Mohon tunggu...
OVANTUS YAKOP
OVANTUS YAKOP Mohon Tunggu... Guru - Mengolah Hati dan Budi Melalui Menulis

SDN ANAM SMP SWASTA KARYA RUTENG SMAK ST. FRANSISIKUS XAVERIUS RUTENG STKIP ST.PAULUS RUTENG

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ruang Keluarga dan Budaya | Memupuk Iman, Persaudaraan dan Bela Rasa

9 Agustus 2024   19:07 Diperbarui: 9 Agustus 2024   19:29 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Opini: Ruang Keluarga dan Budaya  

 Fundasi Memupuk Iman, Persaudaraan dan Bela Rasa

                                              

                                                         Oleh : Ovantus Yakop

Kata Kunci: Keluarga, Budaya, Iman, Persaudaraan dan Bela Rasa

Manusia dan Budaya Indonesia

Manusia dan budaya memiliki kaitan yang sangat erat. Manusia akan kehilangan standar nilai-nilai moral dan etika tanpa budaya. Sebaliknya budaya akan tetap abstrak tanpa kehadiran manusia dalam mewujudkannya.

Budaya itu sendiri dalam konteks kehidupan sosial masyarakat dapat dipandang sebagai pedoman hidup bersama yang mencerminkan identitas dari setiap kesatuan sosial masyarakat. Indetitas dalam nilai-nilai moral dan etika dalam budaya, dipelihara, dirawat dan dipertahankan eksistensinya.

Keluarga Sebagai Fundasi Iman, Pesaudaraan dan Bela Rasa

Ada dua faktor utama dalam proses mengenal Iman, persaudaraan dan bela rasa yaitu keluarga dan budaya.

Pertama, yaitu keluarga. Pendidikan pertama dan utama yang diterima oleh seorang anak yaitu keluarga. Sebagai fundasi keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam proses mengenal Iman, persaudaraan dan bela rasa. Bagaimana proses memupuk Iman itu dalam keluarga ? keluarga memiliki tanggung jawab moril dalam mengenal dan menumbuhkan iman seorang anak. Tanggung jawab tersebut tidak terlepas dari kehadiran orang tua (Bapak dan Ibu). Bapak sebagai pencari nafkah utama sekaligus garda terdepan dalam mewarisi iman pribadinya kepada anak. Ibu sebagai sang pemelihara anak memiliki tanggung jawab yang sama dalam mewarisi iman keluarga kepada anak. Adik atau Kakak, Opa atau Oma dalam serumah sebagai faktor pendukung utama dalam proses pengenalan iman.

Proses pengenalan iman tersebut berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama dan tak semudah yang kita bayangkan. Membutuhkan komitmen bersama serta saling bekerja sama satu dengan yang lain. Siapa aktor utamanya disini.? Saya berpikir di setiap keluarga pemberian Tuhan pasti dianugerahi terang Iman dasar. Iman dasar tersebut kita bisa melihat langsung,meniru, merefleksikan dan mempraktekkan Iman itu dalam wujud yang nyata.

Pengalaman langsung dan tidak langsung dari keluarga akan berpengaruh pada proses pertumbuhan Iman, persaudaraan dan bela rasa. Bagaimana wujud nyata dari pengaruh langsung keluarga kepada anak?. Contoh: sebelum makan atau sebelum tidur anak bersama anggota keluarga wajib berdoa sesuai dengan kepercayaan orang tua. Cara lain yang dapat dilakukan oleh orang tua yaitu selalu mengajak anak ke tempat Ibadah, atau bergabung dengan komunitas yang positif, sesuai dengan bakat atau talenta yang dimiliki oleh anak.

Indikator Keberhasilan Pengenalan Iman, Persaudaraan dan Bela Rasa dalam Keluarga

Sebagai orang tua pasti memilik kedekatan dengan sang buah hati atau anak. Kontak batin anak dan orang tua nampak dalam setiap peristiwa hidup, pribadi lepas pribadi dan dalam keluarga, yaitu perasaan senasib. Sebagai orang tua yang memiliki tanggung jawab moril pasti mengenal dengan baik setiap perubahan sikap dan perilaku anak. S

Tutur Kata dan  Perilaku yang Mencerminkan Iman, Persaudaraan dan Bela Rasa Anak dalam Keluarga

 Hal yang nampak dari setiap keberhasilan orang tua dilihat dari buahnya atau anaknya. Hal yang sama dalam Iman. Iman anak dapat ditelusuri melalui: Bagiamana kebiasaan anak terhadap orang tua sendiri, sesam anggota keluarga, lingkungan dan masyarakat. Apakah lebih dominan negatif atau positif ?. Hal yang sama dalam berperilaku apakah mengesankan hal yang positif buat orang tua, sesama anggota keluarga serumah, keluarga besar, lingkungan dan masyarakat.

Bagaimana kita mengetahui bahwa ia mengungkapan Iman, persaudaraan dan Bela Rasa

Ekspresi yang tulus dan Rasa Peduli yang dari Hati dan Relasi yang positif

Ekspresi yang tulus dan rasa peduli yang lahir dari hati nampak dalam raut wajah dan tutur kata anak dalam menghadapi teman seusianya, adik-adiknya (atau yang dibawah umurnya), orang yang lebih tua. Kita bisa tahu bagaimana ekspresinya jika kita membutuhkan bantuannya atau ingin bersosialisasi dengannya, apakah reaksi positif atau negatif. Jika orang tua sakit atau kekurangan, bagaimana rekasinya, apakah tidak peduli atau sikap lain yang muncul.

Relasi yang positif dapat kita jumpai dari leingkungan keseharian anak. Apakah anak itu bergaul dan terlibat dengan teman yang melanggara etika atau norma keluarga. Apakah relasi sosialnya menjamin perubahan pada Iman, persaudaraan dan bela rasa. Disini fungsi control dari orang tua sangat penting.

Kedua, yaitu melalui Budaya. Budaya dan keluarga adalah suatu hal yang sangat dekat.

Budaya itu sendiri menyimpan sejuta nilai bela rasa, persaudaraan dan Iman.Wujud nyata dari iman dapat kita telusuri melalui budaya. Apakah sang anak sering melanggar norma-norma budaya masyarakat dalam kehidupannya. Misalnya sering membuat keonaran dalam lingkungan masyarakat. Apa bentuk partisipasi anak dalam mengenal budayanya sendiri, apakah bermuara pada pembentukan kognitif dan membantu proses perkembangan diri atau tidak. Apakah anak lebih menyukai hal-hal yang dianggap tabu oleh masyarakat setempat atau tidak.

Iman dan keluarga adalah wadah utama bagi seorang anak dalam mengenal iman, persaudaraan dan bela rasa. Kedua ruang tersebut sama-sama mendulang makna nilai-nilai postif termasuk didalamnya bela rasa, rasa persaudaraan dan iman. Sehingga dibutuhkan benteng keluarga yang harmonis dan komitmen untuk meralisasikannya dalam kehidupan nyata.

Gulung 

Catatan: Refleksi penulis terkait makna kehadiran Paus Fransiskus dalam konteks sosio kultaral Indonesia berdasarkan Mottonya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun