Pak Rame diam. Ia masih bergidik. Terkadang bulu romanya berdiri jika ia membayangkan bertemu dengan jin Aki. Namun kebutuhan ekonomi terus menggerogoti dan mencekiknya membuat ia harus mengiyakan tawaran melakukan ritual itu.
"Iya Pak Di!"
Pak Di tersenyum gembira mendengar jawaban Pak Rame.
"Jika sudah setuju. Kita segera bersiap-siap," kata Pak Di kepada Pak Rame.
-------
Pak Rame memeriksa sekali lagi perlengkapan untuk ritual jualan sate burung gagak malam nanti. "Kantung terigu putih kumal 10 buah, tikar, golok, kipas, arang dua tas plastik, tusuk sate 20 biji, pemanggang sate, kecap, burung gagak hidup yang gemuk dua ekor, pisau sembelih dan termos besar berisi air mendidih.....hmmm...lengkap sudah," gumam Pak Rame. Perlengkapan ritual lainnya disediakan oleh Pak Di.
"Bagaimana Ra, sudah siap berangkat? Sudah pukul 9 malam ini. Mantapkan tekadmu, hilangkan rasa takutmu" nasehat Pak Di memotivasi Pak Rame.
Kami berempat sampai di bukit Suharto pukul 11 malam. Sopir mobil sewaan memarkir di pinggir jalan menuju jalan kecil di sebelah kiri jalan.
"Kamu ke area peristirahatan saja. Jika kami sudah selesai, saya akan menelepon kamu," kata Pak Di kepada sopir sewaan itu. Sopir sewaan mengiyakan dan cepat pergi.
Satu jam kami bertiga berjalan menuju tengah hutan gelap gulita menyusuri jalanan setapak dengan sentolop dipandu Pak Di yang sebelumnya telah berhasil memimpin ritual ini.
Kami bertiga sampai di lokasi ritual yang hanya diketahui Pak Di. Kami membersihkan lokasi itu sekedarnya agar kami bisa menggelar tikar. Suara binatang malam menambah suasana seram di hutan. Suara jangkerik mengerik, suara burung hantu terdengar bersahutan. Sesekali terdengar lolongan anjing.