6 bulan sudah berlalu, tapi badai pandemi covid-19 belum juga reda. Entah bagaimana nasib negeri tercinta bila kisah ini tak berkesudahan. Yang jelas, nasib bukan untuk diratapi dan ditunggu, melainkan diubah dengan cara berjuang serta berusaha.
Apa usahanya? Pemerintah ingin sekali membangun tembok-tembok kekuatan agar negeri ini tak terjebak di krisis ekonomi yang lebih dalam lagi. Salah satu caranya adalah menyalurkan BLT hingga bansos kepada masyarakat miskin.
Tapi, baru-baru ini ada pula cara baru guna memulihkan sektor ekonomi yang rencananya akan dicoba. Pemerintah akan memberi bantuan bagi karyawan swasta dengan gaji di bawah Rp5 juta per bulan. Jumlahnya cukup lumayan, bahkan 2-3 kali lipat dari gajinya guru honorer.
Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid- 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Erick Thohir mengatakan, setiap karyawan swasta yang memenuhi syarat akan mendapat bantuan Rp 600.000 per bulan selama empat bulan.
"Fokus bantuan pemerintah ini adalah 13,8 juta pekerja non-PNS dan BUMN yang aktif terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan dengan iuran di bawah Rp 150.000 per bulan atau setara dengan gaji di bawah Rp 5 juta per bulan," kata Erick Thohir dalam pernyataan tertulis, Kamis (6/8/2020).
Lebih lanjut, mantan presiden klub Internazionale Milano ini mengutarakan bahwa, tujuan pemerintah menggelontorkan bantuan gaji tambahan ini adalah untuk mendorong konsumsi masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
Terkadang, ingin sejenak kita bermiris hati atas wacana Sri Mulyani, Erick Thohir dan kawan-kawan ini. Terang saja, kalaulah tujuan dari stimulus ini adalah untuk mendorong keaktifan belanja rumah tangga, apakah tidak salah sasaran?
Rakyat miskin dapat BLT, wajar. Para pekerja yang terkena PHK kemudian dapat "uang jajan" Rp600.000, wajar pula. Lha, ini pekerja swasta yang boleh kita bilang sudah "bergaji", wajarkah?
Penilaian para Emak-emak, jelas ini tidak wajar. Tidak adil malahan. Jangan-jangan, slogan "yang kaya makin kaya, dan yang miskin makin miskin" bisa membumi sebentar lagi!
Secara, ada berbagai macam profesi lain yang tak terjangkau alias tak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Katakanlah seperti pekerja bangunan, pedagang eceran, freelance, hingga petani. Boro-boro mau daftar BPJS, dapat gaji untuk beli beras saja mereka sudah beruntung.
Pekerja Swasta yang Bergaji di Bawah 5 Juta Dapat Bantuan, Petani Kapan Ya?
Agaknya, kalau pemerintah mau fokus memperhatikan nasib para pekerja di tengah pandemi, janganlah sekadar melihat dari sisi kacamata kuda. Keadilan dan kesama-rataan perhatian harus dijunjung tinggi di sini.
Terang saja, kalau hanya pekerja swasta yang bergaji di bawah 5 juta yang mendapat bantuan, bisa jadi keirian masyarakat yang berprofesi lain akan membuncah. Kenyataannya, ada pula beberapa profesi yang sampai hari ini kurang disentuh oleh pemerintah.
Petani contohnya. Adakah petani dapat BLT, bansos atau sejenisnya? Petani yang lahannya "numpang" dan berpenghasilan di bawah Rp750.000/bulan mungkin dapat. Tapi, penghasilan para petani sendiri pada dasarnya tidak bisa dikalkulasikan per bulan, kan?
Secara, mana ada tanaman yang bisa langsung panen dalam 1 bulan, kecuali Si Tauge. Tanam cabai misalnya, petani baru bisa memanen si pedas ini setelah 4 bulan. Iya kalau harga panennya sesuai dengan curahan keringat, sesuai dengan modal pupuk, dan terbebas dari hama. Kalau tidak?
Ya mau bagaimana lagi. Kalau bertanam sayur kemudian tak ada toke/agen yang mau beli karena harga murah, maka dibiarkan saja membusuk dan dimakan oleh ulat-ulat tanah. Lalu, apa saja yang sudah petani dapatkan di masa-masa pandemi ini?
Bulan April 2020 lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam rapat kabinet terbatas bersama Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa pemerintah akan memberikan BLT sebesar Rp 600 ribu.
Rinciannya, Rp 300 ribu merupakan bantuan tunai dan 300 ribu itu (untuk) sarana prasarana produksi pertanian. Bantuan Rp 300 ribu untuk sarana dan prasarana pertanian itu terdiri dari alat-alat guna membantu produksi petani seperti bibit, pupuk, dan sarana produksi lainnya.
Apakah bantuan ini sampai kepada para petani?
Kalau tidak salah, pada awal-awal bulan ramadan kemarin Ibu saya mendapat bantuan berupa bibit, racun, dan pupuk. Saya periksa, ada bibit tomat, cabai merah, kangkung, mentimun, sawi, sebungkus pupuk NPK mini dan sejumput polybag.
Tapi, ada yang lucu. Porsi alias kemasan bibitnya itu kecil-kecil. Kata ibu saya, isi bibitnya paling-paling sekitar 50-150 butir saja. Kalau kita beli di toko tani, harga bibit dengan kemasan mini seperti itu sekitar belasan ribu saja.
Nah, pertanyaannya, untuk apa bibit-bibit kemasan mini seperti itu dihadiahkan kepada petani? Untuk ditanam, dan kemudian dipanen? Hahaha, mana cukup untuk dijual. Paling-paling, hasil panen hanya bisa untuk lauk sehari-hari.
Cocoknya ya ditanam di pekarangan atau di halaman samping rumah. Maka dari itulah, kata ibu saya, "mengapa para petani tidak diberikan beras saja?"
Secara, manfaatnya lebih jelas dan terasa di perut. Atau, uang tunai saja sekalian. Lebih banyak maslahatnya. Bisa untuk beli tahu, tempe, bayar listrik, hingga beli kuota internet untuk anak-anak belajar.
Dan sekarang, pemerintah mengumbar wacana akan memberikan bantuan sebesar Rp600 ribu kepada para pekerja swasta. Enak dong mereka? Sedangkan para petani makin sengsara.
Agaknya pemerintah kurang serius memperhatikan sektor pertanian negeri ini. Kalau memang gunanya bantuan adalah untuk pemulihan ekonomi negeri dan memacu keaktifan belanja rumah tangga, maka tak usah kasih petani bibit-bibit dan pupuk ukuran mini. Kasih saja uang.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H