Kira-kira apa ya isi suratnya?
Apakah ada perintah untuk rebahan?
"Ah, yang benar saja! Para siswa dirumahkan bukan untuk rebahan, melainkan....."
"Belajar"
Baru saja Mendikbud Mas Nadiem Makarim menerbitkan sepucuk surat yang salah satu isinya ditujukan khusus untuk para siswa. Tepatnya pada 24 Maret 2020 kemarin, dengan tajuk surat edaran nomor 4 tahun 2020.
Sebenarnya ada 6 poin kebijakan dalam surat ini mulai dari menyikapi penghapusan UN, panduan siswa belajar dari rumah, pelaksanaan ujian sekolah, aturan khusus kenaikan kelas, PPDB, hingga tata cara penyaluran dana BOS.
Namun, dalam tulisan ini saya akan menuangkan kebijakan Mas Nadiem tentang panduan siswa dalam belajar dari rumah. Bukan panduan rebahan, ya!
Agaknya tuangan panduan belajar ini sangat penting disampaikan kepada siswa di rumah. Barangkali, ada sebagian siswa yang mulai tertekan batinnya karena menerima cukup banyak tugas-tugas dari guru.
Bukan hanya siswa, orangtua juga rasanya cukup tertekan dengan masa-masa menemani siswa belajar di rumah.
Terang saja, jika sang siswa menggelar pembelajaran online di rumah, maka orangtua akan sibuk mendanai kuota. Sedangkan jika siswa belajar dengan cara konvensional, maka orangtua akan disibukkan dengan berbagai pertanyaan minta tolong dari siswa.
Tapi, hal ini lebih baik, kan? Saat siswa belajar di rumah, orangtua tidak perlu lagi mengeluarkan uang bensin dan jajan anak. Siswa juga bisa lebih lama dan sering bercengkramah dengan orangtuanya di rumah.
"Tapi, tapi, tapi.....kan!" Keluh kesah para orangtua pasti ada dan jika diungkapkan semua, maka rasanya tidak akan pernah selesai dan tidak pula ada yang mau mengalah. Yang jelas, kondisi tanah air sedang darurat. Maka darinya, mari sama-sama berdoa agar negara segera pulih dan kondusif.
Kembali kepada sepucuk surat dari Mas Nadiem, agaknya panduan ini akan sedikit melegakan batin para siswa dan orangtua dalam hal mendukung pembelajaran di rumah. Mari disimak.
1. Belajar di Rumah untuk Mendapatkan Pengalaman Belajar yang Bermakna
Saat ini, para siswa belajar apa di rumah? Apakah hanya sebatas mengerjakan tugas-tugas kognitif dari guru saja? Jika iya, maka setidaknya ada beberapa hal yang perlu diluruskan.
Ungkap Mas Nadiem ini tajuk utamanya adalah Meaningfull Learning yang berarti pembelajaran yang bermakna. Apakah tugas sudah bermakna? Tergantung tugasnya.
Jika tugas yang diberikan oleh guru sudah mengaitkan antara materi-materi kognitif dengan informasi baru pada konsep-konsep relevan hari ini, maka tugasnya sudah bisa disebut sebagai tugas yang bermakna. Contohnya?
Misal, ada tugas dari guru yang meminta siswa mengaitkan hubungan antara wudhu dengan cara cuci tangan yang baik dan benar menurut WHO.
Tugas ini bisa disebut bermakna karena baik cara berwudhu dengan cuci tangan ala WHO keduanya diarahkan kepada fakta nyata yang bernama coronavirus.
Siswa bisa dituntut untuk bisa mempraktikkan, mengkritisi, membandingkan, menganalisis, mengevaluasi, hingga memetik makna terdalam dari kebersihan. Tugas seperti inilah sebenarnya yang diharapkan oleh Mas Nadiem. Ini hanyalah sebuah contoh saja.
2. Belajar dari Rumah, Fokus Pada Pendidikan Kecakapan Hidup
Bisa disebut life skills, ya. Rasanya kebijakan yang satu ini sangat pas untuk Mas Nadiem utarakan karena life skills sudah mengarah kepada program informal dan nonformal. Artinya, siswa bisa mendapatkannya di luar sekolah, terutama dari orangtuanya sendiri.
Mengapa demikian? Terang saja, life skills mengarah pada kecakapan-kecakapan praktis yang berguna bagi siswa dalam menghadapi persoalan kehidupan.
Dari ranah pribadi dan sosial misalnya, siswa diatur tata kramanya, dimuliakan akhlaknya, ditanamkan tanggung jawabnya, diajak bersikap objektif, berempati serta menyesuaikan diri dengan kondisi sosial di lingkungannya.
Untuk memenuhi dan mengaitkannya dengan kisah pandemi corona hari ini, orangtua melalui koordinasi dari guru bisa mengenalkan kepada siswa bagaimana itu social distancing. Ajak siswa berpikir objektif mengapa harus ada jaga jarak, dan biarkan siswa memetik makna positifnya.
Begitu pula dengan life skills dari ranah akademik dan kecakapan hidup bekerja. Secara akademik, orangtua bisa ajak siswa menganalisa tentang bahaya corona, dan secara vokasional siswa bisa diajak untuk membantu orangtua secara fisik dalam menjaga kebersihan rumah.
3. Tugas dapat Disesuaikan dengan Minat Siswa
Agaknya, inilah aktualisasi sederhana dari merdeka belajar. Dari rumah, siswa dipersilahkan memilih minat belajarnya masing-masing.
Siswa yang minat utamanya adalah pelajaran IPA, guru dan orangtua jangan paksakan mereka harus dapat nilai 100 di pelajaran Matematika. Tak mengapa si siswa tetap dapat tugas Matematika, dan biarkan siswa tadi mengembangkan dirinya lebih jauh dengan pelajaran IPA.
Nyatanya, jika tugas-tugas yang diberikan kepada siswa diarahkan kepada jurusan dan minatnya, siswa bisa lebih luwes dalam mengembangkan dirinya.
Peran guru maupun orangtua di sini adalah membuka kunci kebebasan siswa, serta merumuskan rencana-rencana pengembangan diri agar siswa lebih fleksibel menghubungkan berbagai minat yang digelutinya.
4. Belajar dari Rumah, Umpan Baliknya Bukan Skor Tapi Kualitas
Bagian surat terakhir Mas Nadiem ini adalah tentang apresiasi kepada siswa yang telah mengerjakan tugas-tugasnya. Baik orangtua maupun guru terkait diminta untuk terus dan selalu menyemangati siswa hingga mereka berhasil dalam menyelesaikan tugasnya.
Tahap demi tahap saat tugas mulai selesai, sebaiknya ada pula peningkatan kualitas yang ditunjukkan siswa. Artinya, bukan tugas yang selesai dengan nilai 100 yang jadi prioritas melainkan pembiasaan dan perubahan perilaku.
Terang saja, makna awal dari belajar sesungguhnya adalah perubahan perilaku dan inilah poin penting alis kualitas yang mesti dimiliki siswa.
Saat siswa mengerjakan tugas tentang cara cuci tangan yang baik dan benar ala WHO misalnya, tuntutan pertama memang siswa diminta bisa melakukan cuci tangan dengan benar. Namun, tuntutan berikutnya adalah siswa mesti mampu mengambil makna dan kualitas dari perilaku cuci tangan tersebut.
Cuci tangan tidak sekadar untuk bersih, melainkan juga merupakan salah satu perwujudan akhlak terpuji terutama kepada tubuh dan diri sendiri. Jika kualitas seperti ini sudah tertanam pada siswa, maka perubahan perilaku ke arah positif akan segera tampak.
Sejatinya, inilah harapan tertinggi pemerintah, Mas Nadiem, para guru dan kita semua terkait dengan program belajar dari rumah. Tidak hanya lelah letih lunglai yang dimunculkan oleh siswa karena tugas, melainkan juga ada perubahan perilaku nyata berupa kemantapan karakter.
Kebetulan saat ini para siswa berada pada pangkuan orangtuanya, yang berarti bahwa orangtualah yang bisa menjadi pelopor utama perubahan karakter siswa ke arah yang lebih mantap.
Koordinasi kepada guru juga penting, terutama dalam hal mengatur rencana-rencana pembelajaran dari rumah agar menjadi lebih sistematis.
Usulan-usulan kebijakan sudah tertuang dalam sepucuk surat ini. Tinggal orangtua, guru dan siswalah yang menjalankan sekaligus mewujudkan harapan kita bersama. Harapan agar pendidikan menjadi lebih baik.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H