Nilai-nilai ini kemudian dijumlahkan secara keseluruhan dan berapa hasilnya, itulah nilai akhir siswa. Dalam pengerjaannya, guru bisa mengakumulasi nilai rapor siswa dari rumah. Pertimbangan ini tentu lebih aman daripada memaksa siswa berkumpul.
Jika menilik dari kebijakan Merdeka Belajar, memang UN bukan lagi jadi tolak ukur utama kelulusan siswa. Bagi sekolah yang sudah mampu menerapkan daring, biasanya mereka sudah punya e-rapor. Sedangkan sekolah konvensional bisa mengakumulasi nilai secara manual.
Menggelar USBN
Opsi lain sebagai pengganti UN adalah Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). Jika disandarkan kepada sekolah dengan fasilitas online yang mumpuni, maka USBN bisa digelar secara daring.
Mengingat masih banyaknya sekolah yang belum berkecukupan secara fasilitas, sepertinya opsi ini tidaklah lebih baik dari akumulasi nilai rapor.
Barangkali, saat ini sebagian besar sekolah di kota memang sudah mampu berbicara banyak dalam menerapkan pembelajaran online, namun karena kualitas internet yang kurang mapan, bukannya memudahkan malah menyulitkan.
Bayangkan jika kemudian USBN online akan digelar dari rumah. Para orangtua akan kelabakan mencari laptop maupun kuota internet untuk memfasilitasi anaknya. Anak-anak juga belum tentu mahir secara utuh dalam penggunaan internet. Maka, ujung-ujungnya malah berkendala.
![Ilustrasi rapor. harnas.co](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/03/24/unnamed-5e79d0bf097f366d9763a7c2.jpg?t=o&v=555)
Selain berbicara tentang keadilan bersama, pertimbangan lain seperti kendala akan fasilitas internet dan peluang siswa untuk saling berkerumun juga menjadikan pilihan akumulasi nilai rapor lebih aman serta sedikit menghasilkan keluhan.
Salam.