Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisah Seorang Guru Jelajahi Pulau Jeju, Korea Selatan

30 Desember 2024   07:06 Diperbarui: 2 Januari 2025   08:47 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bertualang di Jeju Stone Park, Pulau Jeju, Korea Selatan. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Setiap orang memiliki mimpi masa kecil. Dari mimpi itu terbangun motivasi untuk mewujudkannya. 

Saya pun memiliki mimpi masa kecil, yakni berkunjung ke Jakarta, naik pesawat terbang, travelling dan bisa jalan-jalan ke luar negeri. Sebagai anak yang lahir, tumbuh dan dewasa di kampung serta berkarier hanya di seputar daerah, kata luar negeri memiliki bayangan yang  sangat jauh. Butuh tarikan nafas panjang untuk mencapai mimpi itu. Jalan-jalan ke ibu kota kabupaten atau ibu kota provinsi saja sudah menjadi pencapaian luar biasa. 

Namun, tahun 2024 adalah tahun penuh cerita dalam perjalanan hidup saya. Banyak mimpi masa kecil yang akhirnya terwujud. Sebelumnya, tak pernah terbayangkan bahwa suatu hari nanti, pemuda kampung itu akhirnya bisa juga menginjakkan kakinya di luar negeri. Satu hal yang saya syukuri, karena profesi guru, mimpi-mimpi masa kecil mulai terwujud. 

Berawal dari sebuah surat undangan dari Ditjen GTK Kemdikbudristek melalui Balai Besar Guru Penggerak Provinsi Sulawesi Selatan dan Dinas Pendidikan  Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2023, dengan isi surat tentang seleksi pertukaran guru Indonesia-Korea. 

Saya merespon undangan tersebut dengan bergabung ke grup WhatsApp yang dibuat oleh Kepala Bidang SMA Disdik Sulsel. Seleksi berkas saya ikuti dan sukses diterima untuk selanjutnya lolos ke tahap unggah karya. 

Singkat cerita, saya lolos ke seleksi tingkat nasional. Lolos ke seleksi tingkat kementerian, artinya saya akan menuju ibu kota negara. Jujur saja, itu adalah kali kedua saya menginjak Jakarta dan ketiga kalinya naik pesawat terbang. 

Sampai di sini, saya bisa merasakan pengalaman naik pesawat kebanggaan Indonesia, yakni Garuda Indonesia dan melihat kota Jakarta bukan karena perjalanan pribadi. Melainkan karena tugas pada profesi sebagai guru. 

Menjalani serangkaian tes, presentasi dan wawancara, akhirnya saya terpilih sebagai 1 dari 14 guru yang lolos pada Program Pertukaran Guru Asia Pasifik, Pertukaran Guru Indonesia-Korea. Setelah lolos, saya sempat berujar pada istri, "Semoga saya ditempatkan di daerah pedesaan atau sebuah pulau."

Bak gayung bersambut, penempatan tugas saya pun sangat luar biasa, yakni di Pulau Jeju, Korea Selatan. Menerima notifikasi penempatan, saya mencari tahu tentang Pulau Jeju. Ternyata sebuah lokasi yang menjadi pusat tujuan wisata di Negeri Ginseng. Selain itu, pulau ini dikenal sebagai salah satu lokasi syuting drama Korea. 

Di Pulau Jeju juga berdiri kokoh gunung tertinggi Korea Selatan, yakni Gunung Hallasan. Saya pun memasang program khusus untuk mendaki puncaknya yang bernama Baengnokdam. Jika terwujud, ini akan menjadi pendakian perdana saya dan sekaligus mewujudkan salah satu agenda yang telah lama tertunda, mendaki gunung. 

Berdasarkan rute, perjalanan saya ke Pulau Jeju akan tiga kali naik pesawat, yakni Makassar-Jakarta, Jakarta-Incheon dan Seoul-Jeju. Wah, benar-benar menjawab mimpi masa kecil, menikmati perjalanan menggunakan pesawat terbang. 

Diapit oleh Kepala Sekolah dan Mentor Teacher dari Jejuseo Middle School di SSAEM Conference 2024. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Diapit oleh Kepala Sekolah dan Mentor Teacher dari Jejuseo Middle School di SSAEM Conference 2024. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Berbekal paspor biru, pada minggu keempat bulan Agustus 2024, malam hari, saya bersama 13 rekan guru lainnya beserta tim dari Ditjen GTK bertolak ke Korea Selatan. Sebuah perjalanan panjang 7 setengah jam yang mengesankan. Di pesawat Korean Air, saya mencicipi Kimchi, white & red wine serta beberapa kudapan Korea untuk kali pertama. 

Tiba di Incheon pagi hari, perdana saya menghirup udara luar negeri. Saya terkesima dengan kecanggihan dan kebersihan bandara Incheon International Airport. Wah, saya benar-benar sudah ada di luar negeri. 

Sekitar 5 hari  di Seoul menjalani sesi pra tugas dan perkenalan tentang budaya Korea Selatan, saya juga berkesempatan menikmati kota Seoul menjelajahi beberapa tempat ikonik lainnya seperti Pasar Wisata Myeongdong, Istana Deoksugung, Gereja Katedral Myeongdong, Han River, dll. 

Selanjutnya, perjalanan ke Pulau Jeju adalah yang paling ditunggu. Dari Gimpo International Airport menuju Jeju International Airport, kepala sekolah dan mentor teacher dari Jejuseo Middle School menemani perjalanan. Kami menggunakan pesawat Jeju Air (kemarin ada kecelakaan Jeju Air yang sempat membuat saya terhenyak). 

Berbekal bahasa Inggris, kami mulai saling berbagi informasi tentang Indonesia, Toraja, dll serta mulai akrab satu sama lain. 

Satu jam perjalanan dari Gimpo terasa singkat. Dari bandara Jeju, keindahan pulau di bagian selatan Negeri Ginseng sudah menampakkan  diri. Satu patung batu berwarna gelap yang kemudian saya ketahui bernama the grandfather of stone menyambut semua penumpang di bandara. 

Berada di Jeju Stone Park. (Sumber: Dokumentasi Pribadi) 
Berada di Jeju Stone Park. (Sumber: Dokumentasi Pribadi) 

Selama 89 hari bertugas di Pulau Jeju, disamping menjalankan tugas utama mengajar di Jejuseo Middle School, saya juga banyak memperkenalkan Indonesia dari sisi keragaman budaya kepada siswa dan guru. 

Saya memanfaatkan waktu libur dan akhir pekan untuk menjelajahi pulau dengan bentang pantai sekitar 258 km. Di sela-sela travelling di Pulau Jeju, saya selalu memperkenalkan Indonesia dan Toraja kepada warga lokal dan warga asing di setiap perbincangan. Perkenalan tentang Indonesia ini adalah salah satu tugas tambahan yang saya bawa, yakni menjadi duta budaya. 

Satu hal yang membuat saya mudah bergaul di Pulau Jeju adalah karena sejak awal warga lokal mengira saya orang Korea. Katanya mata dan rambut saya mirip warga Negeri Ginseng. 

Saya belajar sejarah masyarakat Jeju di Jeju Stone Park. Di sana menjelajahi perkampungan dan bekas perkampungan yang penuh dengan peninggalan masa lalu. 

Perjalanan di tengah hutan yang seolah membawa saya sedang syuting drama Korea dan film kolosal Korea. Bulu badan saya sempat berdiri tegak mana kala masuk lebih jauh ke area perkampungan kuno yang sunyi sepi dan was-was terhadap sengatan lebah dan ular berbisa. 

Di puncak gunung tertinggi Korea Selatan, Gunung Hallasan. (Sumber: Dokumentasi Pribadi) 
Di puncak gunung tertinggi Korea Selatan, Gunung Hallasan. (Sumber: Dokumentasi Pribadi) 

Salah satu yang paling berkesan adalah ketika saya berhasil mendaki dua puncak gunung tertinggi di Pulau Jeju. Tanggal 1 Oktober 2024, saya sukses tiba di puncak Gunung Halla, yakni Witse Oreum. 

Dua hari berselang, 3 Oktober 2024, saya mewujudkan satu mimpi terindah, menaklukkan puncak gunung tertinggi Korea Selatan, yakni puncak Baengnokdam di Gunung Hallasan. 

Selebihnya, saya sukses mengelilingi Pulau Jeju secara mandiri. Jiwa petualang saya lebih banyak membawa saya menjelajahi pegunungan, area pantai dan perkampungan. 

Saya banyak berinteraksi dengan warga lokal di sana. Keterbatasan bahasa adalah bumbu dari setiap percakapan yang berubah manis pada keakraban satu sama lain. Makan sayur mentah dan ragam real food lainnya adalah pengalaman yang tak ternilai harganya. 

Sementara kunjungan ke areal perkotaan tak terlalu menarik minat saya, berhubung apartemen yang saya tinggali tepat ada di pusat Kota Jeju. Gaya hidup modern dan megapolitan di Kota Jeju sudah cukup mewakili animo jelajah kota.

Di kota Jeju pula, saya bisa melihat seluruh kantor pemasaran dan mobil-mobil mewah kelas dunia. Mulai dari BMW, Mercedes-Benz, Cadillac hingga Tesla. Saya pun mendapati motor mewah Ferrari yang digunakan warga lokal sebagai kendaraan pengantar paket makanan. 

Wah, banyak sekali yang akan saya review dari perjalanan hidup saya sepanjang 2024 ini. Jika saya simpulkan, benar-benar tahun 2024 seperti film untuk menggambarkan perjalanan hidup saya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun