Mohon tunggu...
Otto Budihardjo
Otto Budihardjo Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Pajak

Konsultan Pajak | Partner MUC Consulting Surabaya | Pengajar di Vokasi Perpajakan Universitas Brawijaya, Brevet Universitas Muhammadiyah Malang | Pembicara seminar perpajakan. www.konsultanpajaksurabaya.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Tinjauan Pemotongan PPh dalam Sistem Self Assessment

1 Oktober 2019   09:13 Diperbarui: 1 Oktober 2019   10:04 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di satu sisi hal ini telah diatur oleh undang-undang sehingga harus dilaksanakan dengan konsekuensi akan berhadapan dengan wajib pajak penerima penghasilan, sedangkan di sisi lain dapat berpotensi menjadi distorsi ekonomi yang berpotensi menggugat prinsip netralitas pajak. 

Misalnya terjadi kondisi wajib pajak pemberi penghasilan harus menggunakan jasa pemasok tanpa NPWP sementara tidak ada kewenangan baginya untuk memaksa pemasok harus ber-NPWP, take it or leave it, begitu kata pemasok. 

Dalam kondisi ini maka wajib pajak pemberi penghasilan harus menanggung beban kenaikan tarif, atau bahkan keseluruhan pajak pemotongan dan pemungutan tersebut. Wajib pajak pemberi penghasilan tentu saja akan membebankan pajak tersebut ke dalam harga pokok penjualannya yang sebenarnya harus ditanggung oleh pemasok. 

Di sini terjadi distorsi ekonomi atas penerapan pemotongan dan pemungutan pajak yang dapat mengganggu kelancaran perekonomian apabila terjadi secara masif dan signifikan.

Direktorat Jenderal Pajak saat ini tengah menjalankan suatu program beranggaran 1,5 trilyun rupiah untuk mendapatkan dan mengolah Big Data. Selain itu DJP juga mengaktifkan interkoneksi data dari berbagai instansi dan institusi di luar DJP (saat ini sekitar 67 pihak) dan mengumpulkan dalam suatu Data Warehouse Terintegrasi (DAWET). 

Segar! Sebagaimana negara-negara yang telah memiliki integrasi data yang dapat diandalkan, maka diharapkan di masa mendatang DJP mampu menggunakan Big Data tersebut untuk memastikan pengamanan penerimaan negara di satu sisi dan di sisi lain dapat memaksimalkan monitoring dan evaluasi sehingga mampu menjangkau sebagian besar transaksi secara nasional dan membentuk pola-pola statistik maupun informasi secara individu. 

Informasi ini selanjutnya dapat digunakan untuk memperluas basis pengenaan pajak objektif maupun subjektif.

Saat ini DJP dan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil sudah bekerjasama untuk mengintegrasikan NPWP dan data kependudukan menuju  Single Identity Number (SIN). 

Penerapan SIN, menurut analisis dan harapan penulis, akan dapat seharusnya dapat mengurangi penggunaan mekanisme pemotongan dan pemungutan dalam sistem pengenaan pajak di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun