Dari sini, agaknya karakter anak muda negeri ini butuh perbaikan karakter secara mendesak. Kasihan dengan wajah pendidikan, jika harus terus mendapat tamparan telak.
Tamparan 2: Stigma Kurikulum Pendidikan
Kalau sudah berpijak ke kurikulum dan menteri, biasanya ada-ada saja stigma yang tertinggal di benak para pendidik dan masyarat di berbagai sudut bumi Indonesia. Stigma yang populer adalah "Ganti Menteri, Ganti Kurikulum."
Jangankan pendidik, para pelajar pun bisa jadi ikut berstigma terhadap kurikulum. Terang saja, sebagian dari mereka pernah menjalani sistem uji coba Kurikulum 2013. Dari sana, mereka pasti berbicara banyak tentang bagaimana repotnya mencari materi dan keruwetan Tematik.
Tambah lagi jika kita sandingkan kurikulum dengan bencana Covid-19, maka semakin sakitlah kening ini karena harus ditepuk dengan tangan sendiri.
Bagaimana tidak sakit, sejak wabah coronavirus melanda kurikulum kita tampak banyak cacatnya. Buktinya? Beberapa kali KPAI menegaskan permintaannya kepada Mas Nadiem untuk ganti kurikulum. Padahal, ganti kurikulum itu susah, tidak semudah ganti baju.
Jika sudah seperti ini, bagaimana stigma tadi bisa berubah, apalagi menghilang. Tapi, semoga saja kebijakan Merdeka Belajar Mas Nadiem mampu berbicara banyak dan menghapus stigma pendidikan.
Tamparan 3: Senjangnya Sarana dan Prasarana Pendidikan
Sebenarnya di awal-awal terpilihnya Mas Nadiem sebagai Mendikbud, praduga senjang pendidikan dari sisi sarana dan prasarana cukup sering digaungkan. Penyebabnya adalah kehebatan Mas Nadiem dalam meramu Gojek.
Dari sana, digencarkanlah isu-isu digitalisasi yang yang membuat pendidikan di negeri ini serasa terkejut.
Bagaimana tidak terkejut, entah karena negeri ini terlalu luas atau malah belum mampu memberikan fasilitas pendidikan yang mumpuni, akhirnya sekolah-sekolah pelosok berasa seperti gerbong kereta yang tertinggal.