Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mencari Pemimpin yang Suka Berkelahi

27 Desember 2017   02:41 Diperbarui: 27 Desember 2017   02:58 1115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di ruangan kepala pemerintahan tingkat terkecil di sebuah kabupaten di Puncak Punggung Bukit Barisan Sumatra berkumpullah sepuluhan orang untuk omong kosong menyambut tahun politik 2018.

"Ingat  loh  kita harus netral. Sudah ada pernyataan dari Ketua Komisi ASN agar ASN netral di tahun politik ini*). Ada konsekuensinya kalau ASN tak netral silahkan dicari suratnya," kata Kuyung Oemar.

Ki Lurah Oetama yang menjadi tuan rumah bertanya kepada Mang Arif mengenai ubi rebus, nasi serta rebusan daun ubi, goreng tempe tahu untuk makan siang plus kerupuk.  Ikan bakar bumbu kuning. "Siap Ki, semua sudah siap, saatnya makan," kata Mang Arif.

"Sudah kita makan dulu. Sudah lama  idak  makan  bareng.  Ini lauknya apa adanya," kata Ki Lurah pada kami yang berhasil melepaskan kutukan ijazahnya.

Sambil makan kami membahas percaturan politik daerah sendiri dan juga tingkat provinsi. Makan bareng itu ternyata nikmat. Apalagi kalau sebagian besar yang dimakan bahannya hasil sendiri.

"Untuk  pencari  muko,  beruntung tadi di kalangan  ado  yang jual tempe dan tahu, daun kemangi. Jadi sudah lengkap ini pesanan  pencari  muko,"  kata Ki Lurah.

"Pencari  muko  itu kalau ada kemangi dan tempe selesai," tambah Kuyung Oemar.

Ki Lurah mengungkapkan kalau beberapa tim sukses sudah melakukan pendekatan untuk minta dukungan dan pengerahan massa. Semua yang datang disambut sekaligus menyampaikan kalau dirinya dan aparat pemerintahan paling ujung bawah memilih bersikap netral dan mempersilahkan untuk sosialisasi ataupun berkampanye di daerahnya sesuai dengan aturan perundangan.

Nasi hangat yang mengepul, tempe tahu yang disiram kecap plus plus (kecap, cabe rawit, bawang merah putih) dan kemangi membuat makan menjadi kalap. Ikan mas yang diambil dari kolam, dilumuri dengan bumbu kuning dan dibakar dengan kayu membuat bau khasnya menitikkan air liur.

Permintaan masyarakat sebenarnya tidak banyak. Menurut Kuyung Oemar, warga minta jalan di desa tidak becek lagi. Listrik masuk. "Jangan sampe janji, kita akan aliri listrik seluruh desa yang belum teraliri. Kita akan bagusi jalan desa supaya kalau hujan tidak becek lagi. Sudah terpilih  lupo.  Banyak  ngelesnyo," kata Kuyung sambil mengambil ikan bakar kedua dan sejumput kemangi.

"Alasannyo pasti APBD  dak  cukuplah. Itu alasan yang tidak bisa dibantah lagi," tambah Mang Arif sambil mengambil 2 kerupuk.

"Kalau tahu  dak cukup, kenapa berjanji. Kalau pakai cara itu artinya pemimpin kita kedepan bakal berbohong. Tidak akan pernah janji ditepati. Kalau ada yang ditepati itu beruntung dan segelintir. Itu lingkaran setan atau bohong setan yang sulit untuk diputus. Kita dan masyarakat dusun bakal  dak  maju-maju," kata Kakak Senior yang sudah selesai duluan makannya dan kini menikmati teh gitel**).

Masagung yang pandai berteori sambil makan ubi rebus mengungkapkan, dengan demikian siapapun yang menjadi pemimpin akan bangun ini itu adalah omong kosong. "Jadi Pilkada dan juga Pileg adalah pesta omong kosong  dong.  Lah,  yang terpilih bisanya bagi-bagi proyek bukan membangun yang dibutuhkan sesuai dengan perencanaan yang mumpuni," kata Masagung yang dikutuk oleh ijazahnya sendiri karena banyak berteori.

Tukang  pencari muko yang sebenarnya diharapkan untuk ngomong malah matanya mejem-mejem karena nikmatnya ubi rebus yang empuk dan gurih. Cocolan gula merah yang sudah dicairkan oleh Pak Carik menjadikan pencari  muko  makin kalap, doyan apa  laper   sudah tak tahu lagi. Ditambah dinginnya Puncak Punggung Bukit Barisan Sumatra, membuat tubuh butuh karbohidrat untuk pembakaran.

