Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Cerpen: Hilal dan Es Oyen Bundaran

23 Mei 2020   23:20 Diperbarui: 23 Mei 2020   23:17 1277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hilal. Gambar dari Mudvis via freepik.com

"Hilal telah tampak, bang Alzam!"

Begitu teriak Falisha kepadaku yang masih sibuk bercengkramah dengan gadis penjual es oyen di dekat bundaran. Sontak saja aku terperanjat. Kukira Falisha langsung cemburuan dengan sikap gadis es oyen yang sempat menebar senyum lebih dari 5 detik kepadaku.

Kuberi tahu, Falisha memang selalu begitu. Setelah hampir 6 tahun mengarungi samudera percintaan bersama perahu yang kita tumpangi bersama, sosok gadis imut yang sering menirukan gaya hijabnya Laudya Chintia Bella ini begitu posesif.

Jangankan gadis penjual es oyen, kepada bibi tukang bakso saja Falisha langsung marah-marah. Kejadiannya tepat 2 tahun yang lalu saat kita berbuka puasa bersama di sebuah warung bakso.

Hanya gara-gara aku terlalu lama berbincang dengan bibi penjual bakso, mata Falisha langsung menjelit tajam menusuk sampai ke hatiku. Wajar kugemetar, dari hari itu hinggalah hari ini rasa sayangku tidak berubah. Tambah sayang, malahan.

***

"Bang, besok beneran lebaran, loh!"

Falisha langsung memangkas kekhawatiran sekaligus prasangka burukku kepadanya. Aku lega, kukira Falisha mau memarahi gadis penjual es oyen. Untungnya tidak. Saat kupikir lagi, tidak mungkin Falisha mau mencak-mencak dan menaruh rasa cemburu yang berlebihan.

Es Oyen. Gambar oleh Reza Iqbal via idntimes.com
Es Oyen. Gambar oleh Reza Iqbal via idntimes.com

6 tahun sudah kita selalu beli es oyen di sini dan selama itu aku belum pernah menaruh rasa kepada gadis lain. Bundaran yang dekat ini bisa jadi saksi. Kuyakin sepenuhnya, Falisha pasti lebih mengerti dan dewasa.

"Pas banget, dek. Berarti malam nanti kita bisa takbiran di masjid masing-masing, kan?"

"Sabar, bang. Kita berbuka dulu, deh. Nanti malam, abang jangan lupa ya. Harus ikut takbiran. Pake mikrofon, oke!"

Falisha mengangkat tangan kanannya seraya menunjukkan kode "oke" kepadaku. Aku tak bisa berkata-kata lagi. Harapan Falisha kepadaku begitu tinggi. Malahan, mataku jadi salah fokus gara-gara melihat cincin indah yang melingkar di jari manisnya.

Ya, aku jadi teringat masa-masa awal kita bertunangan. Waktu itu, tepatnya tanggal 24 Agustus 2019 aku telah berjanji sepenuhnya kepada sang Ibunda agar terus menjaga dan melindungi Falisha, hingga nanti. Sampai kode restu itu tiba.

Beruntung tadi Falisha terucap kata "takbiran" sehingga aku masih bisa menggerakkan separuh mata tanda mengiyakan, sembari berjalan menuju tempat duduk di sampingnya.

Aku malah berpikir, mungkin Falisha rindu dengan irama Nahawand yang sering kugaungkan saat azan dan Qira'ah.

Sebenarnya, gara-gara irama Nahawand itu jugalah sang Ibunda Falisha membolehkanku bertunangan dengan anak gadisnya. Kalau saja aku tak pandai mengaji, mungkin sudah ditolak mentah-mentah oleh Ibunda. Jujur saja, dari segi fisik aku sangat jauh dari kata sempurna.

***

"Bang, ini es oyennya sudah selesai. Totalnya Rp30.000."

Cepat sekali pesanannya selesai. Perasaanku kita baru saja datang dan aku baru saja duduk. Tapi wajar, sih. Sang gadis penjual es oyen hanya tinggal menuangkan batu es dan sirup, lalu membungkusnya. Cuma 5 bungkus es oyen, berarti akunya saja yang terlalu lama berkhayal.

"Bang Alzam, kok diam saja, sih. Tadi kan aku sudah teriak bahwa hilal telah tampak!"

Aku kaget bukan kepalang. Perasaanku, dugaanku, dan keyakinanku, hilal yang dimaksud oleh Falisha adalah lebaran esok hari. Benar, bahkan aku meyakininya hingga 100%. Bagaimana mungkin aku salah dalam menebak, toh sudah 6 tahun kita berlabuh.

Hari sudah sore dan 15 menit lagi waktunya berbuka puasa. Aku berpikir lagi, mungkin sangat wajar bahwa aku salah tebak. Atau, apa malah Falisha yang kembali menaruh cemburu pada gadis sang penjual es oyen? Kok aku malah berkecamuk sendiri!

"Hilal bahwa besok kita lebaran kan, dek?"

"Lebih dari sekadar itu, bang. Coba tebak lagi!"

"Hilal bahwa malam nanti akan ada bulan baru, iya kan dek?"

"Duh, salah melulu nih abang. Kok nggak peka banget, sih. Abang ke sini, deh. Buruan!"

Dengan langkah kaki keheranan, aku segera mendekati Falisha. Aku takut, aku masih takut jangan-jangan nanti malah ditampar gadisku. Falisha segera menarik kerah bajuku sembari menunjukkan pesan yang tertera di HP-nya.

Kubaca pesannya, "Falisha, tolong belikan Bunda es oyen yang ada di dekat bundaran 5 porsi ya. Ajakin bang Alzam tuh. Biar Bunda nggak khawatir kalo ada apa-apa nanti di jalan!"

Oh, ternyata itu. Rupa-rupanya puasa terakhir ini cukup berbeda. Jarang-jarang Ibunda Falisha memintaku untuk menemani anak gadisnya. Berarti es oyen yang kupesan ini adalah es oyen yang spesial karena akan dipersembahkan untuk sang Ibunda Falisha tercinta.

"Bukan pesan yang itu, abang! Scroll lagi, yang bawah ini, loh!"

Ah, ternyata fokusku benar-benar telah berada di luar jangkauan. Ingin rasanya kumeminta maaf kepada Falisha atas segala prasangkaku terhadapnya hari ini. Tapi... Ah, nantilah. Aku masih penasaran tentang apa pesan sang Ibunda selanjutnya.

Kulihat lagi dengan jeli, ada gambar bunga berwarna biru dengan bingkai yang begitu menawan. Di sudut atas gambar tertera tulisan, "Curup, 24 Syawal 2020. Falisha & Alzam"

"Benarkah ini hilalnya, dek?"

Mataku berkaca-kaca. Aku terlalu girang dengan luar biasa setelah 6 tahun penantian tunggu. Ternyata ramadan tahun ini telah menjadi ramadan pelepas masa lajangku. Ternyata juga, Ibunda Falisha sudah mau repot-repot memesan undangan untuk hari kemenangan kita nanti.

Wajar saja dari tadi wajah Falisha lebih indah daripada biasanya. Aku bersyukur, alhamdulillah.

"Bang, aku tak sabar lagi mendengar irama Nahawand di hari akad kita nanti. Kita hidangkan es oyen buatan sang gadis ini di prasmanan, ya."

"Siap, dek. Sampaikan salam abang kepada Ibundamu, alias calon Ibundaku juga."

"Josss, bang."

Es oyen sudah kubayar. Falisha berpulang ke arah utara bundaran, dan aku berpulang ke arah timur bundaran. Aku terus berteriak dalam hati seraya bertakbir, "Hilal telah tampak, Allahu Akbar. Hilal telah tampak, Allahu Akbar. Hilal telah tampak, Allahu Akbar."

Salam.
Ozy V. Alandika.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun