Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Jangan Lemah Hanya Karena Cerita Orang

25 September 2019   20:08 Diperbarui: 25 September 2019   21:16 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Lemah Karena Cerita Orang. Gambar dari Baruska. (www.pixabay.com)

Bercerita menjadi salah satu kegemaran semua orang. Meskipun sebagian dari mereka mengakui dirinya sebagai introvert, tetap saja mereka akan berbagi cerita jika bertemu dengan teman, sahabat, tetangga, maupun keluarga.

Cerita juga menjadi salah satu andalan dalam belajar, hingga guru-guru di sekolah selalu menyelipkan metode bercerita saat mengajar. Kadang cerita sejarah, cerita pengalaman, cerita lucu, cerita duka, bahkan cerita ngawur pun ada.

Meskipun demikian adanya, tak semua orang senang mendengar cerita. Ada orang yang hanya senang mendengar cerita yang baik-baik hingga memuji dirinya. Ada pula orang yang senang mendengar cerita sedih, galau, sendu, hingga dapat menjatuhkan air mata.

Dan hebatnya, ada pula orang yang senang mendengar cerita tentang umpatan dan hinaan terhadap orang lain. Meskipun cerita itu seringkali tidak berdasar, tapi mereka yang "senang ngawur" tadi dengan sesukanya menabur biji-biji fitnah di lahan semai.

Orang Lain Melebih-lebihkan Kebaikan Kita

Beruntunglah jika kita dikenal sebagai sosok yang baik oleh orang lain. Hingganya, kita akan mendapat pujian di sana-sini. Baik itu pujian yang keras, pujian yang pelan, bahkan pujian yang tak terdengar. Jangan lupa dengan pujian berupa gerakan jempol, senyuman, dan main mata, karena itu bentuk apresiasi juga.

Siapa sih yang tidak suka dipuji? Walaupun banyak dari kita yang menolaknya secara halus, atau bahkan berusaha mereka yang memuji tadi dapat segera "ganti tema".

"Ah, kalian bisa saja. Itu perasaan kalian saja!"
"Ehh, kamu ini gombal melulu!"
"Haha, hoaxs ceritamu itu! Masih banyak kekuranganku!"
"(Memukuli pipi sendiri), Plakkk... Ah, nyamuk ini nakal sekali!"

Mau bagaimanapun cara menghindari cerita dengan tema pujian terhadap diri kita, tetap saja hati ini masih senyam-senyum tak berhenti. Mungkin bisa kita tahan mulut ini untuk tetap tertutup dan tidak tersenyum, tetapi urat nadi dan gigi ini takkan berhenti menggelitik lidah untuk segera bilang "iya donk". Huhuhu.

Walau demikian, cerita-cerita orang berupa pujian yang sampai di telinga kita jangan terlalu disikapi berlebihan. Jangan pula karenanya kita menjadi lemah dan cepat puas, serta membangga-banggakan diri.

Karena di saat kita bangga dengan diri sendiri, akan ada tamu nakal berdatangan. Siapa dia? "Malas dan Tunda". Dua tamu ini akan berbisik kepada kita agar meremehkan segala sesuatu yang biasanya kita kerjakan dengan giat, tepat waktu, teliti, bahkan tanpa tanda jasa.

"Nanti sajalah menyudahinya, deadline kerjaan kan masih 3 hari lagi! Semua juga tahu kamu bisa menyelesaikannya dengan kedipan mata!"
"Sudahlah, tak perlu rapi-rapi amat buat laporannya. Kamu kan sudah the best dan the best gitu, nanti juga langsung di acc!"

Karena manusia itu mudah sekali berubah sikap dan mood, maka akan ada masa-masa di mana mereka akan "apes", teledor, bahkan ceroboh. Bukannya mau meragukan kemampuan diri si penerima pujian, hanya saja memacu diri di ujung deadline tidak selalu berakhir dengan indah.

Lihat saja mesin printer. Printer dengan kualitas pujian sehebat apapun jika dipaksa nge-print piagam 1 Rim sekaligus, maka catrigde-nya akan "sakratul maut" juga. Jikapun mampu, maka beberapa kali printer akan angin-anginan, merajuk, bahkan sering mengirim notifikasi "minta tolong" di layar PC kita.

Apalagi kita yang punya kadar hati, pikiran, dan perasaan naik turun. Jika itu soal mood, mungkin masih bisa dipaksa karena sudah deadline-nya. Tapi kalau sudah soal kualitas/kuantitas kerja, tetap tidak bisa melulu dibandingkan antara orang yang kerja cermat 1 bulan penuh dengan orang yang kerja cermat dengan 1 hari dalam ketetapan penyelesaian tugas 1 bulan.

Dengan selalu memacu diri di ujung garis finish, tentu hasilnya tak akan memuaskan. Darinya akan muncul beberapa kesalahan akibat dari sikap "buru-buru" dan meremehkan kerjaan. Akhirnya, kita malah menjadi lemah karena pujian, memakan pujian, dan terlalu baper dengan cerita-cerita orang tentang kebaikan kita.

Orang Lain Membesar-besarkan Kekurangan Kita

Ilustrasi cerita orang-orang. Gambar dari geralt. (www.pixabay.com)
Ilustrasi cerita orang-orang. Gambar dari geralt. (www.pixabay.com)
Jika  tadi adalah pujian, maka ini adalah kebalikannya. Seringkali kita mudah jatuh dan lemah karena cerita-cerita orang tentang kekurangan kita. Walau kita sendiri sadar bahwa setiap orang punya mata yang menilai kita dari dua sisi, dua arah, bahkan dua hati, tetap saja banyak dari mereka yang keterlaluan.

Hebatnya, kekurangan-kekurangan tersebut berhiaskan celaan, hinaan, dan fitnah. Lagi-lagi kita tidak tahu apakah mereka sengaja membesar-besarkan kekurangan kita, atau mereka memang sedari awal tidak senang dengan kita, atau malah mereka akan senang melihat kita jatuh.

Kita tidak bisa lupa dengan perumpamaan sebuah kesalahan yang mudah sekali menutup mata dan pikiran seseorang. Ibarat ada satu kertas putih bersih, namun ada satu kesalahan berupa titik hitam atau lubang hitam ditengah kertas tersebut. Sontak saja, semua mata akan tertuju pada titik atau lubang tadi.

Pikiran mereka yang menyempit seakan telah lupa dengan 99% kebaikan yang terpampang oleh putihnya kertas. Begitu pula dengan perbuatan kita. 99% kebaikan yang pernah kita lakukan kepada orang-orang akan sirna dengan 1% kesalahan. Memang tidak semua, tetapi kebanyakan orang-orang seperti itu.

Lantas, pikiran kita jangan pula sama sempitnya dengan orang-orang yang meluaskan kekurangan kita. Jika demikian adanya, berarti kita sudah terlemahkan. Padahal lagi-lagi kita tahu bahwa tidak semua yang orang-orang itu ceritakan adalah benar. Kita juga tahu itu adalah fitnah yang nyata.

Jika kita baper berlebihan dan termakan oleh sempitnya pikiran mereka, kita agaknya akan mulai kehilangan kontrol diri. Bahkan akan ada tamu lain yang datang dengan merusak gembok pintu hati kita. Apa itu? Ya. Pesimis.

Ini alamat bahaya. Jika sudah datang pesimis, akan datang pula rasa malas, jenuh, suntuk, gundah, galau, bahkan hilang motivasi. Pekerjaan dan tugas yang selama ini kita yakin bisa bernilai "Wow" bagi orang-orang malah berkuah ketidak-yakinan.

"Lama-kelamaan akan timbul sikap pasrah yang "negatif". Jika tugas dan pekerjaan itu bernilai baik bagi orang lain ya syukur, tapi jika bernilai negatif bahkan banyak kekeliruan ya wajar sajalah!"

Jika sudah kelamaan menjadi lemah seperti ini, maka akan berdampak kepada karir dan kehidupan kita di hari berikutnya. Apakah itu tentang hilangnya kepercayaan orang, hilangnya ambisi dan motivasi, atau kita yang kehilangan pekerjaan.

Cerita Orang: Yang Baik Jadikan Motivasi, Yang Buruk Lakukan Perbaikan

Cerita dan pujian yang baik dari orang-orang ada baiknya tidak kita makan semua. Bukan berarti kita sok rendah hati dengan selalu menolak pujian, hanya saja kita perlu bumbu-bumbu alternatif yang bukan sekedar "micin". Terang saja, jika hanya micin yang kita makan maka akan menganggu peredaran darah, kestabilan jantung, hingga membuat diri kita lemah.

Kita perlu membumbui pujian-pujian yang datang dengan bahan-bahan alami dan tanpa pengawet. Entah itu santan, sambal, atau sekadar kuah tumis, tetap harus kita berikan agar darah kita lancar dan jantung kita sehat. Artinya, pujian yang baik adalah pujian yang dapat menjadikan kita senantiasa termotivasi menjadi sosok yang lebih baik.

Tak perlu berlama-lama memakan pujian, makanlah selagi hangat dan jangan tunggu hingga basi. Jika kita makan makanan basi berarti pujian itu sudah mulai fana dan kita bisa sakit karenanya.

Begitupula dengan keburukan-keburukan kita yang diceritakan orang-orang. Kita tak perlu lama-lama berlemah diri karenanya. Kita perlu sikap perbaikan secara mendesak. Dan perlu di ingat bahwa itu hanya "cerita orang-orang" yang sejatinya bisa berganti dalam setiap menit.

Kita tak perlu berlama-lama menyuruh pesimis bertamu. Kita usir pesimis itu dengan cara yang baik, yaitu melalui perbaikan diri. Bersamanya, perlu lahir pikiran-pikiran sederhana seperti:

"Ahh, mungkin orang-orang itu kekurangan bahan cerita, hingganya keburukanku di umbarnya!"
"Haha, hoaxs semua cerita mereka. Jelas sekali aku bukan orang seperti itu. Besok atau lusa akan aku buktikan!"

Namanya juga cerita orang-orang. Saat kita bertunas, mereka tinggikan hingga berbuah. Saat kita tertimpa penyakit, mereka tebang diri kita bahkan akar-akarnya pun sanggup mereka cabut. Belum puas? Mereka bakar ranting dan daun-daun itu. Mereka tak pernah puas.

Biarlah cerita baik orang-orang menjadi pelangi setelah kita hujan. Dan biarkan pula cerita buruk mereka tentang kita menjadi gelap malam, yang segera akan mengantarkan kita untuk beristirahat dan tidur nyenyak.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun