Bunyi gendang dari protokoler menandakan usainya ramah-tamah keluargan dan rombongan tamu. Prosesi selanjutnya adalah ma'pairu' atau ma'pakopi. Kopi, teh, dan aneka kue kering disajikan kepada seluruh tamu dalam "lantang karampoan".
Selama sesi minum kopi dan teh, gora-gora tongkon kembali membacakan nama-nama keluarga yang datang tongkon. Selanjutnya disebutkan tempat atau nomor pondok yang akan menjadi tujuan rombongan keluarga setelah selesai jamuan di "lantang karampoan".Â
Gendang kembali dipukul sebagai tanda berakhirnya jamuan kopi dan teh. Semua rumpun keluarga yang datang "tongkon" akan beranjak ke tempat yang telah disiapkan oleh keluarga yang berduka.Â
Ketika rombongan tamu telah masuk di pondok keluarga yang dituju, maka cerita hubungan darah, kekeluargaan hingga silsilah akan diperjelas. Keakraban antar rumpun keluarga makin nyata di sini.Â
Adapun kerbau, babi, pa'piong dan amplop yang dibawa akan diberikan kepada pihak keluarga berduka yang dituju. Kesepakatan apakah kerbau dan babi akan disembelih diputuskan bersama keluarga yang datang dan keluarga yang dituju.Â
Prosesi adat akan berjalan jika kerbau dan babi nantinya disembelih. Ada bagian tubuh hewan yang akan ditinggalkan keluarga berduka. Selebihnya akan dibawa kembali oleh rombongan keluarga yang datang "tongkon".
Makan bersama adalah jamuan untuk tamu yang datang. Pihak keluarga berduka biasanya telah menyiapkan menu santapan tamu. Namun, sebagian besar keluarga yang datang sudah membawa bekalnya sendiri. Sehingga memudahkan untuk fleksibilitas makan bersama tanpa merepotkan pihak keluarga yang dituju.Â
Oya, daging babi dan pa'piong yang telah dibawa pulang oleh rombongan tamu, selanjutnya dibagikan secara merata kepada semua keluarga, tetangga atau kerabat yang datang. Kebersamaan dan tradisi berbagi inilah yang masih menguatkan hubungan kehidupan sosial dan kekeluargaan masyarakat Toraja.Â
Tambahan lainnya adalah bekal nasi, kue atau lauk pauk lain juga dibagikan secara merata. Meskipun prosesi "tongkon" dan "matarima tamu" ini bisa menghabiskan waktu perjalanan sehari penuh, akan tetapi nilai-nilai sosial, adat, budaya dan kearifan lokal di dalamnya tak bisa tergantikan oleh hal apapun.Â
Kehadiran rumpun keluarga di tengah keluarga yang berduka tak ternilai harganya bagi masyarakat Toraja. Adanya wajah dan kesediaan merasakan duka cita sebenarnya jauh lebih dicari oleh keluarga yang berduka dibandingkan dengan ternak atau barang yang datang dibawa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H