Dinda dalam ketidaktahuan tentang tumor otakku membawa lima hari keceriaan dari tujuh hari dalam hidupku. Aku dan Dinda sepertinya tidak perlu mengucapkan rasa cinta satu sama lain. Hubungan kasih kami timbul begitu saja. Juga Dinda tidak pernah menanyakan kenapa setiap hari Rabu dan Kamis aku selalu bergegas pergi dan aku selalu tidak terlihat di kampus Baranangsiang di hari-hari itu.
Muncul dalam pikiranku untuk berterus terang saja kepada Dinda akan penyakitku ini, tapi selalu aku urungkan begitu sudah berada di dekat Dinda, seolah keceriaan Dinda mengusir jauh rencanaku. Seolah kehadiran Dinda meniadakan penyakitku. Hal itu terulang-ulang sehingga aku sendiri melupakan keinginanku untuk menceritakan penyakitku pada Dinda.
*******
Di suatu Kamis siang saat aku berbincang dengan Dr Goh setelah pemeriksaan otakku tiba-tiba blackberryku berdering. "Unknown number, siapa ya?" tanyaku dalam hati tak seperti biasanya ada telepon masuk saat aku di Singapura. Setengah ragu, aku meminta izin kepada Dr. Goh untuk menerima panggilan itu. Dr. Goh mempersilakan sambil berkata bahwa pemeriksaan sudah selesai. Jadi aku bebas menerima telepon. Aku bergegas menuju ruang tunggu depan yang lebih mirip sebuah living room mewah Aku duduk di salah satu sofa yang membelakangi pintu masuk di ruangan itu. "Hello, Mas speaking," aku memberi salam.
"Dinda is here, Mas" "Kukira siapa? Gimana, Din?"
Tak menjawab pertanyaanku, Dinda bertanya seperti biasanya lembut dan tenang. "Mas Wahyu dimana?"
Tertegun aku mendengar pertanyaan Dinda ini, tentu saja aku tidak bisa berterus terang dimana aku berada. Aku menjawab bohong pertanyaan Dinda. "Aku di Kampus Darmaga,"
"Mas, aku tulis puisi buatmu," suara itu terdengar lembut dan penuh semangat dari seberang sana. "Puisi apa, ya Dinda?" tanyaku singkat. "Sudah kukirim via sms. Puisi itu mewakili perasaanku padamu saat ini, Mas," terang Dinda masih dengan suara lembut kali ini kurasakan sedikit bergetar. Dinda mematikan panggilannya memberikan kesempatan untuk melihat puisi yang sudah ia kirim. Aku menghela nafas dan kudengar suara blackberryku bergetar tanda ada pesan masuk. Kulihat dan kubaca pesan itu. Seperti dibilang Dinda. Puisinya buatku ada dilayar blackberryku. Ada 10 baris kalimat singkat dan tegas berbentuk puisi yang membuat speechless dan aku tak tahu bagaimana perasaanku saat itu.
Aku ingin menggenggam tanganmu sekali saja Agar dapat kurasakan cinta yg mengalir dalam urat nadi kita Aku ingin memelukmu sekali saja Agar dapat kurasakan hangat rindu yang bergemuruh dalam dada kita Aku ingin menatapmu sekali saja Agar dapat kupahat wajahmu dalam benak hingga dapat selalu kuingat Aku ingin menyentuh wajahmu sekali saja Agar aku dapat tetap mengenalimu meski kita membisu tak pernah berucap cinta Aku ingin kita berucap bersama Ada cinta tulus di hati untuk menerima apa adanya siapapun kita
*******
Blackberryku bergetar lagi. Aku pun segera menerima panggilan itu. Belum sempat aku bertanya.