Hemat energi telah lama dikampanyekan di hampir seluruh belahan dunia. Perilaku hemat energi bisa dimulai dari diri sendiri, lingkungan tempat tinggal atau dalam sebuah komunitas seerta bentuk-bentuk lainnya. Selain itu, penghematan energi bisa dilakukan lewat rumah atau kediaman.Â
Perkembangan kehidupan yang berselimutkan modernisasi telah mendorong peningkatan penggunaan energi yang masif.Â
Perusahaan, intitusi hingga kebutuhan individu memanfaatkan energi sebesar-besarnya untuk mendapatkan dampak berupa keuntungan dan manfaat.Â
Volume dan intensitas pemanfaatan energi di perkotaan sangat kontras dengan pemanfaatannya di daerang pinggiran atau kampung.Â
Warga perkotaan cenderung menggantungkan kehidupannya pada ketersediaan energi yang diberikan oleh listrik. Sementara di pedesaan atau perkampungan, warga cenderung lebih arif.
Kemudahan hidup yang disediakan oleh energi tidak serta-merta membuat masif pemanfaatannya di kampung. Kondisi ini dilatarbelakangi oleh kebiasaan dan pola hidup warga di kampung yang berjalan beriringan dengan kearifan lokal setempat.Â
Model bangunan rumah dan kebiasaan tinggal di rumah secara tidak langsung terpola dan memuat nilai-nilai kearifan lokal. Oleh karena hal inilah, tidak mengherankan jika warga kampung lebih memiliki kontribusi dalam hal penghematan energi.
Kali ini saya menuliskan perilaku warga di kampung saya, Gandangbatu Sillanan dalam membantu penghematan energi melalui tindakan yang mewujudkan rumah hemat energi. Sejak dulu, jauh sebelum ada listrik, telah terpelihara kebiasaan akan penghematan energi di rumah.Â
Pola rumah hemat energi tidak dibuat seperti membangun rumah-rumah minimalis di perkotaan yang mana bangunannya memperbanyak kaca di bagian dinding.Â
Pola hemat energi dimulai dari rumah adat orang Toraja yang menyerupai perahu, yakni tongkonan. Jika dilihat sekilas, jendela rumah tongkonan sangat kurang.Â