Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

"Merusuh" di Grup WA, Cara Jitu Hadirkan Silaturahmi Walau Tak Jumpa

1 Mei 2020   07:35 Diperbarui: 1 Mei 2020   08:00 6261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekaranglah saatnya "Perusuh" di Grup WA beraksi. Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay 

Banyak cara yang dilakukan penduduk bumi untuk tetap menjalin silaturahmi. Entah itu antar sesama rekan kerja, keluarga atau bahkan kenalan yang ditemukan di dunia maya, selalu ada perjuangan untuk menerbitkan pengakuan bahwa kita semua bersaudara.

Ada yang sering datang dari rumah ke rumah untuk sekadar menyapa dan minum kopi bersama, ada yang mengatur jadwal kumpul bersama di suatu tempat, bahkan ada pula yang datang sesekali dengan niat menyebar undangan.

Yang sering singgah, barangkali masih mudah untuk dicari. Begitu pula dengan kumpul-kumpul alias reuni. Bulan ramadan bisa jadi momentum untuk bersua bersama dengan misi menebar kebaikan dan mencari pahala.

Tapi, kalau yang hanya datang sesekali untuk sekadar menyebar undangan? Kadang mereka mudah sekali hilang, saat kita cari ternyata mereka sudah berada di luar provinsi. Padahal, kan mau nyebar undangan juga! Upps

Namun, suasana hari ini sudah cukup berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Nuansa ramadan agak sepi sebagai imbas dari pagebluk alias wabah Covid-19. Acara berbuka puasa bersama kerabat dan keluarga mesti dibatasi hanya di rumah. Begitu pula dengan kegiatan reuni.

Akibatnya, komunikasi tatap muka jadi sedikit terhenti. Bahkan, karena sudah lama tidak mengobrol dengan orang banyak secara langsung, penataan kata-kata dalam berkomunikasi secara lisan mulai agak kacau. Lagi-lagi ini adalah efek dari kelamaan di rumah saja.

Tidak hanya itu, ada dampak lain yang lebih mengkhawatirkan dari terbatasnya kesempatan komunikasi lisan secara langsung, yaitu jalinan silaturahmi yang mulai renggang.

Bagaimana tidak renggang, walaupun hari ini kita sudah berada di atas lantai dunia digital, kebanyakan orang lebih suka bersilaturahmi secara langsung. Entah itu dengan kenalan, teman, sahabat, serta keluarga, adanya media digital hanya digunakan sebagi perantara.

Kecenderungan ini bukanlah tanpa alasan. Yang jelas, saat bertatap muka komunikasi juga akan lebih terasa dan terbuka. Beda halnya dengan komunikasi di dunia maya, walau kadang penuh dengan gombalan, tetap saja masih tidak berasa nyata. Jadi, kasihan kan yang baper!

Meski demikian, karena pagebluk Covid-19 belum selesai melanda, kita tidak bisa banyak bicara. Silaturahmi harus tetap berjalan, meskipun dibatasi hanya dengan media sosial. Dalam hal ini, Whatsapp bisa jadi media yang cukup jitu untuk menghadirkannya kembali.

"Merusuh" di Grup WA, Cara Jitu Hadirkan Silaturahmi Walau Tak Jumpa

ilustrasi grup WA. Gambar dari digitalponsel.com
ilustrasi grup WA. Gambar dari digitalponsel.com
Mengapa harus media WA? Salah satu aplikasi media sosial yang didirikan oleh Jan Koum dan Brian Acton ini lebih sering digunakan banyak orang untuk berkomunikasi, terutama untuk sesama rekan kerja.

Bukannya ingin menyampingkan media sosial sejenis seperti Telegram, Instagram, Twitter maupun Messenger, penggunaan Whatsapp lebih nyaman dan cukup untuk memenuhi kebutuhan seseorang dalam bermedia. Begitu pula dengan saya sendiri.

Karena kebutuhan akan informasi dan silaturahmi, dibentuklah banyak grup WA. Bahkan, hingga saat ini komunikasi utama terhadap sesama rekan kerja dan alumni full seutuhnya dimulai dari WA.

Kadang, hampir setiap hari grup WA dibanjiri dengan ratusan hingga ribuan chat. Isinya beragam. Mau cari informasi penting, ada. Mau cari hiburan, ada. Bahkan, mau cari hal-hal yang tidak penting pun ada.

Tapi, kalau chat di grup isinya kebanyakan tentang hal-hal yang tidak penting, maka bersiaplah. Akan banyak anggota grup yang keluar karena pusing dan dianggap memenuhi memori HP serta menghabiskan kuota. Seminggu kemudian? Malah chat admin grup, mau gabung lagi.

Grup WA memang begitu. Jikalau ada hal-hal penting, maka akan banyak anggota grup yang timbul dan berpartisipasi. Sebaliknya, jika sudah sepi dan tiada informasi-informasi yang berarti, maka grup tadi terasa sepi sunyi. Entah ke mana orang-orang yang rusuh tadi.

Karena hari ini ramadan juga kesepian, maka cara jitu untuk tetap menjalin silaturahmi adalah melalui media sosial seperti grup WA. Momentum kali ini cukup pas, dan inilah saatnya para "perusuh" memulai pekerjaannya.

Jangan salah-salah, dalam grup WA kehadiran perusuh alias seseorang yang memulai percakapan begitu penting. Selagi masih dalam takaran chat yang wajar, keberadaan perusuh di grup WA begitu dinantikan.

Jujur saja, akan bosan kiranya jika isi grup WA hanyalah share informasi-informasi penting dan kata-kata baku yang dicomot dari KBBI. Di saat ramai dan sibuk, mungkin kita butuh informasi yang penting-penting saja, tapi di saat sepi kita tetap butuh hiburan, kan?

Aksi
Aksi "perusuh" grup WA yang meramaikan suasana. Diedit dari radarindo.co.id

Di bulan ramadan ini, biasanya kerusuhan di grup WA adalah hiburan tentang THR. Karena sepi, perusuh grup sering memancing kehadiran anggota untuk berkomentar dengan menampilkan gambar-gambar unik dan disertai sindiran tajam. Misalnya:

"Siapa yang enggan berkomentar dikeluarkan dari grup, dan tidak dapat THR dari kepala sekolah!"

Begitulah awal "kerusuhan" di grup WA sekolah yang sering saya temui akhir-akhir ini. Dari sindiran tadi, pasti banyak guru-guru senior dan junior yang hadir dan menumpuk-numpuk chat di grup.

Awalnya memang sekadar mengapresiasi dengan mengirimkan emoji senyum maupun tertawa, tapi ujung-ujungnya akan hadir pertanyaan tentang kabar diri, kabar keluarga, kabar pekerjaan hingga kabar tentang buat kue lebaran.

Dari sinilah kemudian silaturahmi sesama anggota grup akan kembali menguat. Selama kerusuhan yang dimunculkan tadi tidak jauh melanggar batas alias etika bermedia sosial, maka seisi grup tetap akan menganggut dan menerima hiburan dengan lapang dada.

Andaipun grup WA tadi sudah mulai sepi layaknya TPU alias kuburan, tidak jarang ada beberapa anggota grup yang memilih melanjutkan chat via japri, istilah kerennya "Jalur Pribadi". Di sanalah jalinan tali silaturahmi akan menguat dan mengikat.

Meski demikian, yang cukup susah untuk dilakukan demi menyambung silaturahmi melalui grup WA adalah memulai percakapan. Anggota grup yang masih muda, cenderung takut dan segan untuk memulai. Begitu pula dengan anggota grup WA yang sudah senior.

Dalam hal ini, saya mengambil ungkapan peribahasa Rejang:

"Titik Jibeak Maghep Anak, Tuwei Ati Teu Si Bapak"

"Kecil Jangan Dianggap Anak, Tua Tidak Tahu Jika Bapak"

Maknanya, usia tidak selalu jadi patokan untuk memperoleh ilmu dari seseorang. Belum tentu yang lebih muda wawasannya juga muda, dan belum tentu pula yang lebih tua pengalamannya pasti tua.

Jadi, walaupun hanya sebatas percakapan di grup WA, jangan terlalu segan untuk memulai segala sesuatu yang baik. Tambah lagi jika ini tentang menguatkan tali silaturahmi, maka komunikasi via media sosial akan memberikan dampak yang cukup terasa di hati.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun