Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kuliah dalam Kacamata Tradisi, Kebutuhan Kampus dan Pembangunan Jangka Panjang

23 Mei 2024   09:04 Diperbarui: 25 Mei 2024   07:08 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan hanya bimbel, pengalaman saya selalu guru SMA, kampus-kampus pun ramai-ramai datang mempromosikan diri ke sekolah. Beragam strategi mereka siapkan demi mendapatkan  calon mahasiswa baru. 

Tradisi kuliah yang masih kuat ini pula yang turut menjadi bagian ekosistem kampus. Jika kuliah tidak wajib lagi, maka akan berdampak pada kurangnya mahasiswa di perguruan tinggi. Mahasiswa minim berpengaruh pada roda perekonomian kampus. Gaji dosen bisa saja tertunggak dan tunjangan profesi dosen tak terbayarkan karena tak ada mahasiswa.

Dalam pikiran saya, suka tidak suka, sistem pendidikan kita masih bermuara pada memenuhi kebutuhan bangku kuliah di perguruan tinggi. Belum mengacu secara khusus untuk memberikan skill. 

Contoh sederhana, mata pelajaran yang diajarkan di sekolah menengah atas saat ini, secara umum masih setali tiga uang dengan program studi yang ada di perguruan tinggi. Adapun lulusan SMK yang sebenarnya bisa langsung bekerja, tetap melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi. Musababnya adalah banyak perusahaan yang menerima pekerja dengan ijazah minimal strata 1.

Dilihat dari sudut pandang nilai prestise, semakin banyak lulusan SMA/SMK di suatu daerah yang masuk ke perguruan tinggi negeri, maka pemimpin di sekolah, kabupaten dan provinsi dianggap berprestasi. Nah, inilah salah satu juga penyebab tradisi kuliah itu masih familiar. 

Proses kuliah untuk menghasilkan lulusan dengan tingkat pendidikan dibarengi skill mumpuni sebenarnya menjadi bagian tak terpisahkan dari program pembangunan jangka panjang sebuah bangsa. Kemajuan pembangunan identik dengan tingkat kemajuan pendidikan. 

Dengan kuliah setinggi-tingginya, turut mendorong meningkatnya indeks pembangunan manusia. Hanya saja, seiring dengan tingginya animo lulusan sekolah menengah untuk melanjutkan studi di bangku kuliah, animo pengelola kampus pun mulai tinggi dengan  menaikkan biaya kuliah. 

Memang harus diterima bahwa pemerintah hanya memberikan biaya "subsidi" untuk jenjang pendidikan dasar 12 tahun melalui skema dana BOS. Sementara perguruan tinggi mengelola pembiayaan secara mandiri. 

Keluhan akan tingginya UKT menandakan bahwa warga butuh kuliah. Pendidikan belum terhenti saat tamat SMA/SMK. Peluang kerja pun masih minim. 

Kuliah tidak wajib karena masuk kategori tersier belum mampu menjawab tujuan akhir dari pendidikan itu sendiri, yakni menjadi manusia seutuhnya yang bisa menjadi insan mandiri. 

Mungkin inilah sederet masalah yang masih harus dicari formula yang tepat sehingga konsep penerapan Kurikukum Merdeka dan Kampus Merdeka yang selama ini menjadi salah satu motto dan tagline Kemdikbudristek. Perlu ada kesatuan visi antara penyerap angkatan kerja dengan kebijakan pemerintah terkait lulusan yang kompeten untuk masuk dunia kerja nantinya. Dengan demikian, pendidikan dasar, pendidikan tinggi dan dunia kerja bisa terjalin sinergi yang tepat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun