Sebenarnya, mereka yang mencoba menitipkan anak sudah tahu akan ketentuan terbaru PPDB. Jauh-jauh hari setiap sekolah sudah menyebarluaskan juknis lewat media sosial, bahkan sudah dipasang pula dengan tulisan besar di sekolah. Tetapi, karena masih terbawa suasana tahun-tahun sebelumnya bahwa cara lama bisa menitipkan, makanya mereka memaksakan.
Terdeteksinya KK palsu terjadi ketika dilakukan validasi keaslian KK. Sistem PPDB memunculkan data sebenarnya sewaktu penginputan nomor KK lama. Bahkan ada yang mencoba lewat jalur prestasi, sementara datanya terbaca di dinas sosial sebagai penerima bantuan Program Keluarga Harapan.
Sama halnya dengan temuan sertifikat prestasi akademik dan non akademik fiktif. Sejumlah pendaftar melampirkan sertifikat peraih medali emas OSN, padahal sertifikatnya didownload dari internet lalu  diedit.Â
Ada pula temuan sertifikat juara 1 turnamen bulutangkis pada kegiatan pekan olahraga pelajar tingkat provinsi. Ternyata daerahnya tak mengutus atlet pada cabang olah raga tersebut. Hal ini diketahui ketika satu operator PPDB bertanya kepada salah satu official kontingen daerah. Masih ada beberapa kejadian lain yang pada intinya melanggar juknis PPDB.
Satu lagi, jika sudah tidak tersedia kuota, maka orang tua menitipkan anak mereka di sekolah swasta atau sekolah negeri di desa selama beberapa bulan hingga ada kursi kosong di sekolah yang mereka inginkan.
Demi mewujudkan kenyamanan bersama pihak sekolah dan pendaftar PPDB serta terciptanya proses yang transparan, berintegritas dan profesional pada tahun mendatang, maka sebaiknya setiap orang tua memahami bahwa juknis PPDB selalu berubah setiap tahun sebagai perbaikan dari celah kecurangan pada PPDB tahun sebelumnya.
Demikian pula dengan penanggungjawab, unsur panitia dan segenap warga sekolah. Mereka wajib menerima aturan terbaru dan menindaklanjutinya dengan penuh tanggungjawab.Â
Ketika masyarakat luas menemukan adanya famili lain dalam KK yang diloloskan oleh unsur panitia PPDB, sudah pasti akan dilakukan oleh banyak orang tua pada tahun mendatang.
Khusus untuk panitia PPDB di tingkat provinsi, sebaiknya memisahkan jalur prestasi akademik dan prestasi non akademik. Tahun ini, anak-anak yang cerdas secara kognitif/akademik banyak yang gagal karena dikalahkan oleh mereka yang memiliki sertifikat juara non akademik.Â
Kalau pun tetap digabungkan, maka sebaiknya diberikan koefisien poin tambahan untuk mereka yang meraih predikat juara atau peringkat 1-3 di sekolahnya secara akademik dari nilai rapor. Predikat rangking 1 sama nilainya dengan juara 1 non akademik tingkat nasional.Â
Oleh karena kurikulum merdeka tidak mengenal peringkat lagi, maka sebaiknya calon peserta didik baru melampirkan  bukti berupa legger daftar nilai keseluruhan yang ditandatangani atau disahkan oleh kepala sekolah.