Mohon tunggu...
Desi Triyani
Desi Triyani Mohon Tunggu... Teacher -

www.destinyour.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Resensi Negara Kelima #Part 2

3 November 2011   08:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:06 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru kali ini, saya membuat review menjadi dua part. Niat. Soalnya sayang jika dilewatkan begitu saja. Jadi, kalau suatu saat dibutuhkan, tidak perlu ngubek-ngubek lagi untuk menemukan informasi ini. Hehe. Begitu pun, jika teman minta diceritakan dan saya-nya sedang malas, just say “baca aja tuh di blog”. Simple. Ini salah satu manfaat punya blog. Kalau-kalau ada nyasar di blog saya, lantas tidak sengaja membaca terus menjadi manfaat, itu sudah lebih dari cukup. Buat saya, salah satu fungsi kehadiran bloger adalah berbagi, betul kan?

Meskipun, kebenaran cerita ini katanya masih diperdebatkan, tapi untuk pengetahuan, saya rasa tidak ada kata tidak, untuk membacanya. Let’s check this out!

Laut Cina Selatan, Bagian dari Atlantis Lebih dari 11.000 tahun yang lalu, Laut Cina Selatan adalah bagian dari Benua Lemuria. Nusantara Kuno atau Benua Lemuria juga disebut To-Wer oleh orang Mesir Kuno. Orang Dravida menyebutnya Taphropane yang kemudian diinterpretasikan Sumatera. Sedangkan orang Indian Tupi Guarani menyebutnya dengan Yvymaraney. Sementara orang Maya menyebutnya Aztlan.

Tetapi kemudian dengan berakhirnya zaman es, sebagian besar dari daratan Lumuria tenggelam, yang tersisa hanya pulau-pulau yang sekarang dikenal sebagai Nusantara. Tumpahan air dan es yang mencair telah meneggelamkan bagian dari benua itu sedalam 100 – 150 meter. Itu sebabnya kedalaman Laut Cina Selatan pada bagian yang paling dekat dengan Nusantara, yaitu di atas Kalimantan, tidak lebih dari 300 meter. Sedangkan bagian utara dekat Pulau Luzon yang bukan bagian dari Nusantara Kuno kedalamannya lebih dari 3.960 meter.

Peradaban Awal Dunia Baru, Bukti Altantis Tenggelam di Nusantara Kuno Peradaban India, Mesopotamia dan Mesir adalah tiga peradaban tertua yang berada persis pada garis yang dilalui oleh Lautan Hindia. Hal ini bisa menjelaskan arah yang ditempuh sisa-sisa manusia Atlantis yang selamat setelah banjir besar. Mereka mengarungi lautan menuju arah barat. Itu sebabnya peradaban dunia baru terbentuk di sepanjang bentangan Lautan Hindia bukan di tempat lain.

Peradaban India Kuno terletak di Lembah Hindus persis menghadap pada Lautan Hindia. Mesopotamia Kuno terletak di Lembah Eufrat dan Tigris juga terhubung dengan Lautan Hindia oleh Teluk Persia. Sedangkan peradaban Mesir Kuno jelas terhubung dengan Lautan Hindia dan Laut Merah. Peradaban India adalah yang paling tua, disusul Mesopotamia lalu Mesir.

Orang-Orang Maya Datang ke Amerika Bukan Melalui Selat Bering Peradaban Maya kemudian menyusul dalam tempo belakangan. Sebab, konon manusia Atlantis membutuhkan waktu mencapai Amerika Tengah, tepatnya Semenanjung Yucatan dari Kepulauan Nusantara. Teori ini menghancurkan teori yang menyatakan bahwa orang-orang Maya datang dari Asia ke Amerika melalui Selat Bering. Terbukti, karena piramida bisa ditemukan pada kebudayaan Maya maupun Mesir Kuno. Seperti juga system kalender bisa ditemukan pada kebudayaan Mesopatamia dan Maya. Dan yang terpenting adalah gambaran tentang Kota Kuno Mahenjo Daro dan Harappa di Lembah Hindus yang hampir sama dengan gambaran Plato dalam Timaeus and Critias tentang Kota Atlantis.

Tetapi, ketika peradaban sudah berpindah ke dunia utara, Yunani, Cina dan Romawi perlahan dunia lama dilupakan hingga saat ini. Orang-orang dunia utara tidak akan pernah ingin dunia selatan yang miskin dan terbelakang bangkit karena mengenal sejarah kebesaran mereka.

Orang Minang Keturunan Sultan Iskandar Dzulkarnaen Benarkah? Mari kita simak. Menurut cerita turun temurun, Sultan Iskandar Dzulkarnaen yang kekuasaannya membentang luas dari Barat hingga Timur, suatu masa sampai ke Hindustan. Di sanalah ia menikah dengan seorang puteri terpandang. Dari pernikahannya, ia dikarunia tiga orang anak yang masing-masing bergelar Sri Maharajo Alif, Sri Maharajo Dipang dan Sri Maharajo Dirajo. Setelah beranjak dewasa, mereka dititahkan untuk meninggalkan tanah kelahiran. Sri Maharajo Alif berangkat menuju Negeri Rum. Sri Maharajo Dipang berangkat menuju Negeri Cina. Sedangkan paling bungsu, Sri Maharajo Dirajo, berlayar menuju Negeri di bagian tenggara yang tidak bernama. Dari tengah lautan, rombongan itu melihat adanya daratan menonjol sebesar telur itik. Maka ia putuskan untuk berlabuh.

Orang-orang membuka perkampungan dan memberinya nama Pariangan. Lambat laun, laut surut, daratan bertambah dan orang-orang pun bertambah banyak. Maka, dibukalah kampung kedua, Padang Panjang. Daerah sekitarnya disebut dengan Luhak Tanah Data. Lalu lama-lama dibuatlah system masyarakat di Minangkabau.

Nah, pertanyaanya apakah semua orang Minang keturunan Iskandar Dzulkarnaen dan Hindustan? Kalau menurut saya, tentu saja tidak semuanya. Hehe.

Raja Kedua Majapahit Berdarah Minang Pada 1275 M Raja Singasari, Kertanegara, mengirimkan tentaranya ke Melayu, yang terkenal dengan ekspedisi Pamalayu. Tentara itu dipimpin oleh Kebo Anabrang. Ekspedisi ini bukan penaklukan, tapi persahabatan Singasari dengan Melayu untuk membendung ekspansi Khubilai Khan. Kertanegara mengirimkan arca Budha Amoghapasalokeswara bersama empat belas orang pengiringnya ke Melayu pada 1286 Masehi. Arca itu ditempatkan di Darmasraya. Melayu lama telah digantikan oleh Darmasraya. Kelak, arca ini ditemukan di Sungai Lansek, Kabupaten Darmasraya, Sumatera Barat.

Raja yang memerintah Darmasraya waktu itu adalah Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa. Rombongan pasukan Singasari berdiam di Darmasraya kurang lebih 20 tahun, 1275 - 1294 M (lama bener!). Rombongan pun kembali ke Singasari, yang sudah berganti menjadi Majapahit. Rombongan itu membawa puteri hasil perkawinan Mauliwarmadewa dengan Reno Mandi, yaitu Dara Petak dan Dara Jingga. Dara Petak dinikahi oleh Raden Wijaya (Kertajasa), lalu menjadi permaisuri. Sedangkan Dara Jingga dinikahi Tuan Janaka, petinggi istana di Majapahit. Konon, kedua puteri tersebut dibawa sebagai upeti.

Anak dari perkawinan Dara Petak (Sri Parameswari Dyah dewi Tribhuawaneswari) dengan Kertajasa bernama Kalagamet (Jayanegara). Dalam kitab Pararaton disebutkan adanya 9 gejolak pemberontakan yang berhubungan Jayanegara, baik pada masa Kertajasa maupun Jayanegara. Semua pemberontakan itu dilandasi satu kesamaan, yaitu semangat anti asing. Jayanegara adalah raja yang beribukan orang asing, yaitu seorang puteri Darmasraya.

Gajah Mada menyelamatkan Jayanegara dari pemberontakan. Singkat cerita, akhirnya Jayanegara pun terbunuh. Dalam kitab Pararaton disebutkan pembunuhnya adalah Tanca, seorang tabib kerajaan yang sebelumnya di suruh oleh Gajah Mada memotong bengkak raja. Tetapi ia malah menikam raja, sehingga ia pun kembali dibunuh oleh Gajah Mada. Tapi menurut sumber Pamancangah yang berasal dari Bali, Tanca disuruh oleh Gajah Mada untuk membunuh Jayanegara (menurut anda mana yang benar?)

Pertanyaanya untuk apa Gajah Mada membunuh Jayanegara? Anda akan mendapatkan jawabannya di Negara Kelima. Terlepas data sejarah itu benar atau tidak. Tapi sangat menarik bagi saya!

Selain Jayanegara, ada pula anak dari perkawinan Dara Jingga dengan Tuan Janaka, yang bernama Adityawarman. Namanya ikut diabadikan di Candi jago. Pada 1374, ia pergi ke Darmasraya. Ini nanti yang akan mengubah struktur masyarakat Minangkabau, seperti yang sudah ada di review sebelumnya.

Majapahit, dengan politik integrasi wilayah Gajah Mada-nya, praktis mengalami masa kemunduran menuju kehancuran setelah kematian Gaja Mada, berbeda dengan Kerajaan Minangkabau dengan orientasi ke dalam dan otonomi nagarinya bisa bertahan hingga abad ke-19.

Perang Paregreg, 1401 hingga 1406 M adalah perang saudara untuk memperebutkan secuil kekuasaan yang telah menghancurkan Majapahit. Jadi Majapahit runtuh karena perang saudara. Bukan karena masuknya Islam.

PDRI, Sejarah yang Terlupakan. Presiden Republik Indonesia memberitakan bahwa pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 jam 6 pagi Belanda telah mulai seranganya atas ibukota Yogyakarta. Disebutkan, jika dalam keadaan pemerintah tidak dapat menjalankan kewajibannya lagi, presiden menguasakan kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran RI untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatera.

Ternyata, kawat Hatta pada 19 Desember kepada Syafruddin yang tengah berada di Bukittinggi tidak pernah sampai. Surat itu dikirim beberapa saat sebelum ia dan Soekarno ditangkap Belanda. Hanya naluri para pemimpin yang tengah berada di Bukittinggi yang bisa menyelamatkan republik ini. Sebagaimana Yogyakarta, Bukittinggi adalah pusat komando dan kekuatan politik Sumatera juga digempur oleh Belanda pada 19 Desember 1948 bersamaan dengan pendudukan Yogya oleh Belanda. Kolonel Hidayat, Komando Teritorium Sumatera, Teuku Mohamad Hasan, Gubernur Sumater Barat dan Syarifudin Prawiranegara mengikuti naluri mereka yang berpikir bahwa pemerintahan di Yogya telah lumpuh, berembuk dan memutuskan untuk membentuk pemerintahan darurat. Tempatnya pada sebuah rumah kecil di tepi Ngarai Sianok (keren ya!).

22 Desember 1948 adalah tanggal dibentuknya PDRI di Halaban. PDRI adalah pemerintahan tanpa ibukota. Kalaupun ada, ibukotanya adalah hutan belantara yang berpindah-pindah.

Pada 25-26 Desember 1948 rombongan berada di Bankinang. Belanda terus memburu hingga, posisi PDRI terdeteksi. 29 Desember 1948 perjalanan dilanjutkan menuju Teluk Kuantan. Tetapi Belanda masih terus mengikuti. Pesawat cocor merah menghujaninya dengan tembakan. 5 Januari 1949 rombongan meninggalkan Teluk Kuantan menuju Kiliran Jawo, daerah bagian Tengah Selatan Minangkabau, tepatnya Darmasraya. 7 Januari 1949 rombongan Syafrudin berkumpul di daerah Abai Sangir. Kemudian dibagi-bagi lagi. Sebagian kembali ke daerah Payakumbuh untuk memantau situasi, sebagian lagi melanjutkan perjalanan menuju daerah yang selanjutnya menjadi pemberhentian terakhir. Daerah yang diperkirakan akan sulit dijangkau oleh Belanda. Daerah yang penduduknya bisa dipercaya untuk menegakkan PDRI, Bidar Alam.

Syarifudin menegakkan merah putih di belantara Sumatera sementara Sudirman mengibarkan merah putih di perbukitan Jawa. Sejak pemimpin Republik ditawan di Bangka membuka runding dengan Belanda, peran PDRI terhapuskan. Pemimpin-pemimpin sipil yang tadi menolak grilya bersama Jenderal Sudirman itu tiba-tiba kembali muncul sebagai pahlawan dalam perundingan. Mereka dipuja tetapi pertaruhan nyawa di belantara Sumatera untuk menegakkan negara terlupa.

Sebelum saya membaca buku ini, belasan tahun yang lalu, saat guru saya menceritakan perjuangan Pak Syarif mendirikan PDRI, saya sudah menjadi salah satu pengagum beratnya. Entah mengapa.

Krakatau Purba, Pusat Dunia Lama yang Bernama Atlantis Krakatau adalah puncak Atlas, puncak tertinggi pada masa Atlantis. Deretan pegunungan dari Sumatera berujung pada Krakatau yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Dari Aceh hingga Nusa Tenggara yang dulunya adalah satu Benua Lemuria berderet gunung-gunung dari Leuser di Aceh hingga Rinjani di Nusa Tenggara.

Bencana itu dimulai dengan meletusnya Krakatau Purba yang terletak di imperium Atlantis. Letusan itu menyebabkan terjadinya gempa vulkanik. Gempa vulkanik yang besar akan menimbulkan gelombang Tsunami yang tinggi. Inilah banjir yang disebut-sebut oleh Plato yang telah menenggelamkan Atlantis dan orang-orang di dalamnya. Sedangkan debu dan partikel-partikel akibat letusan dari Krakatau yang sangat besar dan tinggi melingkupi atmosfer bumi. Menghambat cahaya matahari untuk terpantul ke bumi. Terjadilah efek rumah kaca akibat debu dan partikel yang mengurung bumi. Es mulai mencair, menggenangi dan menenggelamkan Benua Lemuria. Sisa letusan meninggalkan kaldera besar, sekarang dikenal sebagai Selat Sunda. Bagian-bagian tinggi dari Benua Lemuria yang tersisa adalah Nusantara yang dikenal sebagai kepulauan Indonesia.

Tiba-tiba, saya jadi teringat dengan Artikel Ekspedisi Cincin Api di Kompas tentang Toba Mengubah Dunia. Ceritanya hampir mirip, bahkan meletusnya Gunung Toba tersebut menciptakan penurunan suhu bumi diduga 5° sampai 10° Celsius dan mengakibatkan migrasi besar-besaran manusia purba. Abu tektonik Gunung Toba pun ditemukan sampai hingga India. Pertanyaannya, apakah kejadian ini terjadi di masa yang sama? Ahh…, saya sangat lemah untuk mengingat tahun. Jika terjadi di masa yang berbeda, betapa dahsyatnya Nusantara. Waah, serunya belajar SEJARAH daripada belajar ACCOUNTING! Hehe.

Merah Putih Telah Berkibar 6.000 Tahun Silam Saya baru tahu lho, kalau merah putih bukan milik Indonesia tetapi Nusantara, hehe. Warna itu sudah ada sejak ribuan tahun silam. Berdasarkan dongeng Muhammad Yamin, merah putih berkibar 6.000 tahun silam. Katanya, Kediri pun menggunakan symbol merah putih ketika menyerang Singasari yang sekarat.


Well, itu point yang terlintas di benak saya, ketika membaca buku ini. Terlepas benar atau tidaknya, saya berasumsi bahwa setiap penulis pastinya sudah melakukan riset terlebih dahulu sebelum menorehkan sebuah karya, minimal ada data. Masalah benar atau tidaknya, ada presepsi atau dugaan lain, jelas bukan saya AHLInya. Haha. Lantas, apa hubungan keseluruhnya, dengan Negara Kelima? Nah, silahkan baca bukunya. Selamat membaca.


Notes. Mungkin buku Atlantis, The Lost Continent Finally Found karangan Prof. Arysio Nunes dos Santos, Ph.D, bisa menjadi rujukan. Tapi sepertinya anda pasti sudah pernah membacanya -kalau saya, belum- telat banget ya! Padahal, terjual paling laris sejak pertama diterbitkan tanggal 10 agustus 2005. Di Amazon dijual seharga $22.99, ada mau yang lebih murah silahkan klik info di sini Atlantis, The Lost Continent Finally Found.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun