Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Inilah 3 Kesulitan Terbesar Saat Mengajar SD di Pelosok

22 Juni 2020   20:05 Diperbarui: 23 Juni 2020   16:59 996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto guru SD sedang mengajar di kelas III. Dok. Ozy V. Alandika

Kata guru-guru senior saat saya bekerja di SMP dua tahun lalu, mengajar SD itu cenderung enak, asyik, dan mudah. Menurut opini sekilas mereka, anak-anak SD itu mudah diatur dan materinya tidak sampai seberat batu gunung.

Karena hanya berupa opini sekilas, saya pun sempat berpikir dan mengambil kesimpulan sekilas pula di waktu itu. 

Saya ingat-ingat sebentar kenikmatan sekolah di masa-masa SD, dan kemudian muncullah persepsi bahwa mengajar di SD mungkin cukup mudah.

Wajar kiranya persepsi ini muncul baik dari alam pikir saya maupun guru-guru senior yang mengajar di SMP.

Secara, materi anak-anak SMP semakin bertambah tahun semakin kompleks dan susah. Rasa-rasanya kalau seorang guru setop baca buku sebentar saja, langsung hilang rumus dan dalil yang sebelumnya merekat kuat dalam ingatan.

Hanya saja, kalau guru-guru SMP punya anggapan bahwa mengajar di SD lebih mudah, berarti guru-guru SD bisa saja menilai bahwa mengajar di TK/PAUD lebih mudah lagi, kan?

Walaupun hanya persepsi sekilas tapi jika terus digeluti tidak akan ketemu ujungnya. Gara-gara ini, mungkin saja ada orang yang menganggap bahwa mengganggur itu lebih mudah! Hemm

Kenyataannya, setiap profesi guru dengan berbagai tingkatan satuan pendidikan punya kesulitan masing-masing dan kesulitan itu juga saya alami sebagai guru SD.

Pada awalnya saya cukup yakin bahwasannya mengajar di SD itu relatif mudah, santai dan tidak melelahkan. Tapi setelah dijalani? 

Ada juga kesulitan-kesulitan yang menjadi tantangan besar bagi saya. Tambah lagi, saya mengajar di SD pelosok. Semakin terasa kesulitannya.

Bukan soal jarak, bukan pula soal kemiskinan teknologi dan fasilitas pembelajaran. Menurut saya, kesulitan terbesar sebagai guru di SD pelosok adalah pada saat mengajarnya.

3 besar kesulitan itu adalah soal penggunaan bahasa, soal memilih kata dan kalimat saat mengajar, serta peletakan "batu pertama" karakter dan ilmu kepada siswa.

Kesulitan Pertama: Penggunaan Bahasa

beritasatu.com
beritasatu.com

Saat pertama kali tiba di SD pada bulan April 2019 lalu, saya sempat berpikir bahwasannya tidak akan ada kesulitan yang berarti tentang penggunaan bahasa siswa pada waktu belajar di kelas. Terang saja, mereka kan dulunya pernah TK!

Tapi nyatanya? Pertama kali masuk dan mengajar di kelas I dan II saya dibuat kacau oleh berbagai percakapan serta pertanyaan siswa yang menggunakan bahasa daerah, bahasa Serawai saat itu.

Walaupun bahasa ini cukup familiar di provinsi Bengkulu dan beberapa kalimatnya cukup bisa dicerna, tetap saja saya kebingungan menebak-nebak arti dari kata Keting (kaki), Kinak (lihat), Ngajung (menyuruh), serta Sutiak (satu) yang sering diucapkan anak-anak.

Sesekali saya tidak segan bertanya "Bahasa Indonesianya apa ya?" kepada mereka. 

Kalau pertanyaan itu saya lempar ke kelas II, mereka biasanya menjawab. Tapi kalau ke kelas I? Anaknya malah diam saja, bahkan ikut bingung dengan apa yang saya ucapkan. Hahaha

Gara-gara pengalaman yang menantang ini, akhirnya saya mulai menyibukkan diri mempelajari bahasa Serawai. 

Cukup sulit memang, bahkan lebih mudahlah belajar Bahasa Inggris. Tapi tak mengapalah, yang penting perlahan-lahan bisa menguasai.

Dari sinilah kemudian saya menyadari bahwa memahami bahasa daerah itu sangat penting bagi seorang guru. Nah, tantangan beratnya adalah selain harus mengetahui tentang bahasa Serawai, saya juga harus membiasakan anak-anak untuk fasih dan lancar berbahasa Indonesia.

Ini kesulitan besar, bukan? Tentu saja. Guru di SD pelosok hampir seperti dua kali kerja. Jadi, semangatnya juga harus dua kali lipat daripada guru SD di kota-kota besar.

