Kita pernah disenangkan oleh eksekusi tembak mati terpidana mati kasus narkoba gelombang pertama pada 18 Januari 2015 sebanyak 6 orang. Dan dilanjutkan gelombang kedua pada 29 April 2015 sebanyak 8 orang. Baru 14 orang yang sudah dieksekusi. Masih antre 58 orang terpidana mati yang sudah diputus hukuman mati pada bulan Juni 2016. Waktu terus berjalan, entah sudah berapa tambahan terpidana mati kasus narkoba sejak Juni 2016 sampai sekarang. Padahal Presiden Jokowi sendiri sudah menyatakan no compromise pada kasus narkoba. Permintaan pembatalan eksekusi dari Pemerintah negara asal terpidana mati Presiden tolak. Tekanan aktivis HAM, bahkan PBB kita tak pedulikan. Presiden bergeming. Kita semua berpadu bersuara bulat bahwa eksekusi mati harus jalan.
Kita sadar bahwa eksekusi mati itu adalah salah satu maklumat perang kita terhadap peredaran narkoba oleh mafia.
Kita mendukung langkah hukum yang berani dari Presiden Jokowi. Gayung bersambut, DPR pun mendukung eksekusi itu. Ini kedaulatan hukum kita. Kita sadar dan tahu bahwa negara kita darurat narkoba, demikian data yang disajikan menunjukkan hal itu kepada kita. Kita semua tak ingin generasi kita porak poranda gara-gara narkoba.
Lalu, door..door..door...suara tembakan eksekusi yang diarahkan kepada terpidana mati pun diletuskan.
Kita sambut dengan gempita. Kita pun lega.
Kegembiraan kita tersebut disertai dengan suatu harapan agar konsistensi eksekusi mati pada terpidana narkoba bisa berlangsung terus. Eksekusi Itu minimal menunjukkan langkah yang serius dari Pemerintah agar generasi kita lepas dari situasi darurat narkoba yang membelit.
Namun, setelah eksekusi mati dua gelombang itu, setelah pernyataan  no compromise itu, kita tak pernah lagi mendengar suara tembakan senapan eksekusi mati terpidana mati kasus narkoba. Yang ada berbelitnya penutupan tempat hiburan malam sarang transaksi narkoba.  Yang terlihat jelas dan kasat mata malah makin maraknya penangkapan artis-artis berpesta narkoba. Yang tampak adalah mereka bukannya dipenjara, tapi justru dengan alasan macam-macam yang muncul adalah rehabilitasi.
Jadi, jangan salahkan masyarakat jika timbul persepsi macam-macam. Persepsi timbul, Â sebab tidak ada penjelasan dari Pemerintah soal belum ada lagi eksekusi terpidana mati narkoba. Padahal berkali-kali kita menyatakan bahwa Indonesia darurat narkoba. Berulang kali pernyataan bahwa narkoba memporakporandakan generasi penerus bangsa.
Tak salah jika saat ini muncul kesan Pemerintah tak serius dengan pernyataan "Indonesia darurat narkoba".
Kasak-kusuk berita yang ditulis dengan jelas di laman LBH Amin ternyata masih ditemukan bahwa rehabilitasi bisa didapatkan secara transaksional dengan membayar sejumlah rupiah tertentu kepada aparat penegak hukum, bahkan bisa jual beli pasal yang disangkakan. Selengkapnya silakan baca link disini.Â
Tiga tahun yang lalu, saya pernah menuliskan soal data dan fakta peredaran narkoba di Indonesia di blog keroyokan ini pada 10 Pebruari 2015 dengan judul "Darurat Narkoba di Indonesia: Data dan Fakta yang Mengerikan."