"Sudah ayo pulang," kataku.
Di dalam mobil seperti biasa ada pertanyaan bertubi dari Kakak dan Kevin mengenai pondok di kebun dan juga ayam kampungnya yang dulu dibeli dari dusun sebelah sudah beranak berapa, serta tanaman sudah setinggi apa, kalangan bagaimana? Kayla tak mengajukan pertanyaan karena belum pernah ke sana.
Di Lampu merah Matraman aku berbisik, pada istriku. "Kakak yang bilang, not my type".
Dan istriku langsung tertawa. "Darimana kamu tahu?".
Aku tak menjawab. Kami pun tiba di rumah di Taman S.
Malamnya ketika istriku masih sibuk dengan kantor tujuh inchinya aku membuatkan teh panas. Tiga mata sudah bergelimpangan di ruang tengah. Sengaja tak kusuruh mereka pindah ke kamar. Tak terasa kini mereka sudah besar-besar.
Di temaram lampu hias depan rumah. Kuberikan teh panas. Kuambilkan kue kering. Istriku masih asik dengan kantornya.
Akupun memilih untuk duduk disampingnya. Kulirik, jumlah otorisasi istriku dua puluh empat jam terakhir adalah 127 untuk kota P. Aku tak tahu jumlah tiga kota lainnya.
"Aku sayang kau. Teh panasmu," kataku.
"Terimakasih. Ini lagi banyak penggemarku. Ada emergency lagi".
"Masih ngambek sama brondong".