"Annyeonghaseyo"
Sekelompok anak usia SMP berpapasan dengan saya. Mereka ditemani satu orang guru. Suara mereka ramai. Tak terlihat rona muka capek sama sekali.Â
Lalu, tak lama saya juga berjumpa dengan satu keluarga kecil yang sedang menuntun sepasang anak mereka. Usai anak saya perkirakan 4-5 tahun. Luar biasa, anak sekecil itu sudah mampu mendaki bersama orang tuanya.Â
Daun kekuningan berjatuhan mulai ramai menghiasi jejak langkah dan pandangan. Ya, musim gugur telah memasuki minggu keempat di Pulau Jeju.Â
Pada ketinggian 1.400 mdpl, hutan lebat masih melindungi badan. Batang-batang pohon mencengkeram kuat tanah dan bebatuan vulkanik. Sedikitpun tak ada jejak penebangan liar. Batang pohon yang sudah mulai lapuk diberi tanda bendera merah. Hal ini dimaksudkan agar pendaki tidak bersandar atau memegangnya.Â
Tak terasa, setelah kurang lebih 40 menit, jalur bebatuan vulkanik berakhir. Jalur mulai landai menyambut langkah saya. Jalan kini berganti trek balok-balok kayu yang ditata sangat rapi dan kuat.Â
Vegetasi tumbuhan pun mulai berubah. Dari pepohonan berbatang besar berganti pohon pinus dan cemara serta beragam tumbuhan semak lainnya.Â
Ah....saya menghirup udara segar di tengah cuaca yang sangat dingin. Tiba-tiba pula kabur tebal langsung menutupi area pandangan disertai hujan rintik-rintik.Â
Beruntung hujannya hanya sementara saja. Satu lagi, saya tak membawa mantel hujan dan payung. Semoga hujan deras tidak turun.Â
Perjalanan saya mulai nyaman. Area terbuka dengan pohon-pohon pinus dan cemara khas gunung Hallasan menemani. Seolah berjalan di tengah deretan pohon Natal.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H