"Kak sadar," ujar Kakak Senior sambil menyenggol bahu  pencari muko.

Si  pencari muko  pun tertawa. "Silahkan dilanjut. Aku sudah  lamo  idak makan ubi kayu rebus yang empuk dan manis dan super manis lagi kalau  dicocol  gula merah".

"Kalau berdasarkan pengamatan dan penelitian  sementaro  dari berbagai kabupaten di Pulau Sumatra dan Jawa serta Kalimantan tambah Sulawesi, APBD itu memang kurang.  La  ado  galo  pos dan peruntukkannya. Tinggal diolah bagaimana agar duit APBD itu dapat mensejahterakan rakyatnya dan juga bangun jalan, jembatan dan listrik.  Lebih  pakam lagi kalau biso  nyari  dana pihak  ketigo  yang  galak membangun bukan ngerusak. Jempol  tigo  kalau  pacak  njuluk  dana APBN untuk bangun dusun," kata Mang Arif mantap yang sekarang lagi nambah ilmu, kuliah di UT.

Pencari  muko  masih meremmelek. Senggolan Kakak Senior membangunkan lamunan  pencari muko.

"Mak  ini.  Sebenarnya yang kita  butuhke  ni  pemimpin yang pasti nipu  kito  atau pemimpin yang cuma tandatangan dan tukang cap  bae  atau pemimpin yang berani  belago***)  dengan DPRD untuk  nepati  janjinyo alias  hutangnyo  samo rakyat. Itu dulu  bae," kata  pencari  mukonyerocoscak  bangun dari mimpi.

"Dak  usah cari pemimpin jujur. Itu susah nyarinya," kata  pencari  muko sambil menarik teh  gitel.

Sepuluhan orang yang ada dalam ruangan pun tertawa  ngakak.  Entah tertawa  satire atau mentertawakan diri sendiri.

Pencari  muko  lalu mengungkapkan, "dulu ada pemimpin yang berani mendatangi setiap proyek yang akan disetujui atau dicoretnya dengan mendatangi lokasinya. Pemimpin itu nekat membangun jembatan dengan mengajak masyarakat sumbangan. Pemimpin itu nekat membangun stadion dengan kumpulan batu masyarakat".

"Pemimpin itu mendatangi atasannya untuk menggambarkan dan menjelaskan apa yang sudah dilakukannya bersama masyarakatnya dan kini tinggal atasannya dengan kuasanya sebagai kewajibannya untuk masyarakatnya yang diujung paling bawah yang memilihnya dulu," tambah pencari muko.

"Kok banyak  nya nya nya,"  kata Kakak Senior.

Nyambungkah," kata pencari muko.

Tak ada jawaban. Pencari  muko  pun kembali menikmati ubi rebus yang empuk dan gurih itu dengan  merem  melek. Semua pun lalu mencomoti ubi rebus yang terhidang dan mencocolnya dengan gula merah.

Kami pun  balek  ke kota, menikmati hawa pegunungan dan juga omong kosong makan siang tadi. Jalan pun mulai berkelok. Mobil meliuk di Puncak Punggung Bukit Barisan Sumatra. Kepala kami penuh dengan angan dan harapan di tahun politik 2018, agar kami dapat pemimpin yang berani  belago untuk membangun jalan dan mengaliri listrik dusun kami.

Lets  check  it  dot  jalan dan hasil bumi di Puncak Punggung Bukit Barisan Sumatra

Beruntung hari panas dua hari lumpur di jalan agak kering I Foto dokumentasi pribadi
Beruntung hari panas dua hari lumpur di jalan agak kering I Foto dokumentasi pribadi
Warga mengangkut kelapa sawit I Foto dokumentasi pribadi
Warga mengangkut kelapa sawit I Foto dokumentasi pribadi
Warga menjemur kopi di depan pondok I Foto dokumentasi pribadi
Warga menjemur kopi di depan pondok I Foto dokumentasi pribadi
Mengangkut padi di jalan tanah yang kalau hujan licin plus berlumpur I Foto dokumentasi pribadi
Mengangkut padi di jalan tanah yang kalau hujan licin plus berlumpur I Foto dokumentasi pribadi
logo-kompal-baru-5a42a6275e137341dd331592.jpg
logo-kompal-baru-5a42a6275e137341dd331592.jpg
*) Surat KASN B-2900/KASN/11/2017 tanggal 10 November 2017 mengenai Pengawasan Netralitas Pegawai ASN pada Pelaksanaan Pilkada Serentak 2018

**) legi kentel, kental manis

***) belago: berkelahi dalam konteks ini bukan fisik tapi berjuang sampai tujuan tercapai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun