Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Janjinya Bulan Depan Cetak Biru Pendidikan Kita Sudah Siap, Iya Kan Mas Nadiem?

27 April 2020   21:20 Diperbarui: 29 April 2020   10:25 2776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika dihitung dari akhir Oktober 2019 kemarin sampailah bulan ini, berarti Mas Nadiem sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sudah memasuki 6 bulan masa kepemimpinan. Andai kita sandingkan dengan umur jagung manis, rasanya sudah bisa panen 2-3 kali.

Begitu pula dengan ragam kebijakan yang Mas Nadiem telah lahirkan. Kebijakan Merdeka Belajar saja sudah dirilis sampai 4 episode. Saya sebut saja episode 4, yaitu "Program Organisasi Penggerak" yang melibatkan berbagai sekolah dan organisasi masyarakat.

Dari masing-masing episode Merdeka Belajar ini, sebagian darinya sudah cukup terasa dan sampai ke masyarakat. Misalnya saja, penghapusan Ujian Nasional (UN). Bahkan, UN dihapuskan lebih cepat dari jadwalnya dengan "bantuan" virus Covid-19.

Misalnya lagi, kebijakan menaikkan anggaran serta memberlakukan 50% Dana BOS untuk kesejahteraan guru honorer. Sedangkan kebijakan-kebijakan lain mungkin akan segera menyusul, tepatnya setelah situasi dan kondisi negara Indonesia sudah aman dari wabah ganas.

Tunggu, sepertinya ada yang kurang! Menggali kembali pernyataan Mas Nadiem di akhir tahun 2019, beliau pernah berjanji akan menyampaikan Blue Print alias cetak biru pendidikan dalam waktu 6 bulan jabatannya.

"Blue print untuk ke mana ini arah pendidikan sudah dibuat tapi ini tidak bisa tergesa-gesa ya. Membutuhkan benar-benar (waktu) karena kita sudah banyak materi, riset, tapi harus dikemas suatu strategi."

Begitulah ucap Mas Nadiem pada acara temu media di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Senin (23/12/2019). Beliau menerangkan bahwa dalam 6 bulan blue print sistem pendidikan sudah selesai di tahap draft.

Jadi, tepat di awal bulan Mei 2020 mestinya cetak biru pendidikan sudah siap papar. Ini harapan, dan sebenarnya harapan ini sudah sejak lama digaungkan oleh penduduk bumi Indonesia.

Terang saja, pelaku pendidikan sudah cukup kesusahan atas adanya fenomena "Ganti Menteri Ganti Kurikulum." Entah apa maunya pemerintah, sedikit-sedikit berubah kurikulum, dan sebentar-sebentar minta ganti kurikulum.

Ucapnya untuk peningkatan mutu dan kualitas, tapi kenyataannya kualitas malah tambah bobrok. Buktinya? Banyak sekali kasus-kasus perundungan serta pelecehan seksual yang menimpa para pelajar sejak awal tahun 2020, sampailah hari ini.

Padahal, kurikulum yang kita jalankan sekarang adalah Kurikulum 2013 berbasis penguatan karakter, tapi mengapa malah karakternya tambah bobrok. Apa mungkin kurikulum ini keberatan nama?

Di sinilah kemudian kita butuh cetak biru alias kerangka kerja sistem pendidikan. Seperti apa sasaran dan tujuan pendidikan, strateginya, fokus kegiatannya, implementasinya serta langkah-langkah kegiatan di setiap unit kerja pendidikan semua butuh kejelasan.

Direktur Pendidikan Center for Education Regulations and Development Analysis, Indra Charismiadji mengibaratkan cetak biru pendidikan itu seperti membangun sebuah rumah.

Harus jelas rumah yang dibangun membutuhkan bahan baku apa, bentuknya seperti apa, hingga berapa kamar yang akan bentuk. Cetak biru sangat diperlukan sebagai dasar perubahan UU Sisdiknas.

Sedihnya, kita mesti menerima pengakuan Anggota Komisi X DPR, Ferdiansyah bahwa bangsa ini telah menunggu cetak biru sejak 2007, tapi belum kunjung terbit. Berarti, sama saja pendidikan kita belum punya rumah, kan?

Memang, cetak biru sebagai kerangka atau peta arah dan tujuan pendidikan bangsa ini memerlukan waktu pembuatan yang tidak sebentar. Kondisi lapangan harus diperhatikan dan berdasar pada dalil-dalil riset yang kredibel.

Lebih dari itu, masalah nyata pendidikan memang cukup rumit. Ibaratkan peribahasa Rejang, masalah pendidikan kita sama seperti "Be Tutun Inde Jalei" yang artinya "Tali Jala".

Maknanya, permasalahan pendidikan ibarat jala yang harus dibongkar dengan cara melepas rajut, baru kemudian kita bisa menjadikannya tali. Andai kita tidak sabar melihat keruwetan rajut jala dan kemudian langsung memotongnya, berarti tiada layak pakailah tali itu.

Begitu pula dengan pendidikan, kejelasan tujuan juga mesti berorientasi kepada keniscayaan alias bisa dicapai tanpa perlu mengkhayal. Muaranya, barulah nanti pendidikan kita punya dasar yang kuat hingga tak lagi mudah gonta-ganti kurikulum sesuai mood.

Hal inilah yang kiranya membuat para pejabat pemerintah yang care dengan pendidikan begitu menanti-nanti mana draft cetak biru pendidikan yang pernah Mas Nadiem janjikan di awal-awal masa jabatannya.

Di tanggal 16 Mei 2020 ada Raker antara Komisi X DPR dengan Mas Nadiem dengan agenda penyampaian draft cetak biru. Kita lihat saja nanti, apakah tepat waktu atau malah ngaret seperti ban motor yang bocor.

Lebih dari itu, namanya juga draft cetak biru yang berarti bahwa masih akan ada banyak revisi dan pembahasan-pembahasan lebih lanjut terkait dengan peta masa depan pendidikan bangsa ini.

Cetak Biru Mestinya Tidak Bercampur dengan Kepentingan Pribadi/Golongan 

Karena waktu penyampaian draft cetak biru sudah dekat, ada kekhawatiran sekaligus rambu-rambu peringatan yang mesti dilayangkan ke meja Raker nanti. Cetak biru adalah kerangka jangka panjang bangsa ini sehingga tujuan dan arahnya harus sama atas bawah.

Kekhawatiran ini diungkap oleh salah seorang pakar pendidikan, Najeela Shihab. Najeela menerangkan bahwa salah satu tujuan dari cetak biru adalah para peserta didik di Indonesia mampu menguasai keterampilan dan kompetensi yang sesuai dengan masa depan.

Alasan terbesar mengapa selama ini pendidikan kita masih stagnan adalah banyak sekali pihak yang terlibat dalam pendidikan, tapi setiap pihak memiliki kepentingan sendiri sehingga mengesampingkan tujuan bersama dalam peningkatan SDM melalui pendidikan.

Terang saja, kalau cetak biru dinodai dengan kepentingan pribadi/golongan semata, maka kadar ketahanannya hanyalah sampai beberapa waktu saja. Jadi pas jika disandingkan dengan ganti menteri, ganti kurikulum. Tiap menteri mengusung politiknya, dan kurikulum jadi korbannya.

Ujung-ujungnya, para pelaksana kebijakan yang keteteran, ngeluh dan kesusahan. Guru-guru jadi repot, kepala dinas dikbud jadi ambyar, dan bisa-bisa presiden minta ubah kurikulum lagi.

Sudah saatnya Mas Nadiem bersama pemerintah peduli dengan ketidakjelasan arah pendidikan hari ini. Uang rakyat yang tak terhitung janganlah disia-siakan lagi. Maunya kita, cetak biru nantinya dapat menjadi kabar gembira bagi seluruh alam pendidikan.

Kata orang, janji hanyalah tinggal janji. Mudah sekali bagi seseorang untuk melanggarnya. Bisa pura-pura lupa, mengaku sibuk, atau malah dianggap tidak penting lagi.

Tapi, jika yang berjanji adalah seorang pejabat publik sekelas Mendikbud, maka sudah seharusnya dipenuhi dan diupayakan semaksimal mungkin. Ada bertumpuk-tumpuk harapan bangsa dipundak dan meja kerja Mas Nadiem. Mau tidak mau harus diselesaikan.

Semoga ada kabar baik di bulan depan, jangan malah kabar angin. Nanti malah menyakitkan hati pelaksana kebijakan pemerintah.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun