Begitu pula dengan life skills dari ranah akademik dan kecakapan hidup bekerja. Secara akademik, orangtua bisa ajak siswa menganalisa tentang bahaya corona, dan secara vokasional siswa bisa diajak untuk membantu orangtua secara fisik dalam menjaga kebersihan rumah.
3. Tugas dapat Disesuaikan dengan Minat Siswa
Agaknya, inilah aktualisasi sederhana dari merdeka belajar. Dari rumah, siswa dipersilahkan memilih minat belajarnya masing-masing.
Siswa yang minat utamanya adalah pelajaran IPA, guru dan orangtua jangan paksakan mereka harus dapat nilai 100 di pelajaran Matematika. Tak mengapa si siswa tetap dapat tugas Matematika, dan biarkan siswa tadi mengembangkan dirinya lebih jauh dengan pelajaran IPA.
Nyatanya, jika tugas-tugas yang diberikan kepada siswa diarahkan kepada jurusan dan minatnya, siswa bisa lebih luwes dalam mengembangkan dirinya.
Peran guru maupun orangtua di sini adalah membuka kunci kebebasan siswa, serta merumuskan rencana-rencana pengembangan diri agar siswa lebih fleksibel menghubungkan berbagai minat yang digelutinya.
4. Belajar dari Rumah, Umpan Baliknya Bukan Skor Tapi Kualitas
Bagian surat terakhir Mas Nadiem ini adalah tentang apresiasi kepada siswa yang telah mengerjakan tugas-tugasnya. Baik orangtua maupun guru terkait diminta untuk terus dan selalu menyemangati siswa hingga mereka berhasil dalam menyelesaikan tugasnya.
Tahap demi tahap saat tugas mulai selesai, sebaiknya ada pula peningkatan kualitas yang ditunjukkan siswa. Artinya, bukan tugas yang selesai dengan nilai 100 yang jadi prioritas melainkan pembiasaan dan perubahan perilaku.
Terang saja, makna awal dari belajar sesungguhnya adalah perubahan perilaku dan inilah poin penting alis kualitas yang mesti dimiliki siswa.
Saat siswa mengerjakan tugas tentang cara cuci tangan yang baik dan benar ala WHO misalnya, tuntutan pertama memang siswa diminta bisa melakukan cuci tangan dengan benar. Namun, tuntutan berikutnya adalah siswa mesti mampu mengambil makna dan kualitas dari perilaku cuci tangan tersebut.