Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Gunung Dempo Serpihan Surga yang Menyapa Jiwa

23 Juli 2018   10:59 Diperbarui: 23 Juli 2018   11:18 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemetik Teh dengan Latar Puncak Dempo di Kejauhan I Foto: OtnasusidE

Aku nggak bisa nyetir, si kaki kupu-kupu tahu itu. Aku hanya nyetir sekitar 6 bulan untuk si kaki kupu-kupu karena dia hamil hingga melahirkan. Perutnya  dah  nyenggol setir sedangkan dia mesti kerja dari pagi hingga malam.            

Gunung Dempo itu juga soal keramahan. Gunung Dempo itu juga soal ekonomi. Gunung Dempo itu soal kebudayaan. Gunung Dempo itu jantung kehidupan  Wong  Pagaralam.

"Kakak lihatlah. Lihatlah dari dekat. Ajaklah ngobrol para pemetik teh itu," kata si gadis canggung sambal memberhentikan mobil di sebuah tikungan.

Akupun turun. Dan sungguh di luar dugaan. Para pemetik teh yang kebanyakan ibu-ibu itu enak diajak bicara. Ngobrol apa saja sambil tertawa. Ketika izin untuk memotret mereka. Mereka pun tertawa.

"Mosok  yang dipotret ibu-ibu yang metik teh. Apa nggak salah," katanya.

Mereka tertawa dan tersenyum. Walau begitu tangannya yang terlatih terus bekerja memotongi pucuk-pucuk teh muda. Sambil berbicara satu sama lain dan juga terkadang menjawab pertanyaanku, mereka terus bekerja.

Pemetik Teh di Tengah Terik Mentari I Foto: OtnasusidE
Pemetik Teh di Tengah Terik Mentari I Foto: OtnasusidE
Alat Pemotong Teh di Caping I Foto: OtnasusidE
Alat Pemotong Teh di Caping I Foto: OtnasusidE
Cara Memegang Alat Potong Teh I Foto: OtnasusidE
Cara Memegang Alat Potong Teh I Foto: OtnasusidE
Potong Teh I Foto: OtnasusidE
Potong Teh I Foto: OtnasusidE
Beberapa ibu yang karungnya sudah penuh terlihat keluar dari barisan dan naik ke atas jalan. Satu karung di sunggi dan satu kinjar ada di belakang punggung mereka. Belum lagi harus jalan menanjak ke atas untuk sampai ke pinggir jalan.  Sebuah pemandangan menakjubkan bagi aku seorang lelaki dan aku jelas tak sanggup. Mereka adalah perempuan perkasa.

Perempuan Perkasa I Foto: OtnasusidE
Perempuan Perkasa I Foto: OtnasusidE
Akhirnya Sampai di Pinggir Jalan I Foto: OtnasusidE
Akhirnya Sampai di Pinggir Jalan I Foto: OtnasusidE
Ada harapan untuk sekolah yang lebih tinggi bagi anak-anak mereka. "Kami bekerja seperti ini untuk anak-anak dan juga untuk menyambung hidup. Anak-anak biar sekolah yang tinggi. Biarlah dia keluar," kata seorang pemetik teh.

Pagi buta menembus halimun mereka naik truk menuju titik yang telah ditentukan oleh mandor. Mereka bekerja ketika matahari belum mengintip dan selesai setelah petak yang telah ditetapkan selesai dipotong. Pukul 14.00 biasanya selesai. Dan hasilnya ditimbang untuk dibawa ke Pabrik Teh Gunung Dempo.

Petak yang sudah dipotong terlihat jelas, hijau muda. Petak yang belum dipotong terlihat hijau tua. Ini bukan soal rumput tetangga lebih hijau atau si gadis canggung lebih muda. Bukan. Ini soal kualitas Teh Gunung Dempo yang memang ditanam di arah timur sehingga mendapatkan sinar mentari pagi yang menyehatkan.

Teh Gunung Dempo yang dipotong adalah memang yang muda-muda. Jadi silahkan berimajinasi dengan daun muda setiap minum Teh Gunung Dempo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun