Kopi bagi orang Toraja adalah objek yang bernilai. Kopi dapat dikatakan perannya seperti emas. Produk berupa bubuk kopi dengan aromanya yang khas dari tanaman yang tumbuh subur di ketinggian ini adalah cendera mata yang paling dicari ketika berada di Toraja.Â
Selain dijadikan sebagai cendera mata bagi tamu, pengunjung ke Toraja pun akan menjadikan kopi Toraja sebagai buah tangan ketika meninggalkan Toraja.
Meskipun saya sendiri adalah orang Toraja, tetapi ketika saya berkunjung ke kampung lain di Toraja, kopi masih menjadi barang bawaan mewah yang diberikan oleh keluarga atau teman yang saya kunjungi.
"We...dari Toraja, adakah kopi Toraja?"
"Adakah kopi Toraja?"
" Wah, ini orang Toraja, pasti ada kopinya."
"Apa kabar pak Roma? Dari Toraja ya? Pasti ada kopi Toraja dibawa?"
Kalimat-kalimat ini adalah pertanyaan-pertanyaan umum yang orang Toraja dapatkan ketika ia berkunjung ke suatu daerah, khususnya di sekitar Sulawesi. Hmmm...kopi Toraja memang kadang lebih populer dibanding objek wisata dan wisata budayanya.
Kemudian, kata kopi bagi masyarakat Toraja bukan sekadar tentang kopi. Kopi juga memiliki makna mendalam yang terkandung dalam sebuah pertanyaan atau ajakan.Â
Suatu waktu ketika bertamu di rumah-rumah warga Toraja, tamu pasti akan menerima ungkapan "kopi ra ka?" Ini bukan tentang kopi milik Raka, kopi buatan Raka atau kopi berlabel Raka.Â
"Kopi ra ka?"Â adalah sebuah pertanyaan yang ditujukan sebagai tawaran ramah-tamah untuk seseorang apakah teman, sahabat, keluarga atau siapa pun yang saat itu bertamu.Â
Ungkapan ini juga bermakna ajakan ketika dua atau lebih orang Toraja berada di suatu tempat, misalnya di acara kedukaan, perkawinan, syukuran, cafe, warung atau warkop.Â
"Kopi ra ka?" dapat diartikan secara sederhana menjadi pertanyaan: apakah mau minum kopi? Meskipun orang yang diajak bukan penikmat kopi atau bahkan tidak minum kopi, ungkapan ini akan menjadi ungkapan pembuka tawaran ramah-tamah.Â
Toh, pada akhirnya yang dihidangkan hanya segelas air putih atau sekaleng minuman bersoda, tapi itulah kekuatan ungkapan "kopi ra ka?"
Jika tak minum kopi, atau tak berselera dengan kopi, tinggal membalas, uai lassu bangmo, uai tanak bangmo atau air putih saja.
"Kopi ra ka?" boleh ditanggapi dengan serius jika baru pertama kali mendengarnya. Namun, jika sudah terbiasa, maka balasannya pun bisa beragam. Misalnya, tuak bangmo atau ballo/tuak saja.Â
Lalu, bagaimana jika memang ingin minum kopi? Balasannya sederhana saja, mirip dengan respons di warung kopi tau kios-kios penyedia kopi.Â
Kurre sumanga', kawa mo atau terima kasih, kopi pahit saja atau terima kasih, kopi tanpa gula saja.Â
Kawa adalah nama kopi tanpa gula tau kopi pahit orang Toraja. Sehingga kopi pahit akan berbunyi kawa pai' atau kawa passik untuk orang Toraja.
Ungkapan ini sudah menjadi bahasa sehari-hari ketika menerima kunjungan tamu atau saya sendiri yang bertamu di Toraja. Kini, konteksnya pun sudah meluas ke berbagai penjuru.Â
Di mana ada orang Toraja, entah di pulau Jawa atau di luar negeri, jika sesama orang Toraja bertemu di sana, maka ungkapan pembangun kehangatan komunikasi yang terucap adalah Kopi Ra ka?
Seperti hari ini, saya mengikuti kegiatan upacara Rambu Solo', prosesi kematian/kedukaan khas orang Toraja. Almarhum yang diupacarakan adalah Kepala Lembang/Kepala Desa Palesan, atas nama Sukarsen Bara'padang.Â
Di hari penerimaan tamu, rombongan ibu-ibu PKK Lembang Palesan bertugas sebagai pramusaji untuk menyajikan makanan buat tamu yang hadir di rumah duka. Ketika giliran di tempat saya untuk dijamu, ibu-ibu yang datang menawarkan minuman kepada kami.Â
Ungkapan sekaligus pertanyaan dari salah satu ibu adalah kopi ra ka? Ibu-ibu yang lainnya juga menanyakan hal yang sama kepada setiap tamu.
Selama proses menghidangkan minuman berupa kopi dan teh ditambah beragam kue tradisional Toraja, terjadi komunikasi yang saling berbalasan dengan pertanyaan ibu-ibu tadi.Â
Respons setiap tamu beragam. Ada yang serius menanggapi dengan kata, "kopi atau teh." Ada pula yang menyapa, bertukar cerita singkat hingga mengulas pertemuan di masa lalu.
"Kopi ra ka?" yang awalnya bertanya tentang pilihan minuman, berubah menjadi bahan diskusi ke beragam topik. Dan pada akhirnya adalah hadirnya suasana yang penuh keakraban, kekeluargaan dan perkenalan di antara tamu-tamu yang datang melayat dengan orang-orang yang berada di sana.Â
Kopi menjalin hubungan komunikasi yang efektif sambil menikmati sajian kopi itu sendiri.
Ungkapan inilah yang pada akhirnya memunculkan satu brand kopi lokal Toraja bernama Kopi RaKa. Pusat pembuatan Kopi RaKa berada di jalan Trans Sulawesi, poros Makale-Rantepao, RT Kia'tang, Kelurahan Tambunan, Kecamatan Makale Utara. Selain itu, cabang-cabangnya pun sudah mulai bermunculan di berbagai tempat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI