Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Jalan Kaki Ribuan Langkah Menjelajahi Deoksugung Palace dan Myengdong

29 Agustus 2024   12:36 Diperbarui: 29 Agustus 2024   12:40 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di salah satu lorong pusat kuliner Myeongdong, terdapat banyak restoran dengan label halal. APCEIU memilih Kampungku Restaurant. Dilihat dari bendera yang melambai, Kampungku dikelola oleh warga Malaysia.

Benar saja, pengunjung Kampungku memang didominasi oleh wanita berhijab dari Malaysia dan negara-negara Muslim lainnya. Menu makanan pun memang rasa Indonesia. Yang paling khas adalah sambal teri.

Nah, di Kampungku Restaurant inilah teman-teman Muslim dari Indonesia, Malaysia dan Thailand akhirnya bertemu daging ayam. Ini sangat membantu mereka terkait makanan halal. 

Waitress bernama Wani asal Malaysia di Kampungku Restaurant. Sumber: dok.pribadi.
Waitress bernama Wani asal Malaysia di Kampungku Restaurant. Sumber: dok.pribadi.

Namanya restoran Malaysia, maka tentu saja karyawan-karyawannya banyak yang berasal dari negeri Jiran. Hal ini dengan mudah dapat dikenali karena perawakan dan wajah mereka menyerupai orang Indonesia. Saya pun mencari informasi singkat tentang mereka.

Sesaat sebelum meninggalkan Kampungku Restaurant, saya sempat berbincang singkat dengan Mardi dan Wani. Keduanya adalah pelayan di restoran. Mereka pun asli warga Malaysia.

Waiter bernama Mardi asal Malaysia di Kampungku Restaurant. Sumber: dok.pribadi.
Waiter bernama Mardi asal Malaysia di Kampungku Restaurant. Sumber: dok.pribadi.

Menjelang pukul 14, kami beranjak dari Kampungku restaurant menuju halte bus. Kami kembali menyusuri lorong jalanan di Myeongdong sejauh beberapa ratus meter.

Jalan kaki kembali menjadi pilihan primadona. Panas terik sinar mentari serasa membakar kulit kepala. Namun, serunya perjalanan kali ini seolah mengabaikan paparan mentari. 

Jalan kaki di salah satu lorong Myeongdong. Sumber: dok.pribadi
Jalan kaki di salah satu lorong Myeongdong. Sumber: dok.pribadi

Entah sudah berapa kilometer kami melangkah untuk hari keempat kegiatan kami bersama tim dari APCEIU UNESCO. Rasa capek dan letih tentunya ada yang menghinggapi kami. Tetapi, ini adalah pengalaman ya g sangat memberikan pelajaran berharga bagi kami. Secara khusus, kami belajar secara bertahap tentang budaya warga Korea Selatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun