Terus terang sebagian besar pada umumnya harga kopi di Pagar Alam pas. Harga kopi tidak ada yang membuat kantong jebol, lima belas ribu rupiah itu sudah mahal banget. Mungkin di sinilah pusatnya bahan baku, jadinya ya harga kopi masih bisa ditekan.
Bagi yang kangen minum kopi dengan gelas kembang jaman jadul boleh ke warung-warung kecil. Kopi segelas kecil dijual tiga ribu, kalau mo nambah susu supaya jadi kopi susu tinggal nambah dua ribu rupiah.
Sebagian besar pemain kopi kiwari anak-anak muda. Para penikmatnya juga anak-anak muda. Semoga mereka tetap kreatif dan juga bisa bertahan dengan inovasi-inovasi baru yang bisa pas dengan kondisi kantong di dusun.
Saya yang tua hanya nyempil sedikit bersama teman-teman untuk menikmati kopi kiwari agar terlihat tak tampak tua. Cukup istri saya saja yang bilang saya tua karena anak sudah besar. Jiwa tetap muda dengan sesekali menikmati kopi dengan kaki kupu-kupu, istri cantik yang awet muda walau umur menginjak paruh baya.
Semua punya pasar sendiri. Semua punya rezeki sendiri. Kreatifitas dan inovasi kuncinya. Kopi kiwari akan terus berproses seperti Paradigma Kuhn. Totalitas para pemain kopi mulai dari petani, pengepul, peracik kopi dan penjualnya agar sekeping surga di punggung Bukit Barisan Sumatra itu tetap terjaga.
Salam kopi kiwari.
Salam dari puncak Bukit Barisan Sumatra
Salam Kompal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H