Terang saja, kalau hanya pekerja swasta yang bergaji di bawah 5 juta yang mendapat bantuan, bisa jadi keirian masyarakat yang berprofesi lain akan membuncah. Kenyataannya, ada pula beberapa profesi yang sampai hari ini kurang disentuh oleh pemerintah.
Petani contohnya. Adakah petani dapat BLT, bansos atau sejenisnya? Petani yang lahannya "numpang" dan berpenghasilan di bawah Rp750.000/bulan mungkin dapat. Tapi, penghasilan para petani sendiri pada dasarnya tidak bisa dikalkulasikan per bulan, kan?
Secara, mana ada tanaman yang bisa langsung panen dalam 1 bulan, kecuali Si Tauge. Tanam cabai misalnya, petani baru bisa memanen si pedas ini setelah 4 bulan. Iya kalau harga panennya sesuai dengan curahan keringat, sesuai dengan modal pupuk, dan terbebas dari hama. Kalau tidak?
Ya mau bagaimana lagi. Kalau bertanam sayur kemudian tak ada toke/agen yang mau beli karena harga murah, maka dibiarkan saja membusuk dan dimakan oleh ulat-ulat tanah. Lalu, apa saja yang sudah petani dapatkan di masa-masa pandemi ini?
Bulan April 2020 lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam rapat kabinet terbatas bersama Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa pemerintah akan memberikan BLT sebesar Rp 600 ribu.
Rinciannya, Rp 300 ribu merupakan bantuan tunai dan 300 ribu itu (untuk) sarana prasarana produksi pertanian. Bantuan Rp 300 ribu untuk sarana dan prasarana pertanian itu terdiri dari alat-alat guna membantu produksi petani seperti bibit, pupuk, dan sarana produksi lainnya.
Apakah bantuan ini sampai kepada para petani?
Kalau tidak salah, pada awal-awal bulan ramadan kemarin Ibu saya mendapat bantuan berupa bibit, racun, dan pupuk. Saya periksa, ada bibit tomat, cabai merah, kangkung, mentimun, sawi, sebungkus pupuk NPK mini dan sejumput polybag.
Tapi, ada yang lucu. Porsi alias kemasan bibitnya itu kecil-kecil. Kata ibu saya, isi bibitnya paling-paling sekitar 50-150 butir saja. Kalau kita beli di toko tani, harga bibit dengan kemasan mini seperti itu sekitar belasan ribu saja.