"Iya, ini Nurul. Abi masih ingat sama Nurul?"
Aku tersenyum kecut mambaca kalimat tanya itu. Sebelum aku menjawabnya, sudah kubaca kalimat lain yang muncul.
Apa khabar, Bi?
Aku pun segera menjawabnya. "Baik. Khabarmu?"
"Nurul baik, Bi!"
"Kamu bagaimana bisa dapat nomor Abi?
"Ayah memberitahuku nomor Abi."
Jadi, Nurul memanggil ayah pada orang tua laki-laki tirinya. Aku tersenyum. Bagaimana khabar sahabatku itu. Mase memang sahabatku yang setia. Beruntung aku mempunyai karib sepertinya.
"Bi, Nurul sudah besar. Sekarang sudah kelas 11 di SMA Negeri 4 di kota dimana Nurul dan ayah tinggal. Seneng banget Nurul, Bi. Teman-teman baik pada Nurul. Ada yang spesial lho, Bi!" tulis Nurul bercerita.
Alhamdulillah, aku beryukur ternyata Mase menepati janjinya untuk membesarkan Nurul dengan penuh kasih sayang dan menganggap Nurul seperti anaknya sendiri, Namun pernikahan Leidya dengan Mase ternyata tak beruntung mereka tak satupun dikarunia anak sampai Leidya meninggal.
"Bi...!?" tulis Nurul lagi karena aku tak merespon pesannya. Namun aku yakin tanda read ada di Line  di smartphonenya.