Saat itu pengguna narkoba menurut  Lesthia dkk. (2014) di Indonesia Capai 4,2 Juta Orang. Pada bulan Januari 2016, BNN melaporkan pengguna narkoba pada tahun 2015 sebanyak 5,9 juta orang. Mengalami kenaikan 1.7 juta orang hanya dalam waktu 365 hari atau per hari ada tambahan pengguna narkoba sekitar 4ribuan orang. Berita disini.Â
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagaimana dilansir tempo.co telah menemukan laporan transaksi dari kejahatan, salah satunya peredaran narkotik, yang totalnya mencapai Rp 3,6 triliun. Kepala PPATK Muhammad Yusuf mengatakan lembaganya telah menyerahkan temuannya ke Badan Narkotika Nasional (BNN). Namun sampai saat ini belum ada hasil penyelidikan dari BNN atas laporan tersebut setelah berjanji menyelidikinya. Selengkapnya disini.Â
Juga, berita di laman tempo.co pada 22 Pebruari 2018 melaporkan bahwa temuan BNN menyebut ada 36 tempat hiburan malam di DKI Jakarta sebagai sarang peredaran narkoba. Gubernur Anies berjanji akan menutup tempat-tempat hiburan itu jika terbukti edarkan barang haram itu.
Kompas.com memberitakan pada 27 Pebruari 2018 bahwa pada 20 Pebruari 2018 Bareskrim Polri mengatakan telah menangkap penyelundupan 1,62 ton sabu dari Tiongkok di perairan Anambas, Kepulauan Riau. Berita disini.
Yang paling mengerikan adalah serbuan mafia narkoba ke wilayah Indonesia mencatat transaksi barang haram itu sekitar total 48 triliun pada tahun 2014. Pada 2015 transaksi narkoba mengalami kenaikan menjadi sebesar 66,3 triliun. Jawapos melaporkan bahwa pada tahun 2016 transaki itu menembuas angka 72 triliun.
Transaksi yang fantastis. Bandingkan dengan keseluruhan transaksi yang terjadi di ASEAN yang sejumlah 160 triliun. Para mafia narkoba yang berasal dari Indonesia sendiri, juga Tiongkok, Malaysia, Australia, Iran, Perancis, Taiwan, Nigeria dan lain-lain. Para mafia tersebut berpesta pora dengan total peredaran sebesar 30% ada hanya di Indonesia.
Lebih lanjut Jawa Pos menulis sebagaimana diungkap oleh BNN pada 14 Maret 2017 di Bali, dari 11 negara itu, teridentifikasi ada 72 jaringan operasi internasional yang bekerja di Indonesia. Dengan jaringan besar itu, mereka punya kemampuan bergerak ke seluruh Indonesia. Menyasar beragam kalangan. Dari usia SD, SMP SMA dan Perguruan Tinggi bisa dimasuki jaringan pengedar narkoba. Bahkan fakta di lapangan, orang miskin yang hidupnya susah tapi dia bisa gunakan narkoba yang harganya Rp 2 jutaan. Berita disini.Â
Modus operandinya adalah untuk menarik perhatian, biasanya pada awal diberi gratis. Begitu ketagihan, bahkan ketergantungan, selanjutnya bisa dijadikan sebagai pengedar. Apalagi sudah kecanduan, diapakan saja juga mau. Narkoba sangat bahaya. Kehidupan seseorang akan hancur berujung dengan kematian sebab hal itu berhubungan dengan kehancuran saraf otak. Hal itu pula yang mendasari peredaran narkoba di lapas. Yaitu, karena terkait dengan jaringan finansial yang sangat kuat.
Yang miris ternyata pada 2016 terungkap bahwa sekitar 75% jaringan peredaran narkotika dikendalikan di dalam penjara. Selengkapnya sila baca disini.
Semua itu menggambarkan bahwa ternyata supply-demand narkoba amat tinggi di negara kita. Namun, hukum yang masih lunak dan suka menunda-nunda hukuman mati bandar narkoba yang menjadi terpidana mati tak sinkron dengan semangat pernyataan Indonesia darurat narkoba.
Sekali lagi, peredaran narkoba sudah amat mengerikan, namun amat ironi jika hukum dijalankan transaksional seperti itu, sehingga kita tak berdaya dan bertekuk lutut dengan bisnis narkoba.