Pramesh di malam pertama aku menginap, menungguiku di ruang praktek. Satu hal yang membuatku luruh adalah ketika tangan halusnya menyuapiku. Awalnya aku menolak.
"Tidak mau makan disuapi oleh tanganku? Apakah malu sama aku ?" tanyanya.
Aku mengangguk pelan
"Oh... Mungkin maunya  disuapi oleh suster yang cantik ya.  Aku carikan ya...!".
Aku menggelengkan kepalaku kuat-kuat tanda protes, eh... aku malah tambah jadi semakin pusing.
Akhirnya aku cuma bisa membuka mulut. Di malam kedua, tubuhku semakin baik. Pramesh pun tersenyum.
"Aku tahu kau akan berjuang bersamaku. Aku tahu kau akan sembuh. Kalau kau di rumah sakit kabupaten, aku pasti tak akan tenang bekerja di sini".
Malam itu diantara suara jangkrik dan binatang malam, aku mendengar doa-doa lirih dilantunkannya di pinggir tempat tidurku. Kepala yang berambut ikal itu diletakkan di atas bantal samping tempat tidurku.
Subuh, aku berusaha bangun. Dan menggerakkan tubuhku. Pramesh pun kubangunkan.
"Pagi cinta".
"Mandilah".