Kesulitan Kedua: Memilih Kata/Kalimat Sederhana dalam Mengajar

Foto guru SD sedang mengajar di kelas III. Dok. Ozy V. Alandika
Foto guru SD sedang mengajar di kelas III. Dok. Ozy V. Alandika
Usia SD adalah usia di mana anak-anak berbahagia dan senang bermain, makanya tidak salah bila ada guru yang merekatkan aktivitas belajar sambil bermain demi menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.

Terang saja, pembelajaran yang terkesan monoton dan suka membuat kepala anak-anak "berasap" hanya akan melahirkan rasa bosan semata. Begitu pula dengan sikap dan pemahaman mereka saat belajar di kelas.

Jika anak-anak SD merasa kesulitan memahami apa yang disampaikan oleh guru--entah itu kalimat perintah, penjelasan, serta kesimpulan--maka mereka akan cepat bosan. Beruntung bila ada siswa yang berterus terang yang bertanya kepada guru "idak ngerti, Pak!", kalau tidak?

Pembelajaran di kelas jadi kurang asyik dan kesan anak kepada guru jadi kurang begitu "wah". Tapi, apakah mengajar dengan terbiasa memilih kata/kalimat sederhana itu mudah?

Sayangnya menumbuhkan kebiasaan seperti itu tidaklah mudah, terlebih lagi bagi saya yang sebelumnya mengajar di SMP rujukan tapi kemudian pindah ke SD yang cukup pelosok.

Di SMP, biarpun saya menggunakan kata/kalimat yang cukup berat seperti istilah, bahasa Inggris, maupun bahasa Arab, anak-anak masih mudah memahami dengan cara bepikir kritis maupun sintesis.

Tapi di SD? Saya harus berbicara menggunakan kata/kalimat yang dekat dengan mereka. Contohnya saat pertama kali saya mengajar menggunakan proyektor LCD/infocus.

Karena sebelumnya mereka tidak pernah dekat dengan teknologi pendidikan maupun alat-alat digital, maka kata infocus, LCD maupun proyektor masih asing di telinga anak-anak. Lalu, apa istilah yang mereka tahu? Ternyata, selama ini mereka menyebut infocus=layar tancap.

Begitu pula dengan berbagai istilah rumit lainnya. Anak-anak SD tidak bisa memahami makna kata secara cepat hanya dengan menghafal maupun mendengar penjelasan guru semata.

Mereka perlu mengalami dan kalaupun diminta membayangkan, minimal sesuatu yang dibayangkan itu dekat dengan kehidupan sehari-hari mereka. Nah, inilah hal yang cukup sulit untuk dihadapi seorang guru di SD pelosok. Butuh kesabaran yang luar biasa.

Kesulitan Ketiga: Meletakkan "Batu Pertama" Karakter dan Dasar Ilmu

Gambar oleh Manfred Richter dari Pixabay 
Gambar oleh Manfred Richter dari Pixabay 

Bagi seorang guru SD, peletakan karakter dan dasar ilmu kepada anak-anak adalah kesulitan sekaligus tantangan yang tidak ringan. Disebut sulit karena yang diajarkan adalah karakter-karakter dan ilmu dasar. Disebut tantangan karena tanggung jawabnya begitu besar.

Ibaratkan peletakan batu pertama sebuah proyek pembangunan, seorang guru SD mesti memiliki komitmen yang kuat untuk membentuk fondasi karakter dan ilmu pengetahuan yang kemudian disalurkan kepada anak-anak.

Jika fondasi keduanya tidak kuat, bagaimana? Ini alamat bahaya dan bisa saja guru SD celaka. Mengapa?

Karena SD adalah permulaan untuk mengajarkan karakter dan ilmu pengetahuan, maka guru punya tanggung jawab untuk menyampaikan karakter yang benar secara benar, serta mengajarkan ilmu yang benar secara benar. Kalau terbolak-balik, guru bisa dapat dosa jariyah!

Contohnya? Sederhana saja. Misalnya ada guru SD membolehkan anaknya menyontek saat ujian. Karena dulu dibolehkan, akhirnya tertanamlah karakter menyontek hingga anak itu dewasa.

Nah, kalau sudah seperti ini berarti selama anak tadi masih menyontek dan tidak sadar dengan kesalahan itu hingga ia dewasa, selama itu pula dosa-dosa akan mengalir untuk gurunya. Inilah yang disebut dosa jariyah. Sulit dan ngeri, kan?

Jadi, wahai guru, berhati-hatilah dalam mengajar. Jangan sampai salah-salah menuangkan ilmu dan karakter karena anak-anak bisa saja meniru apa-apa saja yang disampaikan/diajari oleh gurunya.

Meski begitu, tak perlu takut. Selama yang guru ajarkan adalah kebaikan, selama itu pula guru akan mendapatkan pahala jariyah yang terus mengalir hingga hari kiamat tiba. Luar biasa, kan? Terpenting, tetap semangat selalu dan selalu bersemangat.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun