminnya? Upps. Ampun min. Wkwk

Ketika kita mencicipi dan mengonsumsi gula aren dengan takaran yang "wajar", maka ketika itu pula kita mendapatkan manfaat berupa manisnya gula di bibir hingga sehatnya badan.

Kompasiana juga begitu. Ketika Kompasianer mencicipi dan "mengonsumsi" Kompasiana untuk mencurahkan tulisan dengan takaran yang "wajar", maka ketika itu pula mereka akan mendapatkan nikmat alias "manisnya" Kompasiana.

Interaksi sesama K-ners, tulisan diberi label "Pilihan", "AU", serta "Featured", K-Rewards, hingga pertemuan dua insan Kompasianer di bawah teduhnya warung kopi di dunia nyata adalah sejumput contoh dari kemanisan itu.

Tapi, harapannya, kemanisan ini sebaiknya ditempuh dengan cara yang wajar alias jangan melenceng dari "takaran normal". Lha, wong gula aren saja walau dikonsumsi secara berlebihan juga tidak akan membuat rupa seseorang lebih manis daripada sebelumnya, kan!

Di Kompasiana juga begitu.

Contoh takaran yang tidak normal misalnya, merusuhi akun Kompasianers dengan spam yang isinya iklan produk, memanipulasi viewers demi meraih K-Rewards, hingga memprovokasi salah satu Kompasianer melalui fitur percakapan. Jelas perilaku ini membuat yang manis jadi asam.

Ketiga, Kompasiana dan Gula Aren Terkadang Sama-Sama Suka "Ngaret"

Semanis-manisnya rasa gula aren, pasti ada yang pahit, dan pasti ada sejumput kekesalan dalam proses pembuatannya. Salah satu kekesalan itu adalah, ketika aku mendapati gula aren yang "ngaret".

Istilah ngaret adalah keadaan ketika gula aren tak mau kering saat sudah dimasak, rasanya pahit, dan bila dibiarkan lama-lama, gula aren akan membatu. Sederhananya, gula aren gagal dibuat.

Keadaan ini sungguh membuat galau petani gula aren, bahkan derajat kekesalannya lebih tinggi daripada menerima undangan pernikahan sang mantan yang terselip di bawah pintu rumah.

Terang saja, 6-8 jam memasak air nira, membakar kayu, tapi ending-nya malah gagal. Rasanya mau nangis, tapi keringat sudah habis. Eh, tapi petani gula aren enggak baperan. Emangnya kamu, yang susah move on dari mantan! Upps. Peace!

Gula aren terkadang suka "ngaret", dan bagiku, Kompasiana terkadang juga suka begitu. Kengaretan yang sempat kuamati beberapa bulan ke belakang hingga hari ini adalah, proses "sosialisasi" tulisan K-ners ke media sosial Kompasiana yang terkadang "berat sebelah."

Ada tulisan Kompasianer yang di-share ke twitter dan FB Kompasiana, ada yang cuma sampai ke twitter saja, dan ada pula tulisan yang tidak "disosialisasikan" sama sekali walaupun telah lolos moderasi.

Jawaban admin? Soal sebar-menyebar konten, seingatku admin telah menegaskan bahwa kerjaan tersebut sudah diatur secara otomatis menggunakan mesin. Tapi, kalau tulisan Kompasianer ada yang di-share dan ada yang tidak, bukankah itu kurang adil?

Secara, sedikit banyak dampaknya akan terasa pada penambahan jumlah pembaca artikel. Tapi, lagi-lagi kisah ini terjadi hanya kadang-kadang, sama kadang-kadangnya dengan kasus gula aren yang "ngaret". Toh, pada akhirnya tulisan akan menemui pembacanya, kan?

Jadi, inilah 3 persamaan antara Kompasiana dengan gula aren. Kalau ternyata isinya banyak yang manis, silakan ambil yang manis-manis. Kalau ternyata banyak yang pahit, silakan campurkan gula. Dan kalau ternyata berasa hambar, silakan berkomentar.

Atau, tulisan ini malah berasa terlalu serius? Ya sudah, mari melangkah bersamaku ke jenjang yang lebih serius. Hohoho

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun