Di ruangan kepala pemerintahan tingkat terkecil di sebuah kabupaten di Puncak Punggung Bukit Barisan Sumatra berkumpullah sepuluhan orang untuk omong kosong menyambut tahun politik 2018.
"Ingat  loh kita harus netral. Sudah ada pernyataan dari Ketua Komisi ASN agar ASN netral di tahun politik ini*). Ada konsekuensinya kalau ASN tak netral silahkan dicari suratnya," kata Kuyung Oemar.
Ki Lurah Oetama yang menjadi tuan rumah bertanya kepada Mang Arif mengenai ubi rebus, nasi serta rebusan daun ubi, goreng tempe tahu untuk makan siang plus kerupuk. Â Ikan bakar bumbu kuning. "Siap Ki, semua sudah siap, saatnya makan," kata Mang Arif.
"Sudah kita makan dulu. Sudah lama  idak makan  bareng.  Ini lauknya apa adanya," kata Ki Lurah pada kami yang berhasil melepaskan kutukan ijazahnya.
Sambil makan kami membahas percaturan politik daerah sendiri dan juga tingkat provinsi. Makan bareng itu ternyata nikmat. Apalagi kalau sebagian besar yang dimakan bahannya hasil sendiri.
"Untuk  pencari  muko, beruntung tadi di kalangan  ado yang jual tempe dan tahu, daun kemangi. Jadi sudah lengkap ini pesanan  pencari  muko,"  kata Ki Lurah.
"Pencari  muko itu kalau ada kemangi dan tempe selesai," tambah Kuyung Oemar.
Ki Lurah mengungkapkan kalau beberapa tim sukses sudah melakukan pendekatan untuk minta dukungan dan pengerahan massa. Semua yang datang disambut sekaligus menyampaikan kalau dirinya dan aparat pemerintahan paling ujung bawah memilih bersikap netral dan mempersilahkan untuk sosialisasi ataupun berkampanye di daerahnya sesuai dengan aturan perundangan.
Nasi hangat yang mengepul, tempe tahu yang disiram kecap plus plus (kecap, cabe rawit, bawang merah putih) dan kemangi membuat makan menjadi kalap. Ikan mas yang diambil dari kolam, dilumuri dengan bumbu kuning dan dibakar dengan kayu membuat bau khasnya menitikkan air liur.
Permintaan masyarakat sebenarnya tidak banyak. Menurut Kuyung Oemar, warga minta jalan di desa tidak becek lagi. Listrik masuk. "Jangan sampe janji, kita akan aliri listrik seluruh desa yang belum teraliri. Kita akan bagusi jalan desa supaya kalau hujan tidak becek lagi. Sudah terpilih  lupo.  Banyak  ngelesnyo," kata Kuyung sambil mengambil ikan bakar kedua dan sejumput kemangi.
"Alasannyo pasti APBD  dak cukuplah. Itu alasan yang tidak bisa dibantah lagi," tambah Mang Arif sambil mengambil 2 kerupuk.
"Kalau tahu  dak cukup, kenapa berjanji. Kalau pakai cara itu artinya pemimpin kita kedepan bakal berbohong. Tidak akan pernah janji ditepati. Kalau ada yang ditepati itu beruntung dan segelintir. Itu lingkaran setan atau bohong setan yang sulit untuk diputus. Kita dan masyarakat dusun bakal  dak maju-maju," kata Kakak Senior yang sudah selesai duluan makannya dan kini menikmati teh gitel**).
Masagung yang pandai berteori sambil makan ubi rebus mengungkapkan, dengan demikian siapapun yang menjadi pemimpin akan bangun ini itu adalah omong kosong. "Jadi Pilkada dan juga Pileg adalah pesta omong kosong  dong.  Lah,  yang terpilih bisanya bagi-bagi proyek bukan membangun yang dibutuhkan sesuai dengan perencanaan yang mumpuni," kata Masagung yang dikutuk oleh ijazahnya sendiri karena banyak berteori.
Tukang  pencari muko yang sebenarnya diharapkan untuk ngomong malah matanya mejem-mejem karena nikmatnya ubi rebus yang empuk dan gurih. Cocolan gula merah yang sudah dicairkan oleh Pak Carik menjadikan pencari  muko makin kalap, doyan apa  laper  sudah tak tahu lagi. Ditambah dinginnya Puncak Punggung Bukit Barisan Sumatra, membuat tubuh butuh karbohidrat untuk pembakaran.
"Kak sadar," ujar Kakak Senior sambil menyenggol bahu  pencari muko.
Si  pencari muko pun tertawa. "Silahkan dilanjut. Aku sudah  lamo idak makan ubi kayu rebus yang empuk dan manis dan super manis lagi kalau  dicocol gula merah".
"Kalau berdasarkan pengamatan dan penelitian  sementaro dari berbagai kabupaten di Pulau Sumatra dan Jawa serta Kalimantan tambah Sulawesi, APBD itu memang kurang.  La  ado  galo pos dan peruntukkannya. Tinggal diolah bagaimana agar duit APBD itu dapat mensejahterakan rakyatnya dan juga bangun jalan, jembatan dan listrik.  Lebih  pakam lagi kalau biso  nyari dana pihak  ketigo yang  galak membangun bukan ngerusak. Jempol  tigo kalau  pacak njuluk dana APBN untuk bangun dusun," kata Mang Arif mantap yang sekarang lagi nambah ilmu, kuliah di UT.
Pencari  muko masih meremmelek. Senggolan Kakak Senior membangunkan lamunan  pencari muko.
"Mak ini.  Sebenarnya yang kita  butuhke ni pemimpin yang pasti nipu  kito atau pemimpin yang cuma tandatangan dan tukang cap  bae atau pemimpin yang berani  belago***) dengan DPRD untuk  nepati janjinyo alias  hutangnyo samo rakyat. Itu dulu  bae," kata  pencari  mukonyerocoscak bangun dari mimpi.
"Dak usah cari pemimpin jujur. Itu susah nyarinya," kata  pencari  muko sambil menarik teh  gitel.
Sepuluhan orang yang ada dalam ruangan pun tertawa  ngakak.  Entah tertawa  satire atau mentertawakan diri sendiri.
Pencari  muko lalu mengungkapkan, "dulu ada pemimpin yang berani mendatangi setiap proyek yang akan disetujui atau dicoretnya dengan mendatangi lokasinya. Pemimpin itu nekat membangun jembatan dengan mengajak masyarakat sumbangan. Pemimpin itu nekat membangun stadion dengan kumpulan batu masyarakat".
"Pemimpin itu mendatangi atasannya untuk menggambarkan dan menjelaskan apa yang sudah dilakukannya bersama masyarakatnya dan kini tinggal atasannya dengan kuasanya sebagai kewajibannya untuk masyarakatnya yang diujung paling bawah yang memilihnya dulu," tambah pencari muko.
"Kok banyak  nya nya nya,"  kata Kakak Senior.
Nyambungkah," kata pencari muko.
Tak ada jawaban. Pencari  muko pun kembali menikmati ubi rebus yang empuk dan gurih itu dengan  merem melek. Semua pun lalu mencomoti ubi rebus yang terhidang dan mencocolnya dengan gula merah.
Kami pun  balek ke kota, menikmati hawa pegunungan dan juga omong kosong makan siang tadi. Jalan pun mulai berkelok. Mobil meliuk di Puncak Punggung Bukit Barisan Sumatra. Kepala kami penuh dengan angan dan harapan di tahun politik 2018, agar kami dapat pemimpin yang berani  belago untuk membangun jalan dan mengaliri listrik dusun kami.
Lets  check  it  dot jalan dan hasil bumi di Puncak Punggung Bukit Barisan Sumatra
**) legi kentel, kental manis
***) belago: berkelahi dalam konteks ini bukan fisik tapi berjuang sampai tujuan tercapai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H