"Udah lah, Yank. Kita makan bakso granat, yuk. Aku lapar!"
Aku terlupa! Hari ini sudah hampir jam 2 siang dan kekasihku belum makan. Biasanya setiap kali bertemu aku selalu menawarkan kepada Dilla bahwa kita akan makan apa. Sesekali dia mau makan mie ayam, kadang makan ayam geprek, dan sebulan sekali mau makan sate.
Ya, aku ingat betul tentang apa-apa saja makanan kesukaan kekasihku. Wajar, sudah 4 tahun kita berpacaran dan hingga saat ini aku belum menemukan perempuan lain secantik dirinya.
Mungkin, tahun depan jika tak ada halangan yang berarti, kita akan segera menikah. Dalam sisa petualangan cinta ini, aku hanya tinggal menanti restu dari ayahnya Dilla. Satu tahun lalu, sudah kuungkapkan komitmenku. Dan, aku bersungguh-sungguh.
***
"Mang, saya pesan bakso granatnya 2 porsi, ya. Masing-masing dobel granat, tidak pake bawang daun dan pake mie putih saja!"
Lagi-lagi aku kembali terkejut. Tidak biasa-biasanya kekasihku  memesan bakso granat versi jumbo. Dobel granat, cukup terbayangkan olehku betapa laparnya kekasihku. Tapi, karena granat itu pedas, jangan-jangan dia sudah tak peduli lagi dengan lambungnya!
"Kamu yakin, Yank? Dobel granat ini loh, dobel pedasnya!"
"Yakin dong, Yank. Kan, kalo aku sudah kepedasan, ada manismu sebagai penawarnya!"
Aku tersentuh. Perasaanku, baru saja hatiku mekar semekar-mekarnya. Dan, saat itu aku juga mulai yakin bahwa kekasihku sudah pulih dari merajuknya. Perasaan Dilla sudah normal kembali, persis seperti waktu pertama kali kita makan bakso bersama.
***