Dari pria tersebut saya baru tahu bahwa kampung Sa'dan memiliki panjang sekitar 3 km dari sungai Massuppu'. Adapun kampung Leppan ditandai dengan ciri khas adanya bangunan gereja pertama yang akan dijumpai di jalan nanti. Sementara kampung Petarian masih berjarak sekitar 6 km dari tempat saya istirahat.
Perbincangan sesaat membawa kehangatan baru. Ia bercerita tentang kegiatannya di sawah. Ia juga menunjukkan lokasi rumahnya. Petang menjemput, perjalanan masih jauh. Kami berpamitan satu sama lain.
Setelah saya perhatikan dengan seksama, terdapat 6 titik menantang di jalur Sa'dan menuju Leppan. Tantangan ini identik berupa tanjakan berbatu dan berdebu dengan bekas rabat beton. Ban depan motor yang agak keras dan stang motor yang sudah tak normal membuat motor seringkali agak liar dan sulit dikendalikan di tanjakan berbatu.Â
Ruas jalan antara kampung Sa'dan dan kampung Leppan cenderung minim rumah warga. Sa'dan memiliki ciri khas tanpa sumber listrik seperti turbin. Adapun rumah yang memiliki listrik bersumber dari genset. Gelap mulai menjemput. Suasana jalan sepi, hanya diselingi suara makhluk hutan. Sesekali bersua rumah warga yang sepi dan gelap. Dua kali saya bertemu pagar pembatas ternak liar yang sudah terbuka.
Memasuki kampung Leppan, beberapa rumah panggung kayu berjejer di bagian kanan jalan. Di antara rumah-rumah tersebut terdapat sebuah gereja yang sementara dalam pembangunan. Di sekitar tempat ini, kondisi jalan sudah menuntut konsentrasi. Bergelombang dan berbatu. Roda motor tidak melewati bagian tengah jalan. Tetapi mencari jalur alternatif disisi perbukitan. Jika musim hujan, jalur ini akan seperti sungai dan kubangan lumpur. Panjang jalur kategori ekstrim ini sekitar 100 meter.
Jalur kampung Leppan menuju kampung Petarian sudah didominasi tanjakan curam berbatu dan berdebu. Jalan yang masih kering masih membantu untuk dilewati meskipun kedua kaki sering turun membantu motor untuk tetap stabil menanjak. Pada satu tanjakan setelah melewati sungai kecil tak berair, saya terpaksa melompat dari motor karena oleng.Â
Ada satu spot yang memanjakan mata di bagian kanan jalan. Rasa capek terbayar oleh pemandangan berupa hamparan gunung teletubbies. Sebelum mencapai titik ini, tantangan tanjakan berbatu kembali menyambut. Kedua tangan berkeringat, apalagi sekujur tubuh. Rasa pegal di punggung, jari-jari tangan, pergelangan tangan dan pantat sudah meronta-ronta.Â
Tak ada waktu lama berhenti, hanya semenit menarik nafas. Jalan mulai gelap. Kesunyian menembus jalan berbatu di antara beberap pohon jati. Trek tanjakan kampung Petarian segera menyambut setelah tanjakan-tanjakan berbatu. Mesin motor bebek meraung-raung karena gigi 1 yang dominan di tanjakan.Â
Jalan yang tak jelas karena kegelapan mulai menebal beberapa kali membuat saya oleng. Motor sering keluar jalur. Demi keamanan, saya memilih melintasi bagian tengah jalan yang berbatu dibanding pinggiran yang mulus tapi berhadapan dengan jurang.
Petarian saya lewati dengan lancar meskipun pegal-pegal di kaki dan pantat. Di Petarian ini, balon-balon listrik dari turbin sebenarnya ada tapi tak menyala. Mungkin mesinnya rusak, entahlah. Gelapnya rumah warga menambah kesunyian.Â
Jika dua kali perjalanan saya sebelumnya selalu bertemu kerbau, sapi dan kuda liar di jalan, kali ini rombongan mereka tidak ada.Â