Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Ngeluh saat Menganggur, tapi "Angin-anginan" saat Bekerja

14 September 2019   21:43 Diperbarui: 16 September 2019   17:55 1352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bekerja tapi "angin-anginan". Gambar dari Pixabay.com

Sebuah ironi yang terkesan melanggar kenyataan, bahwa sarjana yang seharusnya bisa mendapat peluang kerja lebih baik dibandingkan tamatan di bawahnya, malah berbalik menjadi penanti kerja dengan peningkatan jumlah tertinggi.

Periksa Diri: Mengapa Kita Masih "Nganggur"
Para sarjana fresh graduates punya jalan masing-masing untuk melanjutkan hidupnya, terutama dalam mencari pekerjaan. Ada dari mereka yang begitu mudah dapat pekerjaan, karena hanya perlu meneruskan usaha orang tuanya.

Ada pula yang dapat kerja dari kerabat dan sanak, dari rekomendasi tetangga dekat rumah, dari organisasi semasa kuliah, bahkan ada yang lulus dengan hanya sekali tes kerja. Tapi nyatanya, tidak semua sarjana punya kesempatan manis seperti itu.

Banyak pula dari mereka yang menganggap bahwa tamat kuliah berarti memulai hidup dari garis awal lagi. Di awal-awal start, perjuangan dilakukan tanpa batas dan tak kenal putus asa. Sekali buat lamaran kerja jadilah 7 amplop, kemudian sabar menanti panggilan selama 2-3 minggu kerja.

Bisa jadi dari 7 amplop lamaran itu tidak ada satupun panggilan wawancara kerja. Bisa jadi dari 7 amplop itu ada 1-2 instansi yang mau menerima mereka, namun gajinya kecil bagi ukuran sarjana. Dan bisa jadi pula ada instansi yang mau menerima mereka, hanya saja pekerjaan itu kurang bergengsi.

Setelah berkali-kali "menolak" peluang, akhirnya banyaklah sarjana yang menganggur. Di sela-sela waktu, mulailah ngomel dan ngeluh berkepanjangan. Mulai dari menyalahkan diri karena mungkin salah jurusan, menyalahkan orang tua kenapa miskin, hingga menyalahkan pemerintah kenapa tak kunjung menyediakan lapangan pekerjaan.

Sejenak, rasanya mereka perlu merenung dan berpikir kritis. Sudah ada 7 instansi yang membuka lowongan kerja, tapi satupun tidak ada yang mau menerima. Berarti bukan semata salah instansinya kan?

Tentu ada yang salah dari sosok sarjana itu. Alasan Instansi tidak menerima mereka untuk bekerja bermacam-macam. Boleh jadi sarjana fresh graduate di anggap kurang terampil, tidak memiliki pengalaman, dan bahkan kurang "akhlak".

Terang saja, jika para sarjana melamar kerja dengan mengedepankan gengsi dan "pilih-pilih" gaji, instansi akan berpikir dua kali untuk menerima mereka. Padahal, instansi sebenarnya tahu betul berapa ukuran gaji yang layak untuk para sarjana.

Jika mereka nantinya akan bekerja dengan giat bahkan sering lembur, tidak mungkin instansi akan membayar mereka "murah". Kecuali memang instansi itu yang zalim dan memaksa mereka kerja rodi, barulah bisa menuntut gaji lebih.

Dan untuk mendapat "gengsi" dalam kerja itu butuh proses. Prosesnya pun bertahap dan pelan-pelan. Tidak mungkin baru melamar kerja, langsung diangkat menjadi bos besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun