Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Guru, Mulai dari Terpaksa, Menjalani, dan Betah

29 April 2020   21:45 Diperbarui: 29 April 2020   21:54 1008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesulitan-kesulitan dalam mengajar dan membina segera dipermudah oleh Allah melalui perantara guru-guru yang sangat terbuka dan menyenangiku. Murid-muridnya pula demikian bahagia, seakan-akan aku jadi orang penting di sana.

Di sinilah cinta mengajar itu datang. Aku mulai betah dengan spidol, papan tulis, berikut dengan penghapusnya. Tapi sayang, waktu PPL hanya 3 bulan dan aku harus kembali ke bangku kuliah. Ya, untuk mulai menggarap sawah. Ehhh, skripsi maksudnya.

Menjelang pamit dari SMP Negeri 1 Rejang Lebong, mataku begitu berbinar. Agaknya aku sedih, tapi di sisi lain banyak guru yang menawarkan agar nanti setelah lulus aku mengajar di sana saja. Sontak saja, aku mengiyakan. Good bye SMP, Good bye murid-muridku!

PPL selesai, akhirnya aku masuk semester akhir. Proposal, skripsi, berikut dengan bau dosennya mulai melekat padaku. Tampaknya cukup sibuk dan waktuku begitu terkuras.

Aku pun terpaksa harus memberhentikan sementara pembelajaran BTA di rumah karena harus fokus dengan skripsi. Sebenarnya skripsinya tidaklah terlalu susah, tapi dosennya sering hilang timbul. Sungguh mengusik waktu, tapi ini adalah proses.

Semua gundah, duka, gembira sudah terjalani dan akhirnya aku selesai ujian skripsi. Lulus? Alhamdulillah. Tepatnya tanggal 20 Oktober 2016 aku wisuda dan mendapat gelar wisudawan terbaik jurusan PAI. Ada keanehan tersendiri yang berkali-kali singgah di hatiku.

Nilai IQ-ku tinggi di numerikal dan rendah di verbal, tapi aku malah beprestasi di bidang PAI yang sejatinya penuh dengan verbalistis. Mulai detik itulah aku tidak percaya lagi dengan yang namanya angka-angka IQ.

Wisuda selesai dan liburan pun menjelang. Karena belum dapat kerja, aku pun kembali dengan profesi guru BTA. Banyak teriakan di sana-sini: "kerja di mana zy!", tapi baru bisa aku jawab dengan senyuman.

Sempatku bertanya pada salah satu guru di SMP tempatku PPL kemarin, tapi jawabnya guru PAI masih penuh. Tidak mengapa, karena mencari pekerjaan di era globalilasi memang susah.

Sudah susah, aku pun dapat masalah. Aku kedatangan kakak kelas sewaktu SMA yang menawarkan pekerjaan sebagai sales produk. Aku menolak sekaligus sakit hati. Hari itu, ia menyindir profesiku sebagai guru BTA dengan mengatakan:

"Kamu tidak mungkin jadi guru BTA selamanya!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun