Bukan fatamorgana kan? Karena kita sudah menebar kepercayaan. Tapi, kalau kerja saja angin-anginan, siapa yang mau respek dan memberi peluang! Yang ada malah kita dijadikan bahan ejekan dan hinaan. Apalagi jika kita masih muda dan bergairah, bisa-bisa didoakan tentang sesuatu yang buruk. Hmm, jangan sampai terjadi!
Sama halnya dengan kita yang bekerja sesuai dengan gelar dan profesi. Pekerjaan itu harus kita cintai. Artinya, selain kita wajib bekerja dengan sungguh-sungguh, kita pula mesti menyukai pekerjaan itu dan menganggapnya sebagai kebutuhan kita. Jangan malah angin-anginan dan semata-mata meremehkannya.
Sungguh, bekerja dengan giat adalah salah satu bentuk syukur terhadap nikmat yang telah kita dapatkan. Sudah kurang baik apa Tuhan, di saat sarjana lain masih compang-camping mencari pekerjaan, kita sudah tinggal duduk manis menanti gaji tiap awal bulan.
Jangan sampai kita kurang bersyukur. Khawatirnya, karena kita kurang bersyukur, Tuhan akan cabut nikmat kita yang bekerja sehingga jadi pengangguran lagi. Tentu kita tidak mau seperti itu.
Maka dari itulah, ketika kita sudah berada tinggi "di atas gunung", jangan selalu menatap langit. Jujur saja, langit itu begitu tinggi dan berlapis. Kelamaan menatapnya akan membuat mata kita kabur, bahkan terpejam.
Beda halnya ketika sudah tinggi diatas gunung, namun sering menatap "ke bawah". Dari atas semua tampak, semua terlihat. Mulai dari pepohonan, rerumputan, tata perkotaan, hingga kabut-kabut putih yang menyelimutinya. Tentu saja indah bukan?
Itulah indahnya bersyukur. Darinya akan lahir ketenangan dan kelegaan hati. Harapannya, dengan bersyukur semoga nikmat kita senantiasa akan tertambahkan.
Salam. Semoga Memotivasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H