Mohon tunggu...
Otto Budihardjo
Otto Budihardjo Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Pajak

Konsultan Pajak | Partner MUC Consulting Surabaya | Pengajar di Vokasi Perpajakan Universitas Brawijaya, Brevet Universitas Muhammadiyah Malang | Pembicara seminar perpajakan. www.konsultanpajaksurabaya.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Tinjauan Pemotongan PPh dalam Sistem Self Assessment

1 Oktober 2019   09:13 Diperbarui: 1 Oktober 2019   10:04 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan atau dikenal dikenal dengan istilah asing withholding tax merupakan pengenaan pajak penghasilan berupa pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain selain wajib pajak sebagai pihak yang dibebani pajak penghasilan. 

Pajak yang dipotong atau dipungut ini dengan peraturan perpajakan dapat digolongkan sebagai pembayaran pajak pendahuluan (prepaid tax) yang dapat diperhitungkan dengan utang pajak pada akhir tahun yang menjadi kewajiban wajib pajak. 

Selain itu terdapat pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan yang bersifat final sehingga tidak perlu dilakukan penghitungan kewajiban pajak penghasilan pada akhir tahun.

Istilah pemotongan dan pemungutan merupakan dua kata yang seringkali disamakan pengertiannya. Selama ini tidak ada literatur yang jelas memberi batasan kedua istilah tersebut sehingga seringkali terjadi kerancuan baik dalam terminologi maupun penerapannya. 

Pemotongan secara bahasa berasal dari kata 'potong' yang bermakna penggal atau kerat sehingga dapat diartikan memisahkan suatu kesatuan menjadi dua atau lebih bagian. 

Dengan demikian pemotongan merupakan perbuatan melakukan kegiatan memotong. Sedangkan pemungutan berasal dari kata 'pungut', 'memungut' yang berarti mengambil, mengutip, menarik atau memetik yang tidak memiliki makna memisahkan suatu kesatuan menjadi dua atau lebih. Dengan demikian pemungutan merupakan kegiatan mengambil atau mengutip suatu kesatuan baru berbeda dengan kesatuan yang telah ada sebelumnya.

Di dalam UU PPh, istilah pemotongan dan pemungutan dikenakan untuk beberapa jenis pajak berupa PPh Pasal 21 (pemotongan), PPh Pasal 22 (Pemungutan), PPh Pasal 23 (Pemotongan), PPh Pasal 26 (pemotongan), dan PPh Pasal 4(2) Final (Pengenaan). Secara umum tidak terdapat pemahaman yang berbeda dengan pengertian secara bahasa sebagaimana diuraikan di atas. Namun demikian terdapat pengertian yang rancu di dalam PPh Pasal 22 (pemungutan). 

Di dalam  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 Tanggal 1 Maret 2017 Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang Dan Kegiatan Di Bidang Impor Atau Kegiatan Usaha Di Bidang Lain terdapat pengenaan pemungutan sebesar 1,5% atas pembelian yang dilakukan oleh Bendahara Pemerintah, Kuasa Pengguna Anggaran dan BUMN tertentu. 

Selain itu terdapat pemungutan sebesar 0,25% atas pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur oleh badan usaha industri atau eksportir. 

Kedua jenis pemungutan ini dalam pelaksanaannya merupakan kegiatan pemotongan atas pembayaran yang dilakukan oleh pembeli atas penghasilan pihak lain sedemikian rupa sehingga penjual menerima penghasilan setelah dipotong dengan jenis pajak ini. Kedua aktivitas ini seharusnya termasuk pemotongan, bukan pemungutan.

Pemotongan dan pemungutan pajak merupakan suatu skema pemungutan pajak yang kewajiban pemungutannya tidak dilakukan oleh wajib pajak sendiri namun dilakukan oleh pihak lain yang memberi penghasilan kepada wajib pajak tersebut. 

Penerapan pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan biasanya merupakan upaya untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak secara ilegal. 

Selain itu pengenaan pajak pada saat penerima penghasilan menerima pembayaran dan memiliki kemampuan membayar, merupakan cara yang dapat meringankan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya. 

Dapat dibayangkan apabila wajib pajak (contoh karyawan suatu perusahaan) tidak dilakukan pemotongan pajak pada saat menerima penghasilan bulanan, maka pembayaran pajak akumulatif pada akhir tahun akan dirasakan sangat memberatkan yang dapat memicu wajib pajak melakukan pengelakan bahkan penyelundupan pajak. Pembayaran pajak pada saat wajib pajak memiliki kemampuan finansial ini dikenal dengan prinsip Pay As You Earn (PAYE). 

PAYE dalam situasi tertentu dapat menjadi cara terbaik memenuhi kewajiban pajak mengingat keengganan wajib pajak membayar pajak karena tidak dapat diatribusikan secara langsung antara pembayaran pajak dengan manfaatnya.

Terdapat beragam jenis transaksi yang menjadi objek pemotongan dan pemungutan, antara lain untuk pemotongan PPh Pasal 21 sebanyak 21 jenis penerima penghasilan, pemungutan PPh Pasal 22 sebanyak 11 jenis transaksi, pemotongan PPh Pasal 23 sebanyak 6 jenis tidak termasuk jasa lain sebanyak 62 jenis, pemotongan PPh Pasal 26 sebanyak 11 jenis objek serta pengenaan PPh final pasal 4(2) sebanyak 5 jenis objek. Dengan demikian tidak kurang dari 116 jenis transaksi ekonomi menjadi objek pemotongan dan pemungutan PPh.

Pengenaan pemotongan dan pemungutan PPh di negara-negara maju pada umumnya dilakukan terbatas pada pemberi penghasilan kepada karyawan, atas transaksi tertentu (jasa) kepada penerima penghasilan di luar negeri serta sedikit transaksi domestik lainnya. 

Sebagai contoh Amerika Serikat menambahkan transaksi dividen dan bunga saja, Australia mengenakan pada dividen, bunga dan transaksi yang penerima penghasilan tidak memiliki nomor identitas pajak, bahkan Inggris sudah meninggalkan pemotongan pajak atas dividen dan bunga.

Di negara-negara yang relatif sedang berkembang, objek pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan relatif lebih banyak dibandingkan dengan negara yang sudah maju. Thailand, misalnya, mengatur sekitar 15 objek pemotongan PPh, bahkan Filipina mengatur lebih dari 60 objek pemotongan PPh baik final maupun tidak final, merupakan sedikit contoh yang dapat disajikan.

Mengapa terjadi suatu pola bahwa negara maju memiliki sedikit objek pemotongan dan pemungutan PPh dan terjadi hal yang sebaliknya di negara-negara yang sedang berkembang? 

Penulis berpendapat paling tidak terdapat dua alasan, pertama bahwa secara umum pajak merupakan transaksi yang 'tidak dikehendaki' oleh wajib pajak mengingat tidak adanya imbal prestasi secara langsung yang dapat dinikmati pembayar pajak sehingga ada kecenderungan terjadi penghindaran bahkan penyelundupan pajak oleh wajib pajak apabila tidak dilakukan pemotongan dan pemungutan oleh pemberi penghasilan pada saat melakukan pembayaran kepada wajib pajak. Penyebab kedua adalah ketersediaan data. 

Di negara maju, integritas data secara nasional sudah sedemikian baik dan terjadi interkoneksi data yang memungkinkan dilakukan monitoring atas seluruh atau sebagian besar transaksi ekonomi yang terjadi sehingga sangat kecil kemungkinan wajib pajak yang menerima penghasilan tidak akan menyelesaikan kewajiban pajaknya walaupun tidak dilakukan pemotongan dan pemungutan oleh pihak pemberi penghasilan pada saat terjadi pembayaran. 

Sebaliknya di negara sedang berkembang yang integritas data nasional masih belum dapat diandalkan dapat memicu penghindaran atau penggelapan pajak oleh wajib pajak penerima penghasilan dengan tidak melaporkan penghasilan yang diperoleh. 

Dengan demikian maka pemotongan dan pemungutan menjadi sangat penting untuk memastikan wajib pajak penerima penghasilan menjalankan kewajiban perpajakannya dan sekaligus mengamankan penerimaan negara tersebut.

Di dalam sistem pemungutan pajak secara self assessment, wajib pajak memenuhi kewajiban pajak secara mandiri, mulai dari menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melapor pajak yang menjadi kewajiban. 

Fiskus bertindak sebagai pihak yang mengawasi dan melakukan evaluasi untuk memastikan pemenuhan kewajiban wajib pajak dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 

Fungsi monitoring evaluasi dan penegakan hukum (law enforcement) manjadi pilar utama di dalam sistem self assessment ini. Sedangkan withholding tax merupakan penghitungan, pembayaran, dan pelaporan yang dilakukan oleh wajib pajak pemberi penghasilan, bukan wajib pajak yang terbebani pajak penghasilan. 

Walaupun pada akhirnya wajib pajak penerima penghasilan harus melaporkan pajak terutang dan memperhitungkan pajak yang telah dipotong dan dipungut oleh pemberi penghasilan, namun telah terjadi 'intervensi' dari pihak lain dalam hal pelaksanaan kewajiban perpajakan yang dapat 'mencemari' makna self assessment.

Hal lain yang perlu dicermati di dalam sistem pemotongan dan pemungutan di Indonesia adalah adanya sanksi yang dikenakan kepada wajib pajak yang diberi amanat melakukan pemotongan dan pemungutan.

 Sanksi ini dapat berupa sanksi administrasi berupa bunga karena keterlambatan pembayaran, denda keterlambatan pelaporan, bahkan sampai sanksi pidana baik kurungan maupun penjara. 

Semua sanksi tersebut untuk memastikan bahwa wajib pajak pemberi penghasilan menjalankan kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak. 

Di samping itu terdapat kenaikan tarif pemotongan 100% lebih tinggi bagi wajib pajak penerima penghasilan yang tidak ber-NPWP yang bertujuan membuat pemasok yang semula tidak memiliki NPWP untuk segera mendaftarkan diri sebagai wajib pajak. 

Tarif pemotongan yang lebih tinggi ini seringkali menjadikan wajib pajak pemberi penghasilan berada dalam kondisi yang dilematis. 

Di satu sisi hal ini telah diatur oleh undang-undang sehingga harus dilaksanakan dengan konsekuensi akan berhadapan dengan wajib pajak penerima penghasilan, sedangkan di sisi lain dapat berpotensi menjadi distorsi ekonomi yang berpotensi menggugat prinsip netralitas pajak. 

Misalnya terjadi kondisi wajib pajak pemberi penghasilan harus menggunakan jasa pemasok tanpa NPWP sementara tidak ada kewenangan baginya untuk memaksa pemasok harus ber-NPWP, take it or leave it, begitu kata pemasok. 

Dalam kondisi ini maka wajib pajak pemberi penghasilan harus menanggung beban kenaikan tarif, atau bahkan keseluruhan pajak pemotongan dan pemungutan tersebut. Wajib pajak pemberi penghasilan tentu saja akan membebankan pajak tersebut ke dalam harga pokok penjualannya yang sebenarnya harus ditanggung oleh pemasok. 

Di sini terjadi distorsi ekonomi atas penerapan pemotongan dan pemungutan pajak yang dapat mengganggu kelancaran perekonomian apabila terjadi secara masif dan signifikan.

Direktorat Jenderal Pajak saat ini tengah menjalankan suatu program beranggaran 1,5 trilyun rupiah untuk mendapatkan dan mengolah Big Data. Selain itu DJP juga mengaktifkan interkoneksi data dari berbagai instansi dan institusi di luar DJP (saat ini sekitar 67 pihak) dan mengumpulkan dalam suatu Data Warehouse Terintegrasi (DAWET). 

Segar! Sebagaimana negara-negara yang telah memiliki integrasi data yang dapat diandalkan, maka diharapkan di masa mendatang DJP mampu menggunakan Big Data tersebut untuk memastikan pengamanan penerimaan negara di satu sisi dan di sisi lain dapat memaksimalkan monitoring dan evaluasi sehingga mampu menjangkau sebagian besar transaksi secara nasional dan membentuk pola-pola statistik maupun informasi secara individu. 

Informasi ini selanjutnya dapat digunakan untuk memperluas basis pengenaan pajak objektif maupun subjektif.

Saat ini DJP dan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil sudah bekerjasama untuk mengintegrasikan NPWP dan data kependudukan menuju  Single Identity Number (SIN). 

Penerapan SIN, menurut analisis dan harapan penulis, akan dapat seharusnya dapat mengurangi penggunaan mekanisme pemotongan dan pemungutan dalam sistem pengenaan pajak di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun