Habis pasti...! Kakak dan Kayla hanya bisa  mbatin demikian pula dengan aku, nih anak kalau makan pempek berapapun habis.  Ups di rumah itu selalu tersedia  stock pempek kapal  selem dan pempek  kecik.  Kalau tidak makan pempek dan  idak  ngirup  cuko sehari saja, pusing kepala istriku. Sudah kecanduan katanya membela diri.  Yah... begitulah kebiasaan wong kito galo yang gilo pempek.
Jelang matahari tenggelam aku mendapat kiriman WA.
"Sayang aku potong rambut  jadi pendek ya.  Kayaknya kutunya masih gak mati. Kulit kepalaku masih gatal. Kamu nggak mau aku kutuan  kan,".
WA itu tak kubalas, melainkan langsung aku telepon.
"Sayangku, rambutmu mesti sebahu, kita  kan sudah kontrak mati.  Please...  jangan dipotong rambutmu...  aku tak berdaya kalau tak melihat rambut ikal tergerai di bahu putihmu....  Oke, sayangku, cintaku, manisku?"
 "Meeeoong..." sahutnya
"Lho kok meong jawabnya?".
"Kan kucing yang biasa dipanggil  manis... manis... pus...".
Di seberang sana terdengar suara terkikik senang. Rupanya dia balas dendam karena aku tadi mengerjainya agar membersihkan kutu Kayla dengan monyet. Â
Malam ini aku kembali makan ubi kayu bakar yang gurih. Hujan deras kembali mengguyur Punggung Bukit Barisan Sumatra.
Dan jam 20.07 aku pun mendapat  emoticon hati dari istriku yang jaraknya lebih dari 700 km.