Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Mantarima Tamu" dan Maknanya bagi Masyarakat Toraja

3 November 2023   17:06 Diperbarui: 4 November 2023   01:37 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu-ibu menyajikan kopi dan teh dalam prosesi "mantarima tamu". (Dokumentasi pribadi)

Nama keluarga akan didaftarkan oleh petugas pos depan. Didata pula keluarga almarhum yang dituju oleh tamu. Selain itu, rombongan keluarga juga mendaftarkan tanda kedukaan yang dibawa, seperti kerbau, babi, pa'piong dan amplop berisi sejumlah uang. 

Selanjutnya petugas akan memotong retribusi pajak dari kerbau, babi, pa'piong dan amplop tersebut. Besaran pajaknya berbeda-beda. Satu ekor kerbau bisa dikenakan retribusi sebesar Rp250. 000, bani sebesar Rp150.000, pa'piong dan amplop Rp100. 000. 

Besaran retribusi didasarkan pada perda tentang retribusi pajak potong hewan dan kesepakatan dalam wilayah adat bersama dengan kesepakatan dari pihak gereja. 

Setelah mendaftar, keluarga yang datang melayat beserta rombongannya akan berbaris dari pos depan menuju tempat penerimaan tamu yang disebut "lantang karampoan". Semua ternak apakah itu kerbau atau babi akan berjalan paling depan memasuki halaman acara yang dikenal sebagai "ulu ba'ba". 

Protokol acara memberikan komando untuk melakukan prosesi "mantarima tamu". Barisan rombongan terbagi dua. Kaum perempuan berjalan di sebelah kiri dan kaum laki-laki di sebelah kanan. Di depan rombongan, dipimpin oleh satu pria dengan pakaian khusus. Di belakangnya berdiri beberapa gadis cantik dengan pakaian adat Toraja. 

Selama prosesi berjalan menuju "Lantang Karampoan", gora-gora tongkon akan membacakan secara berurutan nama-nama keluarga yang sedang berjalan menuju tempat penerimaan tamu. Nama kampung atau daerah asal pun disebutkan selama prosesi. 

Salah satu contoh kalimatnya yaitu "Sangsiturusanna ba'tu rombonganna keluarga almarhum Atte lo'mai Rano rampo ma'tangkean suru', umpatu Anton Bombing." (Rombongan keluarga almarhum Atte dari Rano datang melayat, bertemu Anton Bombing). Nama Anton Bombing adalah saudara dari almarhum yang dituju oleh keluarga almarhum Atte. 

Memasuki "Lantang Karampoan", Laki-laki dan perempuan duduk terpisah dalam petak tempat penerimaan tamu. Orang tua yang dianggap tokoh masyarakat atau pejabat akan duduk di petak paling depan. 

Selanjutnya, pihak keluarga yang berduka akan berbaris dengan rapi dipimpin oleh kepala rombongan untuk melakukan ramah tamah dengan semua rombongan keluarga yang hadir di "Lantang Karampoan". 

Setelah bersalaman, akan disuguhkan rokok kepada kaum laki-laki. Khusus bagi kaum perempuan, disajikan buah pinang, kapur, daun sirih dan daun tembaki kering. Inilah prosesi " Mantarima Tamu" yang disebut ma'patole' dan ma'papangan. 

Pada prosesi ma'patole' dan ma'papangan ini mulai terbangun cerita akan hubungan kekerabatan. Sedikit demi sedikit keluarga yang berkumpul saling mengenali. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun