Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Sensasi Memetik Cengkeh yang Menguji Adrenalin

8 Januari 2024   23:39 Diperbarui: 12 Januari 2024   11:45 1354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memetik cengkeh menggunakan tangga bambu. Sumber: dok. pribadi

Setelah lebih sepuluh tahun tak memetik cengkeh, akhirnya kesempatan itu hadir kembali dalam hidup saya. 

Berbekal pohon cengkeh yang ada di samping rumah di kampung telah menunjukkan masa siap petik dan tidak ada yang akan memetik, maka saya pun berkesempatan untuk memetik cengkeh. 

Hari Minggu sore, sekitar pukul tiga, setelah hujan rintik-rintik berhenti, saya segera menyiapkan peralatan memetik cengkeh. Saya memilih satu dari empat tangga yang telah siap di halaman rumah. 

Tangga yang terbuat dari bambu dengan jumlah mata anak tangga 30 menjadi pilihan saya. Tangga yang saya pilih pun terbuat dari bambu yang sudah agak tua. Sedikit agak berat tetapi akan memberikan rasa aman kepada saya nantinya.

Sebuah tali tambang sepanjang 40 meter saya pasangkan pada tangga. Tali ini saya lingkarkan pada anak tangga ke-24 dari tanah. 

Posisi tali ini akan membuat tangga bisa berdiri kokoh nanti dan tidak akan goyang ketika ditimpa angin kencang. Satu tali tambahan ukuran 10 meter saya pasangkan di anak tangga ke-6 dari tanah. 

Fungsi tali ini adalah menguatkan posisi tangga agar tidak lari ke belakang saat tali ukuran 40 meter ditarik dari kedua sisi. Keamanan tangga pemetik cengkeh ada pada tali yang populer kami sebut ulang garonto' (tali batang).

Model tangga pemanjat cengkeh di Toraja. Sumber: dok. pribadi
Model tangga pemanjat cengkeh di Toraja. Sumber: dok. pribadi

Setelah tangga siap, saya membuatkan tumpuan untuk tangga agar mudah bagi saya membuatnya berdiri. Letak pohon cengkeh yang ada di samping jalan tani dan medan yang agak rata sedikit membuat sulit untuk membuat tangga berdiri. 

Tenaga saya juga sudah tidak sama ketika masih berusia 27 tahunan yang lalu. Tangga dengan tinggi sekitar 15 meter pun seolah sulit saya ajak untuk berdiri. Dua kali gagal berdiri, beruntung saya tidak tertimpa tangga. Pada usaha ketiga, baru bisa berhasil. 

Buah cengkeh yang mulai kemerahan di puncak pohon terlihat jelas dari bawah. Saya langsung melaju menaiki anak tangga hingga tiba pada anak tangga yang searah dengan puncak pohon cengkeh. 

Karena sudah sangat lama tidak naik tangga memetik cengkeh, ada sedikit rasa was-was menghinggapi saya. Terlebih bobot tubuh sudah menyentuh 76 kg. Berbeda jauh dengan bobot tubuh usia 27 tahun kala masih 55 kg. 

Pohon cengkeh yang saya panjat kali ini adalah satu dari tiga pohon cengkeh tertua yang tersisa dari serangan hama penggerek batang. Ini adalah salah satu pohon cengkeh bersejarah yang ada di kampung saya. 

Salah satu pohon tertua yang masih tersisa. Pohon cengkeh ini adalah pohon yang ditanam almarhum bapak sekitar awal tahun 1980-an. 

Artinya, pohon  yang saya panjat ini lebih tua dari saya saat ini. Usianya sudah lebih empat puluh tahun. Tingginya saat ini sekitar 15 meter, tetapi didominasi oleh tangkai muda. Memang sudah beberapa kali saya pangkas untuk diremajakan. Terutama ketika dirawat dari serangan hama penggerek batang. 

Pohon cengkeh inilah yang banyak berjasa menopang biaya pendidikan saya, terutama waktu kuliah dulu. Saat ini tiga pohon tua tersisa kembali tumbuh subur setelah puluhan tahun bertahan dari serangan hama penggerek barang. 

Sensasi memetik cengkeh di puncak pohon pun membuat saya lupa sejenak akan bobot tubuh. Kebanggaan kami pemetik cengkeh adalah aksi di puncak pohon memetik cengkeh. 

Kaki kiri bertumpu pada anak tangga sementara kaki kanan melingkar di batang tangga dengan bantuan paha menjepit satu anak tangga yang menopang tubuh saya untuk mulai nyaman memetik cengkeh. 

Tiupan angin yang sesekali kencang tidak membuat saya gentar. Memang cukup mengganggu tetapi saya berusaha fokus dan menikmatinya. 

Warna hijau kekuningan dan merah dari buah-buah cengkeh seolah meronta-ronta untuk minta dipegang. Sejumlah lebah penghisap madu juga berlomba dengan saya. Suara mereka bisa mengimbangi tiupan angin sore. 

Hanya satu anak tangga tempat saya bertumpu, ketika telah menghabiskan waktu hampir satu jam memetik. Kecepatan memetik sudah pudar. Belum ada niat untuk mau turun, meskipun wadah penampungan sudah hampir penuh dan mulai berat ketika saya coba angkat. 

Oleh karena tangga yang kokoh terikat, saya pun tidak kuatir wadah yang saya gantungkan pada anak tangga pas di depan perut saya akan mengalami masalah.

Buah cengkeh hasil petikan sendiri. Sumber: dok. pribadi
Buah cengkeh hasil petikan sendiri. Sumber: dok. pribadi

Pengalaman saya memetik cengkeh dengan model berada di ketinggian seperti ini adalah saat yang paling membahagiakan ketika memetik cengkeh. 

Buah yang paling banyak dan paling nyaman dipetik ada di puncak pohon. Seringkali waktu setengah hari habis hanya untuk mengumpulkan buah yang ada di puncak pohon.

Bobot tubuh saya sedikit mengurangi kelugasan memetik. Bagaimanapun juga saya mesti banyak berhati-hati dan fokus berpedang pada tangga juga. Kaki pun  mulai pegal karena menjadi tumpuan dan  lama tidak dibiasakan memetik cengkeh.  

Kehati-hatian ini selalu menjadi pengingat saya memetik cengkeh dalam waktu yang relatif singkat. Saya sudah beberapa kali mengalami kejadian tangga patah ketika saya sementara berada di puncak pohon cengkeh dengan muatan yang berat. 

Inilah alasannya sehingga saya benar-benar memeriksa kekuatan tali dan usia bambu yang dibuat sebagai tangga. Dua kali kali saya pernah terjatuh dari pohon cengkeh langsung terjun ke tahan karena tangga patah terbagi dua tidak mampu menopang beban. 

Beruntung saya tidak mengalami cedera serius karena wadah penuh cengkeh yang ada pada leher saya berhasil menjadi tumpuan sampai di tanah. Sekitar empat kali pula saya terselamatkan karena tangga yang patah langsung masuk ke area dalam pohon cengkeh. 

Angin sore yang beberapa kali bertiup kencang mengurangi kecepatan saya memetik cengkeh. Menjaga keseimbangan dan keamanan kini menjadi fokus saya. 

Satu tangan berpegang pada tangga dan tangan lainnya memetik. Ya, pokoknya tinggal semangat yang besar untuk memetik. Tak mampu lagi berayun-ayun dengan kedua tangan berjingkrak di puncak pohon aktif memetik satu per satu gagang buang cengkeh. 

Mulut saya pun banyak membantu untuk memisahkan daun dengan gagang buah cengkeh. Jika ada daun yang ikut terpetik, maka mulut yang bekerja melepaskan daun. Sedikit mulai pedis bibir efek dari daun cengkeh.

Sekitar dua jam berayun-ayun di atas ketinggian, wadah penampungan dari karung terigu pun hampir penuh. Aroma khas cengkeh segar menusuk hidung saya dari tumpukan cengkeh dalam wadah. 

Jam menunjukkan sudah lewat pukul enam petang. Adzan maghrib pun sudah terdengar dari beberapa mesjid yang ada di wilayah kabupaten Enrekang. Suasana petang yang masih agak cerah untuk pandangan mata membuat saya masih bertahan untuk memetik cengkeh. Kebiasaan 10 tahun yang lalu ketika memetik cengkeh benar-benar sampai gelap terulang kembali. 

Ada rasa enggan untuk berhenti memetik ketika hari belum gelap. Seandainya bisa, pohon cengkeh dipasangi balon listrik agar masih bisa lanjut memetik di malam hari.

Hampir pukul tujuh malam, dalam suasana remang-remang, saya berhenti dari kegiatan memetik dengan hasil satu wadah penuh. Jika saya perkirakan, hasil bersihnya sekitar 4 kg cengkeh basah. 

Dengan demikian ada sekitar 2 kg cengkeh kering. Harga cengkeh kering untuk panen terbaru saat ini di pasar tradisional sekitar Toraja dan Enrekang adalah Rp 130.000 per kilogram. 

Lumayan, hasil petikan saya untuk Minggu sore. Cengkeh saya tinggalkan untuk ibu saya karena beliau yang tinggal di kampung. Saya kembali ke kota Makale dan berencana melanjutkan untuk datang memetik cengkeh kembali di hari Sabtu mendatang karena libur sekolah, 5 hari kerